Pendahuluan Model Agribisnis Padi Organik Di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat
Demikian pula untuk harga padi organik terkadang disamakan atau sedikit lebih tinggi dari harga padi konvensional karena lemahnya posisi tawar petani. Harga
padi konvensional sebesar Rp3 000kg dan harga padi organik yang diterima petani sebesar Rp4 000kg GPO 2012. Kelompok tani yang belum dapat
menjalankan perannya dengan baik untuk membantu pemasaran petani menunjukkan adanya risiko kelembagaan yang dihadapi petani dalam pertanian
padi organik. Keterbatasan modal petani dikarenakan sulitnya memperoleh bantuan permodalan dari lembaga perbankan juga merupakan risiko kelembagaan
bagi petani. Demikian pula belum adanya jaminan harga beras dan padi organik karena belum adanya dukungan kebijakan pemerintah menunjukkan pula adanya
risiko kelembagaan dalam menerapkan pertanian padi organik.
Faktor-faktor yang menyebabkan risiko berasal dari 2 sumber yaitu sumber internal dan eksternal. Sumber risiko internal adalah faktor-faktor yang
dapat dikendalikan oleh petani, seperti ketersediaan modal dan kemampuan manajerial dalam penguasaan teknologi. Sumber risiko eksternal adalah faktor-
faktor yang tidak dapat dikontrol atau dikendalikan karena di luar jangkauan petani, seperti perubahan iklimcuaca, serangan hama dan penyakit, harga sarana
produksi dan harga output. Berdasarkan Just and Pope 1974, penggunaan input dapat menjadi faktor yang menimbulkan risiko produksi risk inducing factor dan
faktor pengurang risiko produksi risk reducing faktor. Input seperti pestisida dapat menjadi faktor pengurang risiko produksi karena penggunaan pestisida pada
saat ada serangan hama dan penyakit tanaman menyebabkan kondisi produksi menjadi stabil. Sedangkan penggunaan input pupuk dapat menimbulkan risiko
produksi apabila penggunaan pupuk terlalu sedikit atau terlalu banyak menyebabkan produksi tidak stabil. Dengan mengetahui sumber risiko maka dapat
dilakukan cara penanganannya. Strategi pengelolaan risiko yang dapat dijadikan sebagai alternatif penanganan yaitu strategi preventif dan strategi mitigasi.
Strategi preventif dilakukan untuk menghindari terjadinya risiko, sedangkan strategi mitigasi adalah strategi penanganan risiko untuk memperkecil dampak
yang ditimbulkan dari risiko.
Berbagai penelitian tentang risiko pada usahatani telah dilakukan. Prasmatiwi 2007 melakukan penelitian tentang studi perilaku petani dalam
menghadapi risiko dan faktor-faktor yang mempengaruhi pada usahatani kubis di Kabupaten Lampung Barat; Fariyanti et al. 2007 melakukan penelitian tentang
perilaku ekonomi rumahtangga petani sayuran yaitu kentang dan kubis pada kondisi risiko produksi dan harga di Kabupaten Bandung; dan Tahir et al. 2011
menganalisis risiko produksi usahatani kedelai pada berbagai tipe lahan di Sulawesi Selatan.
Penelitian tentang risiko pada usatahani padi telah dilakukan oleh Ningsih 2012 yang melakukan penelitian tentang risiko produksi dan inefisiensi teknis
usahatani padi gogo pada agroindustri lahan kering di Kabupaten Pamekasan. Zakirin et al. 2013 melakukan penelitian risiko usahatani padi menggunakan
model risiko produksi Just and Pope untuk menganalisis pengaruh penggunaan input lahan, benih, pupuk, tenaga kerja dan pestisida terhadap risiko produksi padi
pada lahan pasang surut di Kabupaten Pontianak. Abdullah 2007 melakukan studi komparatif perilaku petani terhadap risiko usahatani padi konvensional dan
semi organik di Kabupaten Sragen, dan penelitian Wicaksono 2011
membandingkan risiko produksi dan risiko pendapatan pada usahatani padi sebelum dan sesudah menggunakan limbah kelinci di Kabupaten Kebumen.
