Sebagai perbandingan tingkat kesadaran petani terhadap kelestarian lingkungan dengan negara lain, hasil penelitian Colombo et al. 2006 di
Andalusia, Spanyol menunjukkan bahwa kesediaan individu untuk membayar willingness to payWTP untuk reduksi pengaruh eksternal dari erosi tanah
sebesar 11 – 53 £. Dengan mengagregatkan nilai tersebut untuk populasi diperoleh nilai sosial dalam menurunkan pengaruh off-farm dari erosi tanah sebesar 3.1 –
15.5 juta £ yaitu sebesar 95 – 160 £ha atau sebesar Rp 1 941.016.25 – Rp 3 269.080ha. Nilai tersebut tidak jauh berbeda dengan nilai WTA petani hasil
penelitian Irawan 2007 menunjukkan bahwa kesadaran petani terhadap kelestarian lingkungan di Indonesia sama dengan di negara Spanyol masih relatif
rendah.
3.3.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi WTA
Berdasarkan hasil pengolahan data diperoleh bahwa tidak terdapat multikolinearitas antar variabel-variabel penduga fungsi WTA yang ditunjukkan
dari nilai Variance Inflation Factor VIF yang kurang dari 5 Supranto 2001. Nilai VIF variabel luas lahan sebesar 1.587, pendapatan sebesar 1.695, jumlah
anggota keluarga sebesar 1.103, ketersediaan tenaga kerja keluarga sebesar 1.124, status lahan sebesar 1.190, kepemilikan pekerjaan lain sebesar 1.094, dan
keikutsertaan pelatihan pertanian padi organik sebesar 1.126. Hasil pendugaan fungsi WTA dapat dilihat pada Tabel 15.
Berdasarkan Tabel 15 diperoleh bahwa variabel luas lahan, pendapatan, kepemilikan pekerjaan lain dan keikutsertaan pelatihan berpengaruh signifikan
terhadap besaran WTA pertanian padi organik pada α = 5 dengan nilai Sig
masing-masing sebesar 0.001, 0.006, 0.043 dan 0.012 0.05. Variabel jumlah anggota keluarga, ketersediaan tenaga kerja keluarga dan status lahan tidak
berpengaruh signifikan dengan nilai Sig 0.05.
Tabel 15 Hasil estimasi koefisien regresi WTA pertanian padi organik
No. Variabel
Koefisien Standard error
Significant 1
Luas lahan ha `1.872
525 290.149 0.001
2 Pendapatan usahatani padi Rp
-0.097 0.034
0.006 3
Jumlah anggota keluarga orang
-159 543.094 137 643.283
0.249 4
Ketersediaan tenaga kerja keluarga orang
195 850.449 264 088.212
0.460 5
Status lahan -369 039.883
367 962.136 0.318
6 Kepemilikan pendapatan lain
724 836.643 352 764.362
0.043 7
Keikutsertaan pelatihan -914 554.929
358 202.270 0.012
Konstanta 1.392
707 718.368 0.052
R
2
= 0.275
Keterangan : signifikan pada α = 5.
Koefisien regresi variabel luas lahan bertanda positif berarti bahwa semakin luas lahan maka besaran nilai WTA semakin meningkat. Hal tersebut
dikarenakan semakin besar luas lahan maka biaya produksi yang diperlukan untuk menerapkan pertanian padi organik akan semakin meningkat. Demikian juga
koefisien regresi variabel kepemilikan pekerjaan lain bertanda positif yang berarti bahwa dengan dimilikinya pekerjaan lain maka besaran nilai WTA akan semakin
meningkat. Hal ini disebabkan pertanian padi organik memerlukan waktu tenaga kerja yang lebih banyak sehingga petani harus mengorbankan pekerjaan lain
untuk menerapkan pertanian padi organik, dengan demikian nilai WTA semakin besar untuk menggantikan pendapatan yang hilang dari pekerjaan lainnya. Nilai
koefisien regresi sebesar 724 836.643 berarti bahwa dengan dimilikinya pekerjaan lain maka WTA petani akan meningkat sebesar Rp 724 836.643.
Koefisien regresi variabel pendapatan bertanda negatif berarti bahwa semakin besar pendapatan maka besaran nilai WTA semakin menurun. Hal ini
dikarenakan semakin besar pendapatan maka ketersediaan modal untuk biaya produksi semakin besar sehingga nilai WTA akan semakin berkurang. Koefisien
regresi variabel pendapatan sebesar - 0.097, artinya setiap peningkatan pendapatan sebesar Rp 1 maka nilai WTA akan turun sebesar Rp 0.097.
Demikian juga koefisien regresi variabel keikutsertaan pelatihan bertanda negatif artinya dengan mengikuti pelatihan maka besaran nilai WTA semakin
menurun. Hal ini dikarenakan dengan mengikuti pelatihan maka pengetahuan dan kesadaran petani tentang manfaat pertanian organik meningkat serta ketrampilan
petani tentang budidaya padi organik akan meningkat sehingga besaran nilai WTA akan semakin berkurang. Hal ini sesuai dengan hasil sebelumnya yang
ditunjukkan pada Tabel 13 bahwa alasan terbesar petani tidak menerapkan pertanian padi organik adalah belum mengikuti pelatihan sehingga nilai WTA
pertanian padi organik masih relatif besar. Nilai koefisien regresi keikutsertaan pelatihan sebesar - 914 554.929 yang berarti bahwa dengan mengikuti pelatihan
maka nilai WTA akan turun sebesar Rp 914 554.929.
