Sumber Risiko Harga Pertanian Padi Organik

belum dapat menampung seluruh hasil produksi anggota disebabkan keterbatasan modal. Dikarenakan lemahnya posisi tawar petani maka harga padi dikuasasi oleh tengkulak sehingga petani menerima harga yang rendah. Urutan ke-5 penyebab risiko harga pertanian padi organik adalah akses pasar yang terbatas dengan skor rata-rata sebesar 0.11. Hal ini disebabkan konsumen beras organik hingga saat ini masih terbatas pada masyarakat golongan menengah ke atas dan memiliki kesadaran tentang pangan sehat karena harga beras organik yang lebih mahal. Pemasaran beras organik pada umumnya masih terbatas pada supermarket di kota-kota besar dimana akses petani pada lembaga pemasaran tersebut masih terbatas. Sebagian besar beras organik Kabupaten Cianjur dipasarkan ke konsumen perseorangan di daerah Jakarta dan belum kontinu. Masih terbatasnya akses pasar dan lemahnya posisi tawar petani maka harga padi organik terkadang disamakan dengan harga padi konvensional atau hanya sedikit lebih tinggi dari padi konvensional dan belum sesuai dengan harapan petani.

c. Strategi Pengelolaan Risiko Harga Pertanian Padi Organik

Adanya risiko harga pertanian padi organik mengakibatkan pendapatan petani menjadi berkurang sehingga perlu dilakukan penanganan terhadap risiko. Berdasarkan faktor-faktor penyebab terjadinya risiko harga pertanian padi organik maka dapat dilakukan strategi untuk menangani risiko harga, baik melalui strategi preventif maupun strategi mitigasi untuk menghindari atau memperkecil dampak dari risiko yang terjadi. Risiko harga pertanian padi organik yang bersumber dari panen raya, pemasaran yang lemah dan kurangnya permintaan beras organik pada dasarnya disebabkan oleh keterbatasan sumberdaya permodalan dan manajemen petani sehingga petani memiliki posisi tawar yang rendah dan pemasaran dikuasasi oleh tengkulak. Untuk itu strategi yang perlu dilakukan untuk mengurangi risiko harga yang disebabkan oleh ketiga faktor tersebut yaitu perlunya pemasaran bersama diantara petani padi organik untuk meningkatkan posisi tawar. Oleh karena itu perlu ditingkatkan peran dari kelompok tani atau koperasi dengan memberikan bantuan permodalan, sarana dan prasarana antara lain mesin penggilingan padi dan alat transportasi, serta pelatihan manajemen sehingga dapat menampung dan memasarkan hasil produksi dari petani. Untuk menjamin pemasaran padi organik maka perlu menjalin kemitraan antara kelompok tani atau koperasi dengan perusahaan mitra dalam pemasaran beras organik. Dengan adanya kemitraan maka terdapat jaminan pasar dan harga dari padi organik sehingga dapat mendorong petani untuk menerapkan pertanian padi organik. Strategi untuk mengurangi risiko harga yang disebabkan oleh kualitas produk yang rendah dilakukan melalui penggunaan benih yang berkualitas dan perawatan tanaman yang intensif agar menghasilkan kualitas padi yang baik sehingga harga padi organik yang diterima petani dapat meningkat. Untuk itu perlu dilakukan peningkatan ketrampilan petani tentang cara persemaian benih yang baik dan pemilihan varitas benih yang berkualitas serta teknik budidaya padi organik melalui kegiatan pelatihan. Strategi untuk mengurangi risiko harga yang disebabkan oleh musim yang kurang mendukung khususnya pada musim hujan yaitu dapat dilakukan dengan pengeringan lahan agar lahan tidak tergenang air sehingga tanaman padi dapat tumbuh dengan baik dan menghasilkan kualitas padi yang baik. Untuk itu diperlukan pembangunan sarana irigasi yang baik yang dapat dilakukan pengaturan air sehingga lahan pertanian padi tidak terjadi kelebihan air. 2.3.3 Risiko Kelembagaan Pertanian Padi Organik a. Sumber Risiko Kelembagaan Pertanian Padi Organik Selain menghadapi risiko produksi dan risiko harga, petani padi organik juga menghadapi risiko kelembagaan. Lembaga-lembaga yang diharapkan dapat membantu pengembangan pertanian padi organik tetapi belum menjalankan perannya dengan baik merupakan risiko bagi petani sehingga menjadi kendala petani dalam menerapkan pertanian padi organik. Berdasarkan hasil wawancara petani, sumber risiko kelembagaan pertanian padi organik dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12 Sumber risiko kelembagaan pertanian padi organik No Penyebab Jumlah orang 1 Dinas Pertanian dan PPL 36 69.23 2 Kelompok tani 20 38.46 3 Koperasi 17 32.69 4 Bank 14 26.92 Keterangan : jumlah responden = 52 orang. Berdasarkan Tabel 12 dapat dilihat