Hasil analisis di atas memiliki kesamaan dengan hasil penelitian Wicaksono 2011 di Kabupaten Kebumen yang menunjukkan nilai CV
pendapatan sebelum petani menerapkan pertanian padi organik menggunakan limbah kelinci sebesar 0.66, sedangkan CV pendapatan sesudah menerapkan
pertanian padi organik menggunakan limbah kelinci sebesar 0.57. Meskipun penelitian tersebut menganalisis risiko pendapatan, namun nilai pendapatan
diperoleh dari perkalian antara produksi padi dengan harga sehingga secara tidak langsung penilaian risiko pendapatan juga dapat menggambarkan risiko harga
yang dihadapi petani. Berdasarkan nilai CV yang diperoleh menunjukkan bahwa risiko pendapatan pertanian padi organik lebih rendah dibandingkan pertanian
padi konvensional yang juga dapat menunjukkan bahwa risiko harga pertanian padi organik lebih rendah dibandingkan pertanian padi konvensional. Rata-rata
pendapatan petani sebelum menerapkan pertanian padi organik sebesar Rp 1 827 014, sedangkan rata-rata pendapatan sesudah menerapkan pertanian padi
organik sebesar Rp 2 086 594 menunjukkan bahwa pendapatan pertanian padi organik lebih tinggi dari pendapatan pertanian padi konvensional.
Hasil yang agak berbeda diperoleh dari penelitian Abdullah 2007 di Kabupaten Sragen yang dilakukan pada pertanian padi semi organik. Hasil
penelitian tersebut menunjukkan risiko pendapatan pertanian padi semi organik lebih besar dibandingkan risiko pendapatan pertanian padi konvensional pada
musim tanam MT 1 dan MT 2, namun risiko pendapatan pertanian padi semi organik lebih rendah pada MT 3. Hal ini ditunjukkan dari nilai CV pendapatan
pertanian padi konvensional pada MT 1, MT 2 dan MT 3 berturut-turut sebesar 0.058, 0.086 dan 0.050, sedangkan CV pendapatan pertanian padi semi organik
pada MT 1, MT 2 dan MT 3 sebesar 0.082, 0.112 dan 0.048. Simpangan baku pertanian padi konvensional pada MT 1, MT 2 dan MT 3 masing-masing sebesar
680.987, 665.943 dan 709.843, sedangkan pertanian padi semi organik pada MT 1, MT 2 dan MT 3 masing-masing sebesar 935.277, 942.188 dan 726.668.
Berdasarkan nilai simpangan baku tersebut menunjukkan bahwa untuk seluruh musim tanam, fluktuasi pendapatan yang mungkin diperoleh petani padi semi
organik lebih tinggi dari padi konvensional yang berarti risiko pendapatan yang dihadapi petani padi semi organik lebih tinggi. Namun berdasarkan pendapatan
yang diperoleh menunjukkan pendapatan pertanian padi semi organik pada 3 musim tanam lebih tinggi dari pertanian padi konvensional yaitu rata-rata sebesar
Rp 11 618 241.67ha untuk pertanian padi semi organik dan sebesar Rp 11 192 025.00ha untuk pertanian padi konvensional yang memiliki kesamaan
hasil dengan penelitian Wicaksono 2011.
b. Sumber Risiko Harga Pertanian Padi Organik
Berdasarkan hasil wawancara dengan petani, sumber risiko harga padi organik berasal dari faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal yaitu kondisi
permintaan dan penawaran padi organik serta cuaca, sedangkan sumber internal yaitu rendahnya kualitas produk dan lemahnya pemasaran sebagaimana dapat
dilihat pada Tabel 10.
Berdasarkan Tabel 10 dapat dilihat bahwa panen raya merupakan penyebab risiko harga padi organik yang dinyatakan oleh sebagian besar petani
46.15, selanjutnya adalah kualitas produk rendah 36.54, cuaca 11.54, pemasaran yang lemah 7.69 dan kurangnya permintaan 3.85. Secara lebih
rinci, untuk mengetahui tingkat kerentanan harga padi organik terhadap faktor penyebab risiko dilakukan melalui skoring yang disajikan pada Tabel 11.
Tabel 10 Sumber risiko harga pertanian padi organik No
Penyebab Jumlah orang
1 Panen raya
24 46.15
2 Kualitas produk rendah
19 36.54
3 Cuaca
6 11.54
4 Posisi tawar lemah
4 7.69
5 Akses pasar terbatas
2 3.85
Keterangan : jumlah responden = 52 orang.
Berdasarkan Tabel 11 menunjukkan bahwa panen raya merupakan faktor utama penyebab risiko harga pertanian padi organik dengan nilai skor rata-rata
tertinggi sebesar 1.16. Pada saat panen raya maka penawaran padi organik meningkat sehingga harga menjadi turun. Dikarenakan kebutuhan yang mendesak
dan keterbatasan permodalan maka petani perlu segera menjual hasil produksinya sehingga petani menerima harga padi yang rendah.
