Kerangka Pemikiran Model Agribisnis Padi Organik Di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat

serta sumber-sumber risiko maka dapat dilakukan strategi penanganan risiko yang tepat untuk mendukung petani menerapkan pertanian padi organik.. Adanya risiko produksi pada pertanian padi organik terutama pada masa peralihan menyebabkan petani tidak bersedia menerapkan pertanian padi organik. Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu, meskipun pada periode awal pertanian padi organik petani mengalami risiko penurunan produksi namun setelah periode tertentu produksi akan meningkat seiring dengan pemulihan lahan. Adanya keterbatasan sumberdaya manusia petani menyebabkan kurangnya kesadaran petani terhadap kelestarian lingkungan. Petani masih berorientasi kepada produksi jangka pendek dan tidak memperhitungkan biaya kerusakan lingkungan pada jangka panjang. Pertanian padi konvensional meskipun layak secara ekonomi namun berdampak negatif terhadap lingkungan sehingga apabila diperhitungkan biaya kerusakan lingkungan akan menghasilkan pendapatan yang lebih rendah. Menurut Djajadiningrat et al. 2011, sistem ekonomi lebih mengutamakan penelaahan jangka pendek dan mengabaikan aspek jangka panjang. Ekonomi menyangkut pilihan choice, dan pilihan utama terhadap lingkungan yang menunjukkan keuntungan terhadap kesejahteraan umat manusia perlu dihitung. Manfaat benefit adalah setiap keuntungan pada kesejahteraan welfare atau kepuasan utility, sedangkan biaya adalah setiap kerugian pada kesejahteraan. Dengan demikian penting dilakukan penghitungan manfaat dari perbaikan lingkungan atau biaya dari menurunnya kualitas lingkungan. Meningkatnya kualitas lahan dari pertanian padi organik dapat meningkatkan produktivitas dan kualitas produk pertanian merupakan peningkatan nilai moneter dari keuntungan tersebut. Dalam mengestimasi manfaat barang dan jasa ekosistem, uang digunakan sebagai indikator perhitungan karena uang dianggap sebagai indikator yang sesuai untuk mengukur keuntungan dan kerugian yang diperoleh masyarakat dari perubahan kualitas lingkungan. Penghitungan manfaat dari barang dan jasa yang dihasilkan ekosistem dikenal dengan istilah valuasi. Valuasi lingkungan adalah suatu alat yang valid dan reliabel untuk dijadikan dasar pengambilan keputusan pengelolaan sumberdaya alam. Valuasi dapat dipakai untuk berbagai kepentingan, diantaranya : untuk mengkaji berapa kontribusi yang diberikan oleh suatu ekosistem untuk kesejahteraan manusia, untuk memahami akibat yang akan dihadapi oleh para pengambil kebijakan dalam mengelola ekosistem, dan untuk mengevaluasi konsekuensi dari tindakan- tindakan yang akan diambil Djajadiningrat et al. 2011. Berdasarkan hal di atas, meskipun terdapat risiko produksi dari pertanian padi organik, namun dalam jangka panjang dengan adanya peningkatan produktivitas dan kualitas padi sebagai hasil dari peningkatan kualitas lahan merupakan manfaat kualitas lingkungan dari pertanian padi organik. Valuasi ekonomi mengacu pada penetapan nilai uang untuk asset, barang- barang dan jasa non-market suatu ekosistem dimana nilai uang mempunyai arti dan ketepatan tertentu. Jasa dan barang-barang non-market mengacu pada sesuatu yang tidak mungkin secara langsung dibeli dan dijual di pasar. Dengan demikian valuasi ekonomi merupakan metode pengukuran untuk mentransformasi nilai barang atau jasa non-market ke nilai moneter. Sistem valuasi ekonomi dikembangkan berbasis pada titik pertukaran exchange antara nilai barang dan jasa ekosistem serta kesediaan orang untuk membayar atau menerima pembayaran dari barang dan jasa tersebut. Salah satu metode valuasi ekonomi untuk menilai kesadaran petani terhadap kualitas lingkungan dari pertanian padi organik yaitu dengan mengestimasi kesediaan petani untuk menerima willingness to accept WTA pembayaran jasa lingkungan dari pertanian padi organik. Teknik valuasi ini didasarkan pada survei dimana kesediaan petani untuk menerima pembayaran diperoleh langsung dari petani untuk mengetahui seberapa besar biaya yang harus dibayarkan kepada petani agar bersedia menerapkan pertanian padi organik. Adanya manfaat kualitas lingkungan dari pertanian padi organik dan masih kurangnya kesadaran petani terhadap kelestarian lingkungan maka perlu dilakukan valuasi ekonomi dan menilai kesediaan petani untuk