Penilaian gabungan aspek pengelolaan
103 Hasil survei lapang menunjukkan bahwa purse seine di Pelabuhan mempunyai
alat pendukung penangkapan yang baik seperti echosounder, kompas, roller, mesin lampu, dan pelampung permanen, sehingga mendukung operasinya
sepanjnag tahun. Sedangkan untuk gillnet, juga termasuk handal pada alat pendukung penangkapannya, dimana alat pendukung minimalnya dapat terdiri
dari kompas, radio HT, dan mesin lampu. Kondisi ini sangat mendukung kinerja usaha