Kerangka Pemikiran Penelitian Model co management perikanan tangkap di Palabuhanratu

17 merupakan bentuk pengelolaan sumberdaya perikanan yang mengedepankan kerjasama berbagai pihak terkait. Ada dua pendekatan yang digunakan dalam pengelolaan ini, yaitu pengelolaan yang dilakukan oleh Pemerintah dan pengelolaan yang dilakukan oleh Nikijuluw, 2002. Gambar 7. Hierarki Pengelolaan Sumberdaya Alam Dengan Model Ko- manajemen Bengen. 2004. Jadi dalam Ko-manajemen, bentuk pengelolaan sumberdaya perikanan dan kelautan adalah hubungan kerjasama dari 2 dua pendekatan yaitu, pengelolaan yang dilakukan oleh Pemerintah government centralized management dan pengelolaan yang dilakukan oleh masyarakat community based management Gambar 7. Posisi konsep Ko-manajemen dalam hal ini adalah jembatan antara kegiatan-kegiatan yang government centralized management dengan kegiatan- kegiatan dari pendekatan community based management. Dengan pendekatan pengelolaan berbasis ko-manajemen ini diharapkan akan mampu mencapai tatanan hubungan kerjasama cooperation, komunikasi communication sampai pada hubungan kemitraan partnership. Dalam konsep ko-manajemen, masyarakat lokal merupakan salah satu kunci dari pengelolaan sumberdaya alam, sehingga praktek-praktek pengelolaan sumberdaya alam yang masih murni oleh masyarakat community-Based Resource Management; CBRM menjadi embrio dari penerapan ko-manajemen tersebut Nikijuluw, 2002. Pengelolaan Berbasis Pemerintah Pengelolaan Berbasis Masyarakat Pemerintah sebagai pusat pengelolaan Pemberitahuan Konsultasi Kerjasama Komunikasi Pertukaran informasi Pengawasan hukum Aksi kerjasama Rekanan Kontrol masyarakat Koordinasi antar daerah Ko-Manajemen 18 White et al. 1994 dalam Bengen 2004 menyatakan bahwa tidak ada pengelolaan sumberdaya alam berhasil tanpa melibatkan masyarakat lokal sebagai pengguna the users dari sumberdaya alam tersebut. Penerapan ko-manajemen akan berbeda-beda dan tergantung pada kondisi spesifik lokasi, sehinga ko- manajemen hendaknya tidak dipandang sebagai strategi tunggal untuk menyelesaikan seluruh problem dari pengelolaan sumberdaya perikanan dan kelautan, tetapi lebih dipandang sebagai alternatif pengelolaan yang sesuai untuk situasi dan lokasi tertentu Pomeroy dan Williams, 1994 dalam Bengen 2004. Pomeroy dan William 1994 dalam Bengen 2004 merekomendasikan 11 kondisi kunci keberhasilan Ko-Manajemen sebagai berikut : 1 Batas definisi wilayah yang jelas Batas wilayah yang dikelola harus jelas, sehingga nelayan dan pembudidaya ikan dapat memiliki pengetahuan yang akurat tentang sumberdaya yang mereka kelola. Batas-batas wilayah harus didasarkan atas ekosistem dimana nelayan dan pembudidaya ikan dapat secara mudah mengamati dan memahaminya. Besarnya wilayah harus disesuaikan dengan skala usaha dan teknologi yang tersedia 2 Keanggotaan yang jelas Nelayan-nelayan atau petani-petani ikan yang mempunyai hak-hak untuk memanfaatkan dan mengelola sumberdaya di suatu wilayah harus secara jelas didefinisikan. Jumlah keanggotaan yang terbatas ini akan memudahkan proses komunikasi dan pengambilan keputusan. 3 Kohesi kelompok Anggota-anggota organisasi seharusnya tinggal di dekat area. Kedekatan tempat tinggal ini memungkinkan adanya tingkat homogenitas yang tinggi, dalam asepek hubungan kekeluargaan, etnik, agama dan macam peralatan tangkap diantara anggota-anggota kelompok. 4 Organisasi yang ada sekarang Para nelayan dan petani ikan harus mempunyai pengalaman sebelumnya dengan sistem pengelolaan tradisional dan pengorganisasian yang berbasis masyarakat, keanggotaan organisasi harus mengakomodasikan semua stakeholders yang ada. 19 5 Manfaat melebihi biaya Setiap anggota kelompok mengharapkan agar manfaat yang diperoleh akan lebih besar dibandingkan dengan biaya yang mereka keluarkan. Dari segi administrasi dan pelaksanaan, dibandingkan rejim yang sifatnya sentralistik, Ko-manajemen membutuhkan total biaya yang lebih sedikit untk keduanya. Hanya saja, biaya administrasi dalam Ko-manajemen dapat lebih tinggi karena proses perumusan kebijaksanaan lebih banyak membutuhkan waktu dan melibatkan banyak kelompok 6 Partisipasi Pihak-pihak yang terlibat Semua pihak yang terlibat dalam pengelolaan sumberdaya harus disertakan dalam kelompok dan semua pihak mempunyai hak dalam pengambilan keputusan. 7 Penegakan aturan manajemen Aturan manajemen sebaiknya sederhana. Monitoring dan penegakan hak dapat dilakukan oleh semua anggota kelompok. 8 Hak Hukum Pengorganisasian Kelompok nelayan atau petani ikan dan organisasi mempunyai hak hukum untuk membuat peraturan yang mengikat kepada para anggotanya 9 Kerjasama dan Kepemimpinan pada level masyarakat Ada insentif dan kemauan para nelayan dan petani ikan untuk berpartisipasi secara aktif, baik dalam waktu, tenaga dan uang. 10 Desentralisasi dan delegasi wewenang otoritas Pemerintah mempunyai kebijakan yang formal dan atau hukum-hukum yang berkaitan dengan desentralisasi fungsi-fungsi administrasi dan delegasi tanggung jawab manajemen danatau otoritas kepada Pemerintah lokal dan tingkat organisasi lokal. 