33 peran Pemerintah kecil. Hal ini sejalan dengan Nikijuluw 2002 bahwa co-
management dengan peran Pemerintah lebih dominan ke peran Pemerintah yang kurang dengan urutan co-management instruktive, consultatative, cooperative,
advisory dan normative. 2.9
Co-management Sebagai Upaya Pemberdayaan
Menurut Jentoft 2004 co-management membutuhkan peningkatan kapasitas. Peningkatan kapasitas meliputi peningkatan kapasitas kepribadian,
kognitif, motivasi dan konseptual. Pemberdayaan melalui co-management dapat dicapai secara kolektif karena co-management bekerja di tingkat kelompok,
masyarakat dan bahkan pada suatu kawasan yang lebih luas dengan melibatkan banyak stakeholders
Batasan untuk pemberdayaan adalah : 1.
Kepentingan publik dalam pengelolaan perikanan dan negara memiliki tanggung jawab untuk menegakan aturan pengelolaan
2. Campur tangan Pemerintah meliputi kekuasaan legislatif, sumberdaya
keuangan modal, dukungan pendidikan 3.
Campur tangan pengelola perikanan dalam hubungan sosial dan proses dari beberapa kompleksitas
Pengelolaan bersama telah diterapkan dan dilaksanakan dengan instrumental dari Pemerintah. Hal ini telah menciptakan situasi dimana proses berbeda dengan
yang direncanakan akan menyebabkan pemberdayaan tidak berjalan di masyarakat setempat.
2.10 Co-management
Perikanan Pendelegasian Tanggung Jawab Pemerintah Kepada Organisasi Nelayan
Menurut Jentoft 1989 bahwa co-management perikanan adalah pendelegasian wewenang dan tanggung jawab kepada organisasi nelayan.
Pemerintah membuat aturan, kemudian nelayan mengimplemetasikan dan saling mengontrol aturan yang sesuai dengan organisasi nelayan yang akan dilaksanakan
dengan baik dan sebaliknya. Co-management juga berarti organisasi nelayan diberikan otoritas oleh Undang-undang untuk mengontrol kepastian hukum atas
aturan itu. Di Norwegia Pemerintah menyediakan Dewan Penasehat bagi
34 organisasi nelayan, Dewan Penasehat itu terdiri atas perwakilan nelayan, industri
perikanan, dimana Pemerintah berkonsultasi sebelum aturan di undangkan, oleh karena itu co-management berarti organisasi perikanan yang tidak hanya
menjalankan keputusan Pemerintah tetapi juga punya otoritas membuat dan mengimplementasikan aturan itu bagi mereka sendiri.
2.11 Tipikal Kebijakan Perikanan Tangkap
Kebijakan policy sering diartikan sebagai aturan main atau set of rule of law. Kebijakan dapat berupa formal law positive law dan informal law
written. Dalam suatu negara, kebijakan biasanya dibuat oleh Pemerintah, dan kalaupun tidak membuat secara langsung, tetapi Pemerintah mempunyai peran
dan wewenang untuk melegitimasi dan melindungi kebijakan yang dibuat secara legal oleh suatu lembaga tertentu sebagai aturan internal lembaga tersebut.
Terkait dengan tatanan kenegaraan, kebijakan merupakan suatu bentuk keputusan Pemerintah atau lembaga yang dibuat agar dapat memecahkan suatu masalah
dalam rangkah mewujudkan suatu keinginan rakyat Nikijuluw, V. 2005. Berdasarkan tingkatannya, kebijakan dibedakan atas tiga macam
Nikijuluw, V. 2005 yaitu : 1
Kebijakan umum; kebijakan umum merupakan kebijakan yang dalam bentuk Undang-Undang. Kebijakan umum lebih menekankan pada isu
strategis. 2
Kebijakan pelaksanaan; kebijakan pelaksanaan merupakan kebijakan dalam bentuk peraturan Pemerintah pusat dan daerah yang biasanya berupa aturan
umum operasional. Kebijakan pelaksanaan cenderung memberikan pertimbangan pada isu strategis dan masalah teknis.
3 Kebijakan teknis; kebijakan teknis merupakan kebijakan operasional yang
dibawahi oleh kebijakan pelaksanaan. Kebijakan teknis lebih menekankan pada masalah teknis yang terjadi di lapangan.
2.12 Arahan Kebijakan Perikanan Tangkap
Menurut Lawson 1984, Pemerintah perlu mengambil beberapa kebijakan dalam pengelolaan perikanan tangkap sehingga pengelolaan tersebut tetap
berkelanjutan. Kebijakan tersebut dapat mencakup pembatasan alat tangkap
35 restriction on gears, penutupan musim closed season, penetapan kuota
penangkapan, penutupan area closed area, dan pembatasan ukuran ikan yang didaratkan.
Menurut Kesteven 1973, sarana produksi merupakan indikator utama penunjang ke arah berkembangnya usaha perikanan tangkap. Sarana produksi
tersebut antara lain penyediaan alat tangkap, pabrik es, galangan kapal, instalasi air tawar dan listrik serta pendidikan dan pelatihan tenaga kerja
Menurut Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap 2007, pelabuhan perikanan adalah pusat pengembangan ekonomi ditinjau dari aspek produksi,
pengolahan dan pemasaran. Pelabuhan perikanan berfungsi sebagai pusat pengembangan masyarakat nelayan, tempat berlabuh kapal perikanan, tempat
pendaratan ikan hasil perikanan, pusat pemasaran dan distribusi ikan hasil tangkapan, pusat pelaksanaan pembinaan mutu hasil perikanan serta pusat
pelaksanaan penyuluhan dan pengumpulan data. Keputusan bersama Mentan dan Menhub Pasal 1 No. 493KPTSIK.410796 dan No. SK.2AL.106PNB-96
menyatakan bahwa pelabuhan perikanan sebagai prasarana perikanan adalah tempat pelayanan umum bagi masyarakat nelayan dan usaha perikanan, sebagai
pusat pembinaan dan peningkatan kegiatan ekonomi perikanan yang dilengkapi dengan fasilitas di darat dan di perairan sekitarnya, untuk digunakan sebagai
pangkalan operasional, tempat berlabuh, bertambat, mendaratkan hasil, penanganan, pengolahan, distribusi dan pemasaran hasil perikanan.
Unit pengolahan bertujuan untuk mempertahankan kualitas hasil tangkapan dengan melakukan penanganan yang tepat dan mengutamakan produksi selalu
dalam keadaan higienis dan terhindar dari sanitasi. Unit pengolahan ini terdiri dari terdiri dari handling atau penanganan, processing dan packaging. Pada
masyarakat nelayan, unit pengeolahan ini sederhana dan masih bersifat tradisional yang kegiatannya meliputi penggaraman, pendinginan, pengeringan dan
pengasapan Moeljanto, 1996. Hanafiah dan Saefuddin 1986 menyebutkan bahwa pemasaran merupakan
arus pergerakan barang-barang dan jasa dari produsen ke tangan konsumen. Dalam sistem perikanan tangkap, produsen merupakan masyarakat nelayan yang
menyiapkan hasil tangkap dengan kualitas tertentu dan konsumen merupakan