Variabel-variabel yang berpengaruh nyata di atas memiliki kesamaan dengan hasil penelitian Irawan 2007 yang menunjukkan bahwa luas lahan dan
pendapatan berpengaruh nyata terhadap nilai WTA petani lahan sawah maupun petani lahan kering atas jasa lingkungan lahan pertanian untuk mengendalikan
banjir dan erosi tanah. Pada petani lahan sawah, variabel kepemilikan pekerjaan lain juga berpengaruh nyata terhadap nilai WTA, sedangkan pada petani lahan
kering nilai WTA juga dipengaruhi oleh jumlah anggota keluarga.
3.3.4 Bentuk dan Mekanisme Pembayaran Jasa Lingkungan Pertanian Padi Organik yang Diharapkan Petani
Bentuk insentif yang diharapkan petani sebagai pembayaran jasa lingkungan agar menerapkan pertanian padi organik yaitu dalam bentuk uang
dengan proporsi terbesar, selanjutnya jaminan harga, sarana produksi, ternak dan peralatan sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 16.
Tabel 16 Bentuk pembayaran jasa lingkungan pertanian padi organik yang diharapkan petani
No Bentuk pembayaran jasa lingkungan
Jumlah orang 1
Uang 20
38.46 2
Jaminan harga 12
23.08 3
Sarana produksi 10
19.23 4
Ternak 7
13.46 5
Peralatan 3
5.77 Total
52 100.00
Uang merupakan bentuk pembayaran yang paling banyak diharapkan oleh petani dikarenakan keterbatasan permodalan yang dimiliki oleh petani. Petani
memerlukan uang untuk membeli pupuk kandang dikarenakan sebagian besar petani tidak memiliki ternak. Selain itu uang diperlukan untuk membayar upah
tenaga kerja terutama pada kegiatan penyiangan karena budidaya padi organik memerlukan perawatan yang intensif serta untuk membantu petani dalam
pembuatan pupuk organik.. Bantuan uang dari pemerintah sangat diharapkan karena petani sulit untuk mendapatkan pinjaman dari bank disebabkan persyaratan
yang memberatkan terutama harus adanya agunan.
Petani mengharapkan bantuan jaminan harga dikarenakan harga padi organik maupun beras organik yang diterima selama ini belum sesuai dengan
harapan petani karena pemasaran masih dikuasai oleh tengkulak. Hal ini disebabkan lemahnya permodalan dan keterbatasan sumberdaya manusia petani
sehingga posisi tawar petani menjadi rendah. Petani menjual hasil ke tengkulak dengan alasan mudah dan cepat serta semua biaya pemasaran ditanggung oleh
tengkulak. Petani mengharapkan pemerintah dapat membeli hasil produksi petani dengan harga yang lebih tinggi sehingga petani bersedia menerapkan pertanian
padi organik.
Bantuan ternak yang diharapkan petani yaitu berupa ternak kambing atau ternak sapi untuk penyediaan pupuk kandang. Bantuan sarana produksi yang
diharapkan petani yaitu dalam bentuk pupuk organik yang siap untuk digunakan dikarenakan keterbatasan bahan organik dan petani tidak memiliki ruangan serta
tenaga kerja jika harus memelihara ternak sendiri. Bantuan peralatan yang diharapkan adalah traktor dan alat pembuat pupuk organik.
Hasil di atas memiliki beberapa kesamaan dengan hasil penelitian Irawan 2007 tentang pembayaran jasa lingkungan yang diharapkan petani agar mereka
tetap bertahan sebagai petani. Pembayaran yang diharapkan petani padi sawah adalah bantuan sarana produksi 48.3, jaminan harga padi 30.0, perbaikan
sarana irigasi 5.0, tunjangan khusus 5.0, alat-mesin pertanian 3.3, penghapusan PBB 3.3 dan penyuluhan 1.7. Sarana produksi yang
diharapkan adalah pupuk, obat-obatan dan benih padi. Jaminan harga padi sangat diharapkan karena harga pembelian padi oleh pedagang selalu lebih rendah dari
harga dasar. Tunjangan khusus adalah seperti gaji bagi pegawai karena petani telah membantu pemerintah dalam menyediakan pangan bagi penduduk. Bantuan
alat-mesin pertanian berupa traktor dan alat pemanen padi thresher yang dapat dikelola oleh kelompok tani. Sementara pada petani lahan kering, pembayaran
jasa lingkungan yang diharapkan adalah sarana produksi 53.3, modaluang 26.7, kenaikan harga padi 8.9, penurunan harga sarana produksi 6.7
dan penyuluhan 4.4.
Terdapat 3 cara pembayaran jasa lingkungan yang diharapkan petani untuk menerapkan pertanian padi organik yaitu diberikan dalam bentuk uang dengan
proporsi terbesar, dalam bentuk barang yaitu ternak, pupuk organik dan peralatan, serta pemberian jaminan harga Tabel 17.