Dari berbagai penelitian tentang risiko tersebut, penelitian tentang risiko pada pertanian padi organik belum dilakukan. Prasmatiwi 2007, Fariyanti et al.
2007 dan Tahir et al. 2011 menganalisis risiko usahatani terhadap komoditas sayuran dan kedelai. Pada penelitian Ningsih 2012 dan Zakirin et al. 2013
menganalisis risiko pada pertanian padi konvensional. Penelitian Abdullah 2007 menganalisis risiko pada pertanian padi konvensional dan semi organik,
sedangkan pada penelitian Wicaksono 2011 meskipun menganalisis risiko produksi pada pertanian padi organik namun khusus untuk penggunaan input
organik berupa limbah kelinci. Oleh karena itu penelitian tentang risiko pada pertanian padi organik penting dilakukan untuk mengetahui besarnya risiko
produksi dan risko harga padi organik, serta risiko kelembagaan yang dihadapi petani sehingga dapat dilakukan penanganan risiko yang tepat untuk mendukung
petani menerapkan pertanian padi organik.
2.2 Metodologi 2.2.1 Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan untuk menganalisis risiko produksi, risiko harga dan risiko kelembagaan terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer
diperoleh dari wawancara dengan petani padi organik dan petani padi konvensional serta pengamatan di lapangan. Wilayah Kabupaten Cianjur terdiri
atas 32 kecamatan. Wilayah penelitian meliputi 4 kecamatan yang dapat mewakili sebagai daerah pertanian padi organik. Kriteria pemilihan kecamatan adalah
kecamatan yang memiliki jumlah petani padi organik terbanyak berdasarkan data dari Gabungan Petani Organik GPO Kabupaten Cianjur, selanjutnya dari
masing-masing kecamatan dipilih 1 desa yang memiliki jumlah petani padi organik terbanyak yaitu Desa Bunisari, Kecamatan Warungkondang; Desa
Cibarengkok,
Kecamatan Bojongpicung;
Desa Sukagalih,
Kecamatan Cikalongkulon dan Desa Babakan Karet, Kecamatan Cianjur.
Pengambilan contoh petani dilakukan dengan menggunakan metode simple random sampling sebanyak 52 orang petani padi organik dan 52 orang
petani padi konvensional. Jumlah contoh petani padi organik pada masing-masing desa proporsional dengan jumlah populasi petani padi organik yaitu Desa
Bunisari, Kecamatan Warungkondang sebanyak 15 orang dari populasi petani padi organik sebanyak 34 orang; Desa Cibarengkok, Kecamatan Bojongpicung
sebanyak 14 orang dari populasi petani padi organik sebanyak 32 orang; Desa Sukagalih, Kecamatan Cikalongkulon sebanyak 12 orang dari populasi petani padi
organik sebanyak 27 orang; dan Desa Babakan Karet, Kecamatan Cianjur sebanyak 11 orang dari populasi petani padi organik sebanyak 25 orang. Jumlah
contoh petani padi konvensional pada masing-masing desa sebanyak 13 orang.didasarkan pada populasi petani yang relatif homogen berdasarkan data
yang diperoleh dari Balai Penyuluhan Pertanian BPP tingkat kecamatan. Penentuan pengambilan sampel berdasarkan Sekaran 2006 yang menyatakan
bahwa jumlah sampel sebaiknya diantara 30 sampai 500 elemen dan berdasarkan Mustafa 2000 yang menyatakan bahwa uji-uji statistik sangat efektif jika
diterapkan pada sampel yang jumlahnya 30 sampai 60 atau dari 120 sampai 250 elemen.
Data sekunder diperoleh dari laporan Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Cianjur, GPO, BPP, BBWSC serta publikasi ilmiah.
Pengambilan data dilaksanakan pada bulan Juli sampai Desember 2013.