Latar Belakang Model Agribisnis Padi Organik Di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat

Kabupaten Cianjur sebagai salah satu sentra produksi padi yang memberikan kontribusi pangan beras sebesar 7.50 untuk Jawa Barat dimana stok pangan nasional berasal dari Jawa Barat. Kabupaten Cianjur telah mengalami penurunan produktivitas padi dari 58.45 kuha tahun 2010 menjadi sebesar 56.81 kuha pada tahun 2011 Diperta Kab. Cianjur 2012. Berdasarkan informasi dari staf Dinas Pertanian, telah terjadi penurunan produktivitas padi pada beberapa kecamatan dikarenakan tanah yang sudah jenuh akibat penggunaan pupuk kimia secara intensif. Sejak tahun 2007, Balai Besar Wilayah Sungai Citarum BBWSC memulai pelatihan budidaya padi metode System of Rice Intensification SRI organik untuk petani di 10 kabupaten Jawa Barat dengan demonstrasi plot demplot pertama dicoba di Kabupaten Cianjur. Keterlibatan BBWSC dalam mengembangkan SRI organik merupakan bagian dari upaya mengefisienkan penggunaan air irigasi yang berhubungan erat dengan pengelolaan tata guna air yang berada dalam mandat BBWSC dimana dengan pola tanam SRI dapat menghemat kebutuhan air sekitar 30-50. Dalam periode 2007-2010, sebanyak 2 620 petani lulus dari pelatihan dan telah mengaplikasikan penanaman padi metode SRI organik di 319 desa di 10 kabupaten Jawa Barat dengan hasil produksi 78 kuha BBWSC 2012. Hingga tahun 2012 sebanyak 430 petani Kabupaten Cianjur telah mengikuti pelatihan dan diharapkan dapat menyebarkan sistem pertanian padi organik ke petani lainnya, namun petani yang menerapkan pertanian padi organik hanya sebanyak 156 orang 36.28 dari petani peserta pelatihan atau 0.05 dari total petani padi sebanyak 296 549 orang dengan luas lahan sebesar 79.3 ha atau 0.13 dari luasan lahan sawah seluas 63 299 ha GPO 2012. Pengembangan pertanian padi organik di Kabupaten Cianjur menghadapi kendala menyebabkan pertanian padi organik kurang berkembang dan belum berkelanjutan. Adanya keterbatasan sumberdaya lahan dan permodalan menyebabkan petani takut menghadapi risiko penurunan produksi. Sebagian besar petani di Kabupaten Cianjur memiliki luas lahan garapan sempit yaitu rata-rata sebesar 0.10-0.25 ha dan sebanyak 80 sebagai petani penggarap GPO 2012. Sebagaimana hasil penelitian Suwantoro 2008, berdasarkan informasi dari staf Dinas Pertanian dan pengalaman petani, perubahan dari pertanian padi konvensional menjadi pertanian padi organik pada awalnya akan menyebabkan terjadinya penurunan produktivitas padi selama 3 hingga 6 musim tanam sehingga petani tidak bersedia menanggung risiko penurunan produksi. Pertanian organik tidak menggunakan pupuk dan pestisida kimia sehingga petani khawatir hasil produksi menjadi lebih rendah dan serangan hama meningkat. Pemeliharaan pertanian padi organik perlu lebih intensif sehingga membutuhkan biaya tenaga kerja lebih banyak, sedangkan permodalan petani terbatas. Namun menurut Ismanto dan Azis 2011 serta informasi dari ketua Gabungan Petani Organik GPO Kabupaten Cianjur berdasarkan pengalaman petani padi organik bahwa padi organik lebih tahan terhadap hama dibandingkan padi konvensional. Hal tersebut ditunjukkan dari intensitas serangan hama dan penyakit pada tanaman padi konvensional yang lebih tinggi dari padi organik yang dapat mencapai 50 – 80, bahkan dapat mengalami gagal panen, sedangkan pada tanaman padi organik sekitar 20 – 50. Selain risiko produksi, petani juga menghadapi risiko harga dan risiko kelembagaan. Harga beras organik yang lebih tinggi karena kualitas lebih sehat belum dapat diterima petani karena kelembagaan pemasaran yang lemah. Konsumen beras organik masih relatif terbatas pada masyarakat golongan menengah ke atas dikarenakan harga beras organik yang lebih mahal sehingga pemasaran beras organik selama ini masih terbatas pada supermarket di kota-kota besar. Harga beras organik di tingkat konsumen sebesar Rp20 000 – Rp35 000kg, sedangkan harga yang diterima petani sebesar Rp13 000 – Rp15 000kg dikarenakan