60 baik ini terlihat bahwa hasil tangkapan dan harga jual yang baik dinikmati
bersama nelayan ABK dan pengusaha pemilik kapal. Kegiatan riset perikanan juga intensif terjadi di lokasi, dimana nelayan dan
masyarakat lokal sering terlibat sebagai enumerator dan responden dalam kegiatan riset tersebut. Adapun kegiatan riset perikanan dan konservasi SDI yang
pernah terjadi di Palabuhanratu dengan melibatkan nelayan dan masyarakat lokal, diantaranya disajikan pada Tabel 4.
Promosi potensi perikanan merupakan faktor eksternal yang menjadi peluang bagi pengembangan co-management perikanan tangkap di Palabuhanratu.
Pengembangan kawasan perikanan tangkap dengan basis pelabuhan perikanan biasanya cukup mudah dengan mengundang investor melalui promosi perikanan.
Bentuk co-management perikanan tangkap yang dikembangkan guna mempromosikan potensi perikanan diantaranya pesta laut setiap tahun di
Palabuhanratu, pencanangan program minapolitan pada tahun 2010, pelibatan HNSI dan wakil nelayan dalam kegiatan promosi Kabupaten Sukabumi di
Bandung. Hubungan baik yang terbina melalui pola promosi perikanan ini memiliki rating = 3 atau baik.
Gambar 14 Introduksi teknologi dari eksternal pada pembuatan kapal perikanan.
Bimbingan teknis introduksi teknologi baru banyak terjadi di Palabuhanratu. Setiap tahunnya ada 5–10 kegiatan bimbingan teknis penangkapan ikan yang
dilakukan di Palabuhanratu. Bimbingan teknis dilaksanakan oleh perguruan tinggi
61 yang mendapat hibah penelitian. Pada tahun 2010-2011, IPB melakukan
bimbingan teknis atraktor cumi-cumi. Teknologi ini sebagai salah satu teknologi alternatif pengkayaan stok ikan. Aspek teknologi perikanan tangkap merupakan
merupakan salah satu faktor penting untuk mengembangkan co-management perikanan tangkap di Palabuhanratu. Pengembangan teknologi kapal dan peralatan
produksi berkembang cukup baik di Palabuhanratu. Nelayanpengolahpedagang ikan cukup sering mencoba alat tangkap desain baru, mesin olahan buatan dalam
negeri. Oleh karena itu introduksi teknologi baru dari luar termasuk peluang yang mendukung pengembangan co-management perikanan tangkap di Palabuhanratu.
4.4.2.2 Faktor ancaman
Faktor eksternal yang sifatnya ancaman dalam pengembangan co- management
perikanan tangkap diantaranya monopolipengaturan harga dan pendampingan serta hibah yang bernuansa politis. Pada tahun 1990-an,
monopolipengaturan harga sangat jelas terjadi dalam kegiatan pemasaran hasil perikanan. Seorang tengkulakpengusaha besar dapat menurunkan harga dengan
mudah terutama bila terjadi musim ikan. Namun hal tersebut sudah sedikit berkurang dengan rating = 2 atau cukup. Kesadaran dan saling percaya antara
nelayan dan pengumpul, serta pasar produk yang terbuka luas telah mengurangi ancaman di atas. Kalaupun terpaksa ada pengaturan harga ulang, biasanya sudah
ada kesepakatan sebelumnya dengan nelayan. Misalnya antara nelayan dan pengumpul perikanan langganan, dimana sudah disepakati harga jual untuk setiap
grade hasil tangkapan, dan bila tiba-tiba kualitas ikan berubah menjadi lebih jelek
pada saat transaksi jual-beli, maka harga bisa diturunkan. Namun kepercayaan ini masih sering disalah gunakan oleh oknum pengumpul yang hanya mengejar
keuntungan besar. Pendampingan, hibah kapal dan alat tangkap cukup banyak terjadi di
Palabuhanratu. Kegiatan ini, hampir semua melibatkan masyarakat setempat, baik dalam perencanaan maupun dalam penempatan barang-barang tersebut.
Kementerian Kelautan dan Perikanan KKP pada tahun 2010 mengajak masyarakat Palabuhanratu membuat perencanaan kapal yang akan dihibahkan
oleh Pemerintah. Penerapan prinsip co-management pada perencanaan pembuatan
62 kapal hibah tersebut disambut baik oleh masyarakat Palabuhanratu karena mereka
merasa dihargai dalam perencanaan kapal yang dibutuhkan, meskipun realisasi pembuatan kapal dibuat di tempat lain dan bernuansa politis. Informasi yang
tersebar di masyarakat Palabuhanratu memberi kesan bahwa tender hibah kapal oleh KKP cenderung masih bernuasa politis, sehingga beberapa HNSI yang dekat
dengan perencana project sering menjadi sasaran kekesalan masyarakat sekitar karena HNSI dianggap kongkalikong dengan pejabat pemberi hibah.
Ide pembagian zona pemanfaatan perairan pernah menjadi wacana dalam pengelolaan perikanan tangkap di Palabuhanratu. Ide ini terjadi karena perairan di
Palabuhanratu dilalui oleh kapal perikanan berukuran paling kecil hingga paling besar yang jumlahnya sangat banyak. Pemerintah Pusat pernah merencanakan
pembagian zona pemanfaatan di Palabuhanratu. Zona pemanfaatan ini dimaksudkan untuk membagi wilayah penangkapan ikan untuk kapal besar dan
kapal kecil. Meskipun tujuannya baik, hal ini berpengaruh bagi kelangsungan kegiatan perikanan tangkap apalagi rencana tersebut tidak terlebih dahulu
mendapat masukan dan saran dari masyarakat setempat. Pembagian zona dapat membatasi ruang gerak nelayan melakukan penangkapan ikan. Zonasi
berpengaruh pada penggunaan bahan bakar dan jumlah hasil tangkapan yang di dapat nelayan dengan rating = 2 atau cukup. Zonasi pemanfaatan ini baru
wacana, dan masyarakat berharap dapat terlaksana dengan baik dan mengakomodir kepentingan dan harapan masyarakat setempat sehingga co-
management perikanan tangkap lebih terasa di Palabuhanratu.
Perairan Palabuhanratu termasuk fishing ground yang cukup padat. Kondisi ini menyebabkan interaksi fishing ground dengan komponen perairan termasuk
ruaya ikan dan biota laut yang dilindungi sering terjadi. Adopsi IPTEK pada kegiatan yang dapat melindungi ruaya ikan dan biota laut yang dilindungi belum
berjalan baik di kawasan Palabuhanratu. Pengawasan dari aparat berwenang belum terlaksana secara efektif. Penangkapan satwa yang dilindungi seperti penyu
dan penggunaan bahan peledak untuk menangkap ikan masih banyak terjadi di Palabuhanratu. Konflik antara nelayan karena beberapa nelayan menangkap ikan
dengan bahan peledak di sekitar rumpon milik nelayan lain masih sering terjadi dengan rating = 1 atau rendah. Protes nelayan atas pengawasan yang lemah atas