11 Koordinasi antar Pemerintah dan masyarakat Lembaga koordinasi eksternal harus didirikan. Kelompok-kelompok yang ada harus menempatkan wakilnya dalam lembaga koordinasi ini. Lembaga koordinasi ini bertugas untuk memonitor pengaturan manajemen lokal, menyelesaikan masalah konflik dan menegakkan peraturan-peraturan yang telah disepakati. 20 Sejalan dengan semangat reformasi yang berintikan demokrasi, maka dalam demokratisasi perumusan kebijakan sumberdaya perikanan dan kelautan merupakan tuntutan yang tidak bisa dihindarkan. Kebijakan perikanan dan kelautan yang berskala nasional, dalam proses perumusannya harus sedemikian rupa sehingga kepentingan-kepentingan pihak yang terkait dapat terakomodasi secara adil dan proporsional, baik peranan dari bawah maupun dari atas yang dijalin melalui kepentingan bersama ko-manajemen. Disini diperlukan organisasi kepentingan seperti LSM yang kokoh dan tidak terkooptasi, sehingga mampu mengartikulasikan kepentingan yang diwakilinya hingga ke tingkat perumusan kebijakan. Semua kepentingan tersebut harus diarahkan dan dicari titik temu yang dapat mengeliminir konflik pengelolaan Widodo dan Suadi, 2006. 2.3 Usaha Perikanan Tangkap 2.3.1 Klasifikasi usaha perikanan tangkap Manetsch dan Park 1977 mendefinisikan sistem sebagai suatu gugus dari elemen yang saling berhubungan dan terorganisasi untuk mencapai suatu tujuan atau suatu gugus dari tujuan-tujuan. Usaha perikanan tangkap adalah sebuah sistem yang tediri dari berbagai elemen yang saling terkait dan saling mempengaruhi dalam mencapai tujuan berupa hasil tangkapan dan pendapatan nelayan yang lebih baik. Menurut Monintja 1994, berdasarkan skalanya, usaha perikanan tangkap dapat dikelompokkan menjadi perikanan rakyat maupun perikanan industri. Perikanan rakyat umumnya mempunyai skala usaha yang kecil, sarana dan prasarana penangkapan terbatas. Hal ini terutama disebabkan karena modal usaha yang dimiliki terbatas. Kegiatan penangkapan ikan dalam perikanan rakyat umumnya dilakukan secara tradisional. Dengan kondisi di atas, maka produksi yang diperoleh relatif rendah, daya penangkapan dan pemasaran sangat terbatas. Menurut Purbayanto 2008 selama ini sumberdaya perikanan di Indonesia merupakan rezim “milik bersama” atau “common property regimes” yaitu siapa pun dapat memanfaatkannya. Pemanfaatan sumberdaya perikanan dan kelautan tersebut dari tahun ke tahun menunjukkan peningkatan pesat. namun penegakan hukum dan peraturan pengelolaan masih sangat lemah, sehingga dalam dalam 21 prakteknya kegiatan pemanfaatannya cenderung tidak terkendali. keadaan ini bila tidak segera diantisipasi dapat menyebabkan terjadinya perebutan sumberdaya atau dikenal dengan tragedy of common. Perikanan tangkap skala kecil dan perikanan tangkap skala besar ditentukan oleh cara operasi alat tangkap, teknologi alat tangkap yang digunakan, besarnya modal investasi, tenaga kerja dan kepemilikan usaha. Disebut perikanan tangkap skala besar atau skala industri jika kegiatan usaha penangkapan ikan menggunakan modal usaha yang besar, teknologi alat tangkap yang digunakan lebih bagus dan lebih modern, administrasi dan organisasinya lebih teratur sebagaimana layaknya suatu manajemen perusahaan yang dikelola secara professional. Sedangkan perikanan tangkap skala kecil jika kegiatan usaha penangkapan ikan modalnya kecil biasanya modal perorangan, teknologi alat tangkap yang digunakan lebih sederhana terkadang alat tangkap sangat tradisional, tidak memiliki organisasi dan pengelolaan administrasi yang baik Hermawan, 2006. Murdiyanto 2004 menjelaskan bahwa usaha perikanan tangkap skala kecil masih mendominasi usaha perikanan tangkap di Indonesia. Hampir 90 skala usaha perikanan tangkap yang oleh nelayan di Indonesia tergolong usaha perikanan tangkap skala kecil. Diperkirakan lebih dari 10 juta nelayan Indonesia masih tergolong memiliki usaha perikanan tangkap skala kecil yang mendaratkan ikan 20 juta ton ikan per tahun. Usaha perikanan tangkap skala kecil di Indonesia hampir tidak berubah dari tahun ke tahun baik cara operasi, teknologi yang digunakan, modal yang dimiliki maupun manajemen yang diterapkan. Perubahan pada cara operasi dan teknologi hanya sedikit berubah dari perahu tanpa motor menjadi perahu dengan motor, itu pun masih dengan motor tempel. Demikian pula cara operasi dan teknologi alat tangkap yang dimiliki masih bersifat mencari ikan bukan menangkap ikan disebabkan para nelayan Indonesia sangat lemah dalam penguasan fishing ground dan kemampuan memanfaatkan teknologi alat tangkap. Teknologi penginderaan jauh multisensor dan multikanal untuk pemantaun kondisi laut menjadi salah satu metode alternatif untuk penyediaan data oseanografi secara time series dan real time Simbolon, 2011.