akses petani ke lembaga pemasaran relatif terbatas. Harga padi organik sebesar Rp4 000kg terkadang disamakan atau sedikit lebih tinggi dari harga padi konvensional sebesar Rp3 000kg karena lemahnya posisi tawar petani GPO 2012. Lembaga-lembaga yang diharapkan membantu dalam budidaya dan pemasaran padi organik namun belum menjalankan perannya dengan baik merupakan risiko sehingga menjadi kendala petani dalam menerapkan pertanian padi organik. Dengan memahami sikap petani terhadap risiko dan sumber risiko yang dihadapi maka dapat dilakukan penanganan risiko dengan tepat untuk mendukung petani menerapkan pertanian padi organik. Sebagian besar petani belum menerapkan pertanian padi organik dikarenakan kurangnya kesadaran tentang kelestarian lingkungan. Petani masih berorientasi produksi jangka pendek dan tidak memperhatikan kerusakan lahan dalam jangka panjang. Adanya masa peralihan pada pertanian padi organik maka petani tidak bersedia menanggung risiko penurunan produksi. Untuk itu diperlukan upaya untuk meningkatkan kesadaran petani terhadap kelestarian lingkungan agar sistem pertanian padi dapat menghasilkan produksi yang berkelanjutan. Menurut Djajadiningrat et al. 2011, aspek ekonomi perlu diterapkan pada isu-isu lingkungan agar diperoleh kesadaran yang lebih mendalam untuk meningkatkan lingkungan dengan tujuan sosial untuk meningkatkan kesejahteraan. Meningkatnya kualitas lahan dari pertanian padi organik dapat meningkatkan produktivitas dan kualitas produk pertanian merupakan peningkatan nilai moneter dari keuntungan tersebut. Oleh karena itu perlu dilakukan valuasi ekonomi atau penilaian manfaat kualitas lingkungan dari pertanian padi organik dan menilai kesediaan petani untuk menerima willingness to acceptWTA pembayaran jasa lingkungan pertanian padi organik yang dapat dijadikan dasar bagi pemerintah untuk menetapkan kebijakan pengembangan pertanian padi organik. Petani sebagai pelaku penting yang mengambil keputusan untuk menerapkan pertanian padi organik. Untuk itu dalam pengembangan pertanian padi organik perlu mempertimbangkan faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan petani dalam penerapan pertanian padi organik. Adanya risiko penurunan produksi dan harga pada pertanian padi organik dapat menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan petani dalam penerapan pertanian padi organik. Pengembangan pertanian padi organik pada dasarnya adalah pengembangan teknik budidaya atau subsistem usahatani. Keberhasilan budidaya atau usahatani padi organik perlu didukung oleh ketersediaan input, pemasaran dan lembaga penunjang yang terintegrasi dalam suatu sistem agribisnis. Usahatani hanya salah satu subsistem dari sistem agribisnis yang mencakup 4 hal yaitu : 1 industri hulu yang menghasilkan input pertanian; 2 pertanian dalam arti luas atau on-farm agribisnis; 3 industri hilir pertanian yang mengolah hasil pertanian menjadi produk-produk olahan, baik produk antara maupun produk akhir; dan 4 jasa penunjang yaitu perdagangan, perbankan, pendidikan, dan lainnya Saragih 2010. Keterkaitan antar subsistem sangat erat, sehingga jika salah satu subsistem mengalami kegagalan maka akan mempengaruhi kegagalan subsistem lainnya dan secara keseluruhan akan mempengaruhi kegagalan sistem agribisnis. Berdasarkan hal di atas maka untuk pengembangan pertanian padi organik di Kabupaten Cianjur perlu dibangun model agribisnis padi organik melalui pendekatan sistem yang didasarkan pada peubah-peubah strategis pada setiap subsistem yang meliputi subsistem input, subsistem usahatani, subsistem pengolahan dan pemasaran, serta subsistem penunjang agar tujuan pengembangan pertanian padi organik dapat dicapai lebih efektif dan berkelanjutan. Model agribisnis padi organik dibangun dengan mempertimbangkan faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan petani dalam penerapan pertanian padi organik dan kesediaan petani untuk menerima willingness to acceptWTA pembayaran jasa lingkungan pertanian padi organik.