bahwa sumber risiko kelembagaan pertanian padi organik adalah Dinas Pertanian dan penyuluh pertanian lapangan PPL yang dinyatakan oleh sebagian besar petani 69.23, selanjutnya yaitu kelompok tani 38.46, koperasi 32.69 dan bank 26.92. Secara lebih rinci, urutan penyebab risiko kelembagaan pertanian padi organik dilakukan melalui skoring yang dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13 Urutan risiko kelembagaan pertanian padi organik No. Penyebab Jumlah orang a Urutan Skor Urutan Skor Urutan Skor Urutan Skor Skor rata-rata 1 4 2 3 3 2 4 1 b c d e f g h i c+e+g+1j 1 Dinas Pertanian dan PPL 36 23 92 6 18 5 10 2 2 1.40 2 Kelompok tani 20 9 36 8 24 3 6 0.76 3 Koperasi 17 4 16 6 18 4 8 3 3 0.52 4 Bank 14 4 16 6 18 4 8 0.48 Total jawaban 87 40 160 26 78 16 32 5 5 1 Dinas Pertanian dan Penyuluh Pertanian Lapangan PPL Peran yang diharapkan petani dari Dinas Pertanian dan PPL dalam pengembangan pertanian padi organik yaitu memberikan dorongan, penyuluhan, pembinaan, pelatihan, pengendalian hama dan penyakit tanaman HPT, bantuan sertifikasi produk dan pemasaran. Peran yang diharapkan tersebut saat ini belum berjalan dengan baik sehingga menjadi kendala dalam penerapan pertanian padi organik. Dinas Pertanian dan PPL merupakan penyebab utama risiko kelembagaan pertanian padi organik dengan skor rata-rata tertinggi sebesar 1.40. Dinas Pertanian kurang memberikan dorongan bagi petani dalam pengembangan pertanian padi organik disebabkan pemerintah masih berorientasi pada target produksi dan terdapat kekhawatiran bahwa pertanian padi organik dapat menurunkan produksi padi. Hingga saat ini belum terdapat kebijakan khusus untuk pengembangan pertanian padi organik sehingga bantuan yang diberikan kepada petani masih relatif terbatas. Terdapat bantuan yang telah diberikan antara lain alat pembuatan pupuk organik kepada kelompok tani dan subsidi pupuk organik namun belum memadai. Kegiatan penyuluhan, pembinaan dan pelatihan tentang pertanian padi organik belum dilaksanakan secara kontinu dan tidak adanya pendampingan bagi petani sehingga pengembangan pertanian padi organik tidak berkelanjutan. Salah satu kendala dalam pertanian padi organik adalah serangan hama dan penyakit tanaman HPT dimana pertanian organik tidak menggunakan pestisida kimia sehingga untuk perawatan dan pengendalian HPT dibutuhkan biaya tenaga kerja yang lebih besar. Oleh karena itu diharapkan peran dari PPL untuk lebih intensif memberikan bantuan dalam pengendalian hama dan penyakit tanaman HPT, namun kurangnya jumlah dan kualitas PPL menyebabkan peran PPL belum sesuai dengan harapan petani. Dinas Pertanian juga diharapkan dapat membantu petani dalam perolehan sertifikasi produk dikarenakan relatif mahalnya biaya untuk memperoleh sertifikat organik sementara permodalan petani sangat terbatas. Terdapat dana dari pemerintah propinsi untuk fasilitas sertifikasi organik namun masih relatif terbatas yaitu sebanyak 4 sertifikat per kabupaten selama 1 tahun untuk semua komoditas dan hingga saat ini belum ada bantuan untuk sertifikasi beras organik. Petani padi organik hingga saat ini masih menghadapi kendala dalam pemasaran yaitu belum dimilikinya jaminan pasar dikarenakan konsumen beras organik masih terbatas pada masyarakat golongan menengah ke atas karena harga beras organik yang lebih mahal. Belum dimilikinya sertifikasi organik dan lemahnya posisi tawar petani mengakibatkan pemasaran dikuasasi oleh tengkulak dan harga padi organik terkadang disamakan atau sedikit lebih tinggi dari padi konvensional yang belum sesuai dengan harapan petani. Oleh karena itu diharapkan peran Dinas Pertanian untuk membantu pemasaran padi organik dengan memberikan jaminan pasar dan harga, namun hingga saat ini belum diterima petani. Masih terdapat perbedaan persepsi antara pemerintah dan petani tentang pertanian padi organik serta kurangnya koordinasi antar lembaga dalam pengembangan pertanian padi organik. Pemerintah beranggapan masih diperlukannnya penggunaan pupuk kimia dalam pertanian padi organik agar tidak terjadi penurunan produksi padi, sedangkan BBWSC sebagai lembaga yang pertama kali memberikan pelatihan tentang pertanian padi organik bersama dengan petani menganggap bahwa pertanian padi organik merupakan budidaya tanpa pupuk dan pestisida kimia sesuai dengan SNI pangan organik dan tuntutan konsumen. Adanya perbedaan persepsi tersebut menjadi kendala pengembangan pertanian padi organik di Kabupaten Cianjur.