menerima willingness to acceptWTA pembayaran jasa lingkungan pertanian padi organik untuk meningkatkan kesadaran petani terhadap kualitas lingkungan serta sebagai dasar bagi pemerintah dalam pengembangan pertanian padi organik. Pertanian padi organik merupakan suatu inovasi baru, meskipun sebenarnya pertanian padi organik sudah diterapkan oleh petani di masa lalu. Pengembangan pertanian padi organik perlu mempertimbangkan faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan petani karena petani sebagai pelaku yang akan melakukan budidaya padi organik. Adanya risiko produksi dan harga pada pertanian padi organik dan kesadaran petani terhadap kelestarian lingkungan akan mempengaruhi petani dalam penerapan pertanian padi organik. Semakin meningkatnya produktivitas padi dan semakin meningkatnya harga karena kualitas beras yang lebih sehat sebagai hasil dari manfaat kualitas lingkungan pertanian padi organik dapat menjadi pendorong petani untuk menerapkan pertanian padi organik. Namun jika sikap petani takut menanggung risiko untuk beralih ke pertanian padi organik maka akan menjadi kendala dalam penerapan pertanian padi organik. Dengan diketahuinya faktor-faktor yang mempengaruhi petani dalam penerapan pertanian padi organik selanjutnya dapat digunakan untuk menyusun model pengembangan pertanian padi organik. Menurut Saragih 2010 bahwa agribisinis usahatani tidak terlepas dari kegiatan agribisnis non usahatani seperti agribisnis hulu dan hilir. Usahatani hanyalah salah satu subsistem dari sistem yang lebih besar yaitu sistem agribisnis yang mencakup 4 hal. Pertama, industri hulu pertanian yang disebut juga agribisnis hulu atau up stream agribusiness yaitu industri yang menghasilkan sarana produksi input pertanian seperti bibit, pupuk, obat pertanian, alat dan mesin pertanian, serta alat dan mesin pengolahan hasil pertanian. Kedua, pertanian dalam arti luas yang disebut juga on farm agribusiness, yaitu pertanian tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan, perikanan dan kehutanan. Ketiga, industri hilir pertanian yang disebut juga agribisnis hilir atau down stream agribusiness, yaitu kegiatan industri yang mengolah hasil pertanian menjadi produk olahan, baik produk antara maupun produk akhir. Keempat, jasa penunjang agribisnis yaitu perdagangan, perbankan, pendidikan, dan lainnya. Agribisnis menunjukkan adanya keterkaitan vertikal antar subsistem agribisnis serta keterkaitan horizontal dengan sistem atau subsistem lain di luar seperti jasa-jasa. Keterkaitan satu dan lainnya sangat erat sehingga jika ingin membangun pertanian atau usahatani, yang utama tidak lagi di usahataninya, tetapi juga industri hulu, industri hilir dan jasa penunjangnya. Gambar 1 Kerangka pemikiran model agribisnis padi organik Berdasarkan hal di atas maka keberhasilan pengembangan pertanian atau subsistem usahatani padi organik terkait dengan kemampuan subsistem lain dalam mendukungnya, yaitu ketersediaan sarana produksi, pemasaran dan kelembagaan penunjang yang saling terkait satu sama lainnya. Oleh karena itu pengembangan pertanian padi organik perlu menggunakan pendekatan sistem agribisnis yaitu KETAHANAN PANGAN - Ketersediaan pangan - Keamanan pangan PERTANIAN BERKELANJUTAN Pertanian padi organik MASALAH - Keterbatasan sumberdaya lahan dan permodalan petani - Sikap petani takut menanggung risiko - Kurangnya kesadaran terhadap kelestarian llingkungan - Lemahnya pemasaran POTENSI - Kebijakan Go Organic 2010 - Peningkatan kesadaran masyarakat terhadap pangan sehat - Peningkatan kemandirian petani - Risiko produksi, harga, kelembagaan - Sumber risiko - - Valuasi ekonomi pertanian padi organik - Willingness to accept WTA pertanian padi organik Faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan petani Keberlanjutan pertanian padi organik Model agribisnis padi organik Sistem agribisnis padi organik Subsistem input Subsistem usahatani Subsistem pengolahan dan pemasaran Subsistem penunjang dengan mengembangkan seluruh subsistem yang meliputi subsistem input, subsistem usahatani, subsitem pengolahan dan pemasaran, serta subsistem lembaga penunjang. Melalui model agribisnis padi organik maka dapat dicapai pengembangan pertanian padi organik yang berkelanjutan. Kerangka pemikiran model agribisnis padi organik di Kabupaten Cianjur dapat dilihat pada Gambar 1.