Tabel 11 Urutan penyebab risiko harga pertanian padi organik
No. Penyebab
Jumlah orang
a Urutan
Skor Urutan
Skor Urutan
Skor Skor
rata-rata 1
3 2
2 3
1 b
c d
e f
g c+e+gh
1 Panen raya
24 16
48 8
16 1.16
2 Kualitas produk
Rendah 19
7 21
11 22
1 1
0.80 3
Cuaca 6
4 12
2 4
0.29 4
Posisi tawar lemah 4
3 9
1 2
0.20 5
Akses pasar terbatas 2
2 6
0.11 Total jawaban
55 h 32
96 22
44 1
1
Kualitas produk rendah merupakan penyebab risiko harga pertanian padi organik urutan ke-2 dengan skor rata-rata sebesar 0.80. Hal tersebut disebabkan
penggunaan benih yang kurang berkualitas dan kurang intensifnya perawatan mengakibatkan kualitas padi yang dihasilkan menjadi kurang baik sehingga harga
padi organik yang diterima petani menjadi rendah.
Penyebab risiko harga pertanian padi organik urutan ke-3 adalah cuaca dengan skor rata-rata sebesar 0.29. Pada saat musim hujan seringkali kualitas padi
mengalami penurunan disebabkan tanaman padi terendam air dan kurangnya sinar matahari sehingga pertumbuhan tanaman menjadi kurang optimal. Rendahnya
kualitas padi karena cuaca yang kurang mendukung mengakibatkan harga yang diterima petani mengalami penurunan.
Posisi tawar yang lemah merupakan penyebab risiko harga pertanian padi organik urutan ke-4 dengan skor rata-rata sebesar 0.20. Hal ini disebabkan
sebagian besar petani menjual hasil produksinya ke tengkulak sehingga posisi tawar menjadi lemah. Petani menjual hasilnya ke tengkulak dengan alasan mudah
dan cepat karena segera diperoleh pembayaran dan semua biaya pemasaran ditanggung oleh tengkulak. Sebagian petani juga memiliki keterikatan modal
dengan tengkulak sehingga harus menjual hasilnya ke tengkulak. Kelompok tani
belum dapat menampung seluruh hasil produksi anggota disebabkan keterbatasan modal. Dikarenakan lemahnya posisi tawar petani maka harga padi dikuasasi oleh
tengkulak sehingga petani menerima harga yang rendah. Urutan ke-5 penyebab risiko harga pertanian padi organik adalah akses
pasar yang terbatas dengan skor rata-rata sebesar 0.11. Hal ini disebabkan konsumen beras organik hingga saat ini masih terbatas pada masyarakat golongan
menengah ke atas dan memiliki kesadaran tentang pangan sehat karena harga beras organik yang lebih mahal. Pemasaran beras organik pada umumnya masih
terbatas pada supermarket di kota-kota besar dimana akses petani pada lembaga pemasaran tersebut masih terbatas. Sebagian besar beras organik Kabupaten
Cianjur dipasarkan ke konsumen perseorangan di daerah Jakarta dan belum kontinu. Masih terbatasnya akses pasar dan lemahnya posisi tawar petani maka
harga padi organik terkadang disamakan dengan harga padi konvensional atau hanya sedikit lebih tinggi dari padi konvensional dan belum sesuai dengan
harapan petani.
c. Strategi Pengelolaan Risiko Harga Pertanian Padi Organik
Adanya risiko harga pertanian padi organik mengakibatkan pendapatan petani menjadi berkurang sehingga perlu dilakukan penanganan terhadap risiko.
Berdasarkan faktor-faktor penyebab terjadinya risiko harga pertanian padi organik maka dapat dilakukan strategi untuk menangani risiko harga, baik melalui strategi
preventif maupun strategi mitigasi untuk menghindari atau memperkecil dampak dari risiko yang terjadi.
Risiko harga pertanian padi organik yang bersumber dari panen raya, pemasaran yang lemah dan kurangnya permintaan beras organik pada dasarnya
disebabkan oleh keterbatasan sumberdaya permodalan dan manajemen petani sehingga petani memiliki posisi tawar yang rendah dan pemasaran dikuasasi oleh
tengkulak. Untuk itu strategi yang perlu dilakukan untuk mengurangi risiko harga yang disebabkan oleh ketiga faktor tersebut yaitu perlunya pemasaran bersama
diantara petani padi organik untuk meningkatkan posisi tawar. Oleh karena itu perlu ditingkatkan peran dari kelompok tani atau koperasi dengan memberikan
bantuan permodalan, sarana dan prasarana antara lain mesin penggilingan padi dan alat transportasi, serta pelatihan manajemen sehingga dapat menampung dan
memasarkan hasil produksi dari petani. Untuk menjamin pemasaran padi organik maka perlu menjalin kemitraan antara kelompok tani atau koperasi dengan
perusahaan mitra dalam pemasaran beras organik. Dengan adanya kemitraan maka terdapat jaminan pasar dan harga dari padi organik sehingga dapat
mendorong petani untuk menerapkan pertanian padi organik.
Strategi untuk mengurangi risiko harga yang disebabkan oleh kualitas produk yang rendah dilakukan melalui penggunaan benih yang berkualitas dan
perawatan tanaman yang intensif agar menghasilkan kualitas padi yang baik sehingga harga padi organik yang diterima petani dapat meningkat. Untuk itu
perlu dilakukan peningkatan ketrampilan petani tentang cara persemaian benih yang baik dan pemilihan varitas benih yang berkualitas serta teknik budidaya padi
organik melalui kegiatan pelatihan.
Strategi untuk mengurangi risiko harga yang disebabkan oleh musim yang kurang mendukung khususnya pada musim hujan yaitu dapat dilakukan dengan
pengeringan lahan agar lahan tidak tergenang air sehingga tanaman padi dapat