Pendahuluan Model co management perikanan tangkap di Palabuhanratu
57 Kontrol penggunaan alat tangkap termasuk rendah di Palabuhanratu.
Apabila ada oknum nelayan yang mengembangkan alat tangkap, termasuk berbahaya seperti penggunaan bahan peledak, bisanya nelayan lainnya diam saja
dengan rating = 2 atau cukup. Dari sisi kontrol dan pengawasan, pelaksanaan co-management
perikanan tangkap belum maksimal. Pada tahun 2000 – 2002, nelayan banyak menggunaan bahan peledak dan bius dalam operasi penangkapan,
namun di kalangan nelayan cenderung membiarkannya. Akibatnya, banyak ikan- ikan belum layak tangkap dan bukan target mati, sehingga hasil tangkapan
nelayan juga turun pada periode tersebut. Konflik antara nelayan umumnya disebabkan perebutan fishing ground dan
tambat labuh. Nelayan yang memiliki peralatan lengkap umumnya tidak mau menginformasikan fishing ground yang potensial kepada nelayan lainnya.
Disamping itu, banyak kapal nelayan besar yang menangkap ikan pada jalur penangkapan kurang dari 4 mil. Ini memicu konflik antara nelayan besar dengan
nelayan kecil. Sebelum tahun 2007, di PPN Palabuhanratu, sering terjadi konflik antar nelayan, dimana nelayan yang mau bongkar muatan tidak mendapat tambat
labuh, sedangkan nelayan yang sudah tambat labuh tidak mau memindahkan kapalnya dengan alasan sedangkan menyiapkan perbekalan. Kondisi ini
kemudian menjadi sumber konflik diantara mereka. Pelaksanaan co-management perikanan tangkap dalam bentuk penyelesaian konflik bersama ini terkadang tidak
dapat berjalan dengan baik, dimana nelayan yang bertikai lebih mendahulukan ego masing-masing. Namun setelah areal tambat labuh PPN Plabuhanratu
diperluas pada tahun 2007 – 2009 dan informasi fishing ground serta kondisi cuaca disediakan secara gratis oleh Departemen Kelautan dan Perikanan DKP
melalui PPN Palabuhanratu, konflik dan mis-informasi fishing ground sudah berkurang dengan rating = 3 atau baik.
Kemampuan penyediaan perbekalan secara mandiri oleh nelayan juga tidak berkembang dengn baik. Koperasi maupun kelompok nelayan belum dapat
menyediakan semua kebutuhan nelayan untuk melaut. Hal ini terjadi disamping karena modal usaha terbatas juga pengelolaan perbekalan belum profesional atau
terkontrol dengan baik rating = 2 atau cukup. Pengelolaan terkait erat dengan SDM. Potensi SDM di Palabuhanratu yang besar jumlahnya ternyata tidak
58 menjamin terlaksananya co-management yang baik pada semua aspek
pengelolaan perikanan tangkap di Palabuhanratu. Jumlah nelayan di Palabuhanratu cukup banyak yaitu 5.234 orang pada tahun 2009. Walaupun
nelayan cukup banyak namun organisasi nelayan seperti koperasi dan kelompok nelayan belum banyak berkembang dan memberi konstribusi untuk penyediaan
perbekalan bagi nelayan. Banyak kebutuhan nelayan, seperti beras, minyak goreng, indomie, dan lainnya masih dibeli di pasar lokal yang harganya tentu yang
berlaku umum di pasar, meskipun dibeli dalam jumlah besar.