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak yaitu : 1. Pemerintah, petani dan masyarakat untuk meningkatkan kesadaran tentang manfaat kualitas lingkungan dari pertanian padi organik. 2. Pemerintah sebagai bahan pertimbangan dalam menetapkan kebijakan pengembangan pertanian padi organik. 3. Peneliti sebagai bahan referensi untuk penelitian lanjutan tentang pertanian padi organik.

1.6 Novelty

Kebaruan dari penelitian ini terletak pada substansi kajian yaitu model agribisnis padi organik di Kabupaten Cianjur yang meliputi subsistem input, subsistem usahatani, subsistem pengolahan dan pemasaran, serta subsistem penunjang dengan mengakomodasi risiko pada pertanian padi organik risiko produksi, risiko harga dan risiko kelembagaan, valuasi ekonomi dan keberlanjutan pertanian padi organik. Penelitian tentang pertanian padi organik yang dilakukan sebelumnya pada umumnya dilakukan secara parsial dan terbatas pada aspek produksi dan pada tingkat petani, yaitu menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi padi organik dan faktor-faktor yang mempengaruhi petani dalam penerapan pertanian padi organik. Penelitian sebelumnya tentang risiko, valuasi ekonomi dan analisis keberlanjutan pada umumnya juga dilakukan secara parsial serta penelitian tentang risiko pada pertanian padi organik, valuasi ekonomi pertanian padi organik dan keberlanjutan pertanian padi organik belum pernah dilakukan sebelumnya.

1.7 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini meliputi : 1. Pertanian padi organik pada penelitian ini yaitu budidaya padi, baik metode System of Rice Intensification SRI atau non SRI, yang menggunaan pupuk dan pestisida organik sesuai dengan kondisi pertanian padi organik yang diterapkan oleh petani di Kabupaten Cianjur. Pupuk organik dapat berupa kompos, pupuk hijau, pupuk kandang, sisa panen jerami, brangkasan, dan lain-lain, limbah industri yang menggunakan bahan pertanian, dan limbah kota sampah. 2. Pertanian padi konvensional adalah budidaya padi yang umum digunakan petani saat ini, baik di Kabupaten Cianjur pada khususnya dan di Indonesia pada umumnya yaitu menggunakan pupuk dan pestisida kimia. 3. Analisis risiko pertanian padi organik dibatasi pada analisis risiko produksi, risiko harga dan risiko kelembagaan. 4. Valuasi ekonomi pertanian padi organik dilakukan berdasarkan pendekatan produktivitas lahan dan melalui pendekatan kesediaan petani untuk menerima willingness to acceptWTA pembayaran jasa lingkungan pertanian padi organik. Keterbatasan penelitian ini adalah pengumpulan data usahatani padi organik dan usahatani padi konvensional per musim tanam diperoleh berdasarkan wawancara dengan petani untuk periode tahun 2007 – 2013. Meskipun tidak terdapat data tertulis dikarenakan petani tidak melakukan pencatatan usahatani, namun pengumpulan data diupayakan seakurat mungkin melalui teknik wawancara yang dapat meyakinkan bahwa data yang diperoleh adalah benar. 2 RISIKO PRODUKSI, HARGA DAN KELEMBAGAAN PERTANIAN PADI ORGANIK