1.2 Perumusan Masalah

Kabupaten Cianjur merupakan daerah agraris yang pembangunannya bertumpu pada sektor pertanian dan merupakan salah satu daerah swa-sembada padi. Meskipun Kabupaten Cianjur sebagai sentra produksi padi perlu mencapai target produksi untuk mendukung ketahanan pangan, namun pemerintah Kabupaten Cianjur juga perlu memperhatikan dampak sistem pertanian padi terhadap kerusakan lingkungan khususnya kualitas lahan yang akan berdampak pada produksi padi, serta dampak terhadap pendapatan petani agar pembangunan pertanian padi dapat berkelanjutan. Pertanian padi organik merupakan sistem pertanian yang dapat meningkatkan produktivitas lahan yang dapat menjamin kelangsungan produksi dan pendapatan petani sehingga mampu memenuhi aspek ekonomi, lingkungan dan sosial yang sejalan dengan pertanian berkelanjutan. Hingga saat ini agribisnis padi organik di Kabupaten Cianjur masih menghadapi kendala sehingga pertanian padi organik belum berkembang. Pada subsistem usahatani, petani lebih berorientasi pada perolehan produksi jangka pendek dengan melakukan pertanian padi konvensional dikarenakan keterbatasan sumberdaya lahan dan permodalan serta kurangnya kesadaran tentang kelestarian lingkungan. Luasan lahan garapan yang sempit yaitu rata-rata sebesar 0.1-0.25 ha menyebabkan petani cenderung beriorientasi pada perolehan produksi untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Adanya masa peralihan pada pertanian padi organik yaitu petani dapat mengalami penurunan produksi hingga 2 tonha selama 3 – 6 musim tanam menyebabkan petani tidak bersedia menanggung risiko penurunan produksi. Kendala lainnya adalah status pemilikan lahan oleh petani di Kabupaten Cianjur sebanyak 80 merupakan petani penggarap. Kendala tersebut juga menyebabkan petani cenderung berorientasi pada produksi jangka pendek tanpa memikirkan dampak pada kerusakan lahan pada jangka panjang karena petani harus menyerahkan sebagian hasil produksinya kepada pemilik lahan. Dengan status pemilikan lahan yang bukan merupakan hak milik menyebabkan petani kurang memiliki tanggungjawab dalam pemeliharaan lahan. Adanya keterbatasan lahan garapan menyebabkan sebagian besar petani memiliki pekerjaan lain untuk menambah pendapatan keluarga sehingga ketersediaan tenaga kerja untuk mengelola usahatani menjadi terbatas. Budidaya padi organik membutuhkan pemeliharaan tanaman yang lebih intensif sehingga adanya keterbatasan tenaga kerja juga menjadi kendala dalam pengembangan pertanian padi organik. Pengembangan pertanian padi organik juga menghadapi kendala dalam ketersediaan pupuk organik. Pertanian padi organik memerlukan penggunaan pupuk kandang dengan jumlah yang sangat besar yaitu sebanyak 10 tonha Mutakin 2007 sehingga dianggap sangat merepotkan. Sebagian besar petani tidak memiliki ternak atau tidak memiliki ternak dengan jumlah yang cukup untuk menyediakan pupuk organik sehingga petani harus membeli ke peternak dan membayar ongkos angkut yang akan menambah biaya produksi. Pupuk organik cair yang tersedia di pasar, selain harganya relatif mahal yaitu sebesar Rp30 000 – Rp100 000l, juga belum dapat dipercaya keorganikannya dikarenakan belum adanya label sertifikasi organik. Pada subsistem pemasaran, petani menghadapi kendala yaitu belum dapat menangkap peluang pasar beras organik. Konsumen beras organik masih relatif terbatas pada masyarakat golongan menengah ke atas dikarenakan harga beras organik yang lebih mahal dari beras konvensional karena kualitas beras yang lebih sehat. Harga beras konvensional yaitu sebesar Rp10 000kg, sedangkan harga beras organik bersertifikasi di supermarket sebesar Rp20 000 – Rp35 000kg, namun harga beras organik yang diterima petani sebesar Rp13 000 – Rp15 000kg dikarenakan lemahnya pemasaran. Belum dimilikinya jaringan pemasaran beras organik menyebabkan pemasaran beras organik belum terjamin sehingga petani belum bersedia beralih ke pertanian padi organik. Kendala lainnya adalah belum adanya sertifikat organik karena keterbatasan permodalan petani menyebabkan kurangnya kepercayaan konsumen sehingga seringkali harga beras organik diberi harga yang