Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian

besarnya pendapatan usahatani yang diperoleh. Pada usahatani kecil, faktor ketidakpastian merupakan suatu hal yang sangat berpengaruh dan karenanya berperan besar dalam proses pengambilan keputusan. Berdasarkan pada hal tersebut maka risiko yang dapat terjadi pada pertanian padi organik adalah risiko produksi, risiko harga dan risiko kelembagaan. Risiko produksi dapat mengakibatkan gagal panen, penurunan kualitas dan produksi yang rendah. Risiko harga dapat disebabkan oleh fluktuasi harga jual produk di pasar yang dipengaruhi tingkat inflasi serta kondisi permintaan dan penawaran produk. Harga beras organik yang lebih tinggi dari beras konvensional karena kualitas yang lebih sehat belum dapat diterima petani karena posisi tawar petani yang rendah. Lembaga- lembaga yang diharapkan dapat mendukung petani dalam penerapan pertanian padi organik namun belum menjalankan perannya dengan baik merupakan risiko kelembagaan bagi petani sehingga menjadi kendala dalam menerapkan pertanian padi organik. Berdasarkan penelitian terdahulu, adanya penurunan produksi pada masa peralihan pertanian padi organik menunjukkan bahwa terdapat risiko produksi yang dihadapi petani. Adanya risiko produksi pada pertanian padi organik juga ditunjukkan dari perbedaan hasil produksi padi yang diperoleh petani pada musim hujan dan musim kemarau yang dipengaruhi oleh faktor cuaca. Berdasarkan pengalaman petani, produktivitas padi organik pada musim kemarau dapat mencapai sebesar 7 tonha, sedangkan pada musim hujan seringkali produksi padi mengalami penurunan hingga sebesar 20 – 30 disebabkan tanaman padi membusuk karena terendam air. Selain mempengaruhi jumlah produksi, faktor cuaca juga dapat mempengaruhi kualitas padi yang dihasilkan yang akan berpengaruh terhadap harga padi organik. Pada musim hujan, kualitas padi organik seringkali juga mengalami penurunan karena tanaman padi terendam air sehingga pertumbuhannya kurang optimal. Hal tersebut menyebabkan harga padi organik pada musim hujan seringkali mengalami penurunan dibandingkan harga padi organik pada musim kemarau. Harga padi organik gabah kering panen GKP dengan kualitas baik yang diterima petani pada musim kemarau sebesar Rp 4 000kg, sedangkan harga padi organik pada musim hujan dengan kualitas yang lebih rendah rata-rata sebesar Rp 3 500kg. Adanya perbedaan harga padi organik tersebut menunjukkan bahwa petani menghadapi risiko harga dari pertanian padi organik. Harga beras organik di tingkat konsumen lebih tinggi dari harga beras konvensional dikarenakan kualitas beras organik yang lebih sehat. Oleh karena itu pemasaran beras organik saat ini masih relatif terbatas pada supermarket di kota- kota besar karena konsumen beras organik masih terbatas pada masyarakat golongan menengah ke atas yang memiliki kesadaran terhadap pangan sehat. Harga beras organik di supermarket sebesar Rp20 000 – Rp35 000kg, namun petani belum dapat menerima harga tersebut dikarenakan akses petani ke lembaga pemasaran di atas relatif terbatas. Kelompok tani belum dapat menampung seluruh hasil produksi anggota karena adanya keterbatasan modal dan manajemen sehingga sebagian besar beras organik dipasarkan ke tengkulak. Harga beras organik yang diterima petani hanya sedikit lebih tinggi dari beras konvensional sehingga belum sesuai dengan harapan petani. Harga beras konvensional yaitu sebesar Rp10 000kg, dan harga beras organik sebesar Rp13 000 – Rp15 000kg. Demikian pula untuk harga padi organik terkadang disamakan atau sedikit lebih tinggi dari harga padi konvensional karena lemahnya posisi tawar petani. Harga padi konvensional sebesar Rp3 000kg dan harga padi organik yang diterima petani sebesar Rp4 000kg GPO 2012. Kelompok tani yang belum dapat menjalankan perannya dengan baik untuk membantu pemasaran petani menunjukkan adanya risiko kelembagaan yang dihadapi petani dalam pertanian padi organik. Keterbatasan modal petani dikarenakan sulitnya memperoleh bantuan permodalan dari lembaga perbankan juga merupakan risiko kelembagaan bagi petani. Demikian pula belum adanya jaminan harga beras dan padi organik karena belum adanya dukungan kebijakan pemerintah menunjukkan pula adanya risiko kelembagaan dalam menerapkan pertanian padi organik. Faktor-faktor yang menyebabkan risiko berasal dari 2 sumber yaitu sumber internal dan eksternal. Sumber risiko internal adalah faktor-faktor yang dapat dikendalikan oleh petani, seperti ketersediaan modal dan kemampuan manajerial dalam penguasaan teknologi. Sumber risiko eksternal adalah faktor- faktor yang tidak dapat dikontrol atau dikendalikan karena di luar jangkauan petani, seperti perubahan iklimcuaca, serangan hama dan penyakit, harga sarana produksi dan harga output. Berdasarkan Just and Pope 1974, penggunaan input dapat menjadi faktor yang menimbulkan risiko produksi risk inducing factor dan faktor pengurang risiko produksi risk reducing faktor. Input seperti pestisida dapat menjadi faktor pengurang risiko produksi karena penggunaan pestisida pada saat ada serangan hama dan penyakit tanaman menyebabkan kondisi produksi menjadi stabil. Sedangkan penggunaan input pupuk dapat menimbulkan risiko produksi apabila penggunaan pupuk terlalu sedikit atau terlalu banyak menyebabkan produksi tidak stabil. Dengan mengetahui sumber risiko maka dapat dilakukan cara penanganannya. Strategi pengelolaan risiko yang dapat dijadikan sebagai alternatif penanganan yaitu strategi preventif dan strategi mitigasi. Strategi preventif dilakukan untuk menghindari terjadinya risiko, sedangkan strategi mitigasi adalah strategi penanganan risiko untuk memperkecil dampak yang ditimbulkan dari risiko. Berbagai penelitian tentang risiko pada usahatani telah dilakukan. Prasmatiwi 2007 melakukan penelitian tentang studi perilaku petani dalam menghadapi risiko dan faktor-faktor yang mempengaruhi pada usahatani kubis di Kabupaten Lampung Barat; Fariyanti et al. 2007 melakukan penelitian tentang perilaku ekonomi rumahtangga petani sayuran yaitu kentang dan kubis pada kondisi risiko produksi dan harga di Kabupaten Bandung; dan Tahir et al. 2011 menganalisis risiko produksi usahatani kedelai pada berbagai tipe lahan di Sulawesi Selatan. Penelitian tentang risiko pada usatahani padi telah dilakukan oleh Ningsih 2012 yang melakukan penelitian tentang risiko produksi dan inefisiensi teknis usahatani padi gogo pada agroindustri lahan kering di Kabupaten Pamekasan. Zakirin et al. 2013 melakukan penelitian risiko usahatani padi menggunakan model risiko produksi Just and Pope untuk menganalisis pengaruh penggunaan input lahan, benih, pupuk, tenaga kerja dan pestisida terhadap risiko produksi padi pada lahan pasang surut di Kabupaten Pontianak. Abdullah 2007 melakukan studi komparatif perilaku petani terhadap risiko usahatani padi konvensional dan semi organik di Kabupaten Sragen, dan penelitian Wicaksono 2011