2.1 Pendahuluan

Adanya keterbatasan sumberdaya lahan dan permodalan menyebabkan petani takut menanggung risiko untuk beralih ke sistem pertanian padi organik. Pertanian padi organik tidak menggunakan pupuk kimia dan pestisida kimia sehingga petani khawatir hasil produksi akan menurun dan serangan hama meningkat. Menurut Pramana 2011, risiko dihubungkan dengan kemungkinan terjadinya sesuatu yang merugikan yang tidak diduga atau tidak diinginkan, yang menunjukkan adanya ketidakpastian. Usahatani merupakan kegiatan usaha yang dipengaruhi oleh alam sehingga mengandung ketidakpastian, sehingga kegiatan usahatani mengandung risiko. Berdasarkan Robison and Barry 1987, terdapat perbedaan pengertian antara ketidakpastian dan risiko. Ketidakpastian menggambarkan suatu kejadian yang hasilnya tidak dapat diketahui dengan pasti dan tidak dapat diukur peluang kejadiannya, sedangkan risiko merupakan kejadian yang memiliki data empiris dari hasil sebelumnya yang dapat digunakan untuk mengukur peluang kejadiannya. Risiko menunjukkan peluang terhadap suatu kejadian yang dapat diukur oleh pembuat keputusan dimana terdapat lebih dari 1 kemungkinan hasil dari keputusan tersebut. Risiko mempertimbangkan variasi, kemungkinan kerugian, tingkat yang aman dari pendapatan, atau persyaratan tertentu pada distribusi peluang. Peluang terhadap suatu kejadian dapat ditentukan oleh pembuat keputusan berdasarkan pengalaman mengelola kegiatan usaha. Berdasarkan Soekartawi et al. 1986, karena terbatasnya penguasaan petani terhadap iklim, pasar tempat mereka menjual dan lingkungan institusi tempat mereka berusahatani, maka petani senantiasa dihadapkan pada masalah ketidakpastian sehingga petani menghadapi risiko yang berpengaruh terhadap besarnya pendapatan usahatani yang diperoleh. Pada usahatani kecil, faktor ketidakpastian merupakan suatu hal yang sangat berpengaruh dan karenanya berperan besar dalam proses pengambilan keputusan. Berdasarkan pada hal tersebut maka risiko yang dapat terjadi pada pertanian padi organik adalah risiko produksi, risiko harga dan risiko kelembagaan. Risiko produksi dapat mengakibatkan gagal panen, penurunan kualitas dan produksi yang rendah. Risiko harga dapat disebabkan oleh fluktuasi harga jual produk di pasar yang dipengaruhi tingkat inflasi serta kondisi permintaan dan penawaran produk. Harga beras organik yang lebih tinggi dari beras konvensional karena kualitas yang lebih sehat belum dapat diterima petani karena posisi tawar petani yang rendah. Lembaga- lembaga yang diharapkan dapat mendukung petani dalam penerapan pertanian padi organik namun belum menjalankan perannya dengan baik merupakan risiko kelembagaan bagi petani sehingga menjadi kendala dalam menerapkan pertanian padi organik. Berdasarkan penelitian terdahulu, adanya penurunan produksi pada masa peralihan pertanian padi organik menunjukkan bahwa terdapat risiko produksi yang dihadapi petani. Adanya risiko produksi pada pertanian padi organik juga ditunjukkan dari perbedaan hasil produksi padi yang diperoleh petani pada musim hujan dan musim kemarau yang dipengaruhi oleh faktor cuaca. Berdasarkan pengalaman petani, produktivitas padi organik pada musim kemarau dapat mencapai sebesar 7 tonha, sedangkan pada musim hujan seringkali produksi padi mengalami penurunan hingga sebesar 20 – 30 disebabkan tanaman padi membusuk karena terendam air. Selain mempengaruhi jumlah produksi, faktor cuaca juga dapat mempengaruhi kualitas padi yang dihasilkan yang akan berpengaruh terhadap harga padi organik. Pada musim hujan, kualitas padi organik seringkali juga mengalami penurunan karena tanaman padi terendam air sehingga pertumbuhannya kurang optimal. Hal tersebut menyebabkan harga padi organik pada musim hujan seringkali mengalami penurunan dibandingkan harga padi organik pada musim kemarau. Harga padi organik gabah kering panen GKP dengan kualitas baik yang diterima petani pada musim kemarau sebesar Rp 4 000kg, sedangkan harga padi organik pada musim hujan dengan kualitas yang lebih rendah rata-rata sebesar Rp 3 500kg. Adanya perbedaan harga padi organik tersebut menunjukkan bahwa petani menghadapi risiko harga dari pertanian padi organik. Harga beras organik di tingkat konsumen lebih tinggi dari harga beras konvensional dikarenakan kualitas beras organik yang lebih sehat. Oleh karena itu pemasaran beras organik saat ini masih relatif terbatas pada supermarket di kota- kota besar karena konsumen beras organik masih terbatas pada masyarakat golongan menengah ke atas yang memiliki kesadaran terhadap pangan sehat. Harga beras organik di supermarket sebesar Rp20 000 – Rp35 000kg, namun petani belum dapat menerima harga tersebut dikarenakan akses petani ke lembaga pemasaran di atas relatif terbatas. Kelompok tani belum dapat menampung seluruh hasil produksi anggota karena adanya keterbatasan modal dan manajemen sehingga sebagian besar beras organik dipasarkan ke tengkulak. Harga beras organik yang diterima petani hanya sedikit lebih tinggi dari beras konvensional sehingga belum sesuai dengan harapan petani. Harga beras konvensional yaitu sebesar Rp10 000kg, dan harga beras organik sebesar Rp13 000 – Rp15 000kg.