sama atau sedikit lebih tinggi dari beras konvensional yang belum sesuai dengan harapan petani. Pada subsistem penunjang, kendala dalam pengembangan pertanian padi organik adalah belum adanya prioritas kebijakan pemerintah untuk program pengembangan pertanian padi organik. Kebijakan pemerintah Kabupaten Cianjur pada bidang tanaman pangan lebih berorientasi pada peningkatan produksi dan produktivitas padi untuk mendukung ketahanan pangan nasional yang telah ditargetkan oleh pemerintah pusat. Masih terdapat kekhawatiran dari pemerintah bahwa dengan penerapan pertanian padi organik akan menyebabkan penurunan produktivitas padi sehingga tidak dapat mencapai target produksi yang ditetapkan. Pelatihan budidaya padi SRI organik di Kabupaten Cianjur diselenggarakan setiap tahun sejak tahun 2007 oleh BBSWC, namun tidak adanya pendampingan oleh penyuluh pertanian lapangan PPL kepada petani setelah mengikuti pelatihan mengakibatkan pengembangan pertanian padi organik tidak berkelanjutan. Tidak adanya insentif bagi petani pada masa peralihan dan mengalami penurunan produktivitas padi juga menyebabkan petani tidak bersedia menerapkan pertanian padi organik. Kendala lain pada subsistem penunjang adalah peran kelompok tani sebagai wadah bagi petani dalam pengembangan pertanian padi organik yang masih lemah. Keterbatasan sumberdaya permodalan, volume penjualan yang rendah dan kurangnya ketrampilan dalam pemasaran menyebabkan posisi tawar petani menjadi rendah sehingga pemasaran padi maupun beras organik masih dikuasai oleh tengkulak. Berdasarkan permasalahan di atas maka dapat diajukan pertanyaan penelitian yaitu : 1. Berapa besar risiko produksi dan risiko harga dari pertanian padi organik ? Risiko kelembagaan apa saja yang dihadapi petani? Dari mana sumber risiko produksi, risiko harga dan risiko kelembagaan dari pertanian padi organik ? 2. Berapa besar valuasi ekonomi atau manfaat kualitas lingkungan dari pertanian padi organik ? Berapa besar kesediaan petani untuk menerima willingness to acceptWTA pembayaran jasa lingkungan pertanian padi organik? 3. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi pengambilan keputusan petani dalam menerapkan pertanian padi organik? 4. Bagaimana model agribisnis padi organik yang berkelanjutan ? 5. Bagaimana status keberlanjutan pertanian padi organik di Kabupaten Cianjur saat ini dan bagaimana prediksi status keberlanjutan pertanian padi organik setelah penerapan model agribisnis padi oganik ?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan umum dari penelitian ini adalah membangun model agribisnis padi organik di Kabupaten Cianjur. Adapun tujuan secara khusus adalah : 1. Menganalisis risiko produksi, risiko harga dan risiko kelembagaan pada pertanian padi organik. 2. Melakukan valuasi ekonomi pertanian padi organik melalui pendekatan produktivitas lahan dan menilai kesediaan petani untuk menerima willingness to acceptWTA pembayaran jasa lingkungan pertanian padi organik. 3. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi petani dalam penerapan pertanian padi organik. 4. Membangun model agribisnis padi organik di Kabupaten Cianjur. 5. Menganalisis status keberlanjutan pertanian padi organik saat ini dan memprediksi status keberlanjutan pertanian padi organik setelah pengembangan melalui model agribisnis padi organik di Kabupaten Cianjur.

1.4 Kerangka Pemikiran

Pertanian padi konvensional dengan penggunaan pupuk dan pestisida kimia telah menyebabkan penurunan kualitas lahan sehingga produktivitas padi menurun, menurunkan pendapatan petani, pencemaran lingkungan perairan serta menghasilkan produk yang tidak sehat sehingga tidak mendukung pembangunan berkelanjutan. Oleh karena itu sistem pertanian padi perlu diarahkan ke pertanian padi organik, yaitu sistem pertanian tanpa pupuk dan pestisida kimia sehingga dapat mempertahankan kesuburan lahan, menyediakan pangan yang cukup dan aman bagi penduduk untuk mendukung ketahanan pangan, serta menjamin keberlanjutan lingkungan. Potensi pengembangan pertanian padi organik yaitu dengan diperkenalkannya sistem pertanian padi metode SRI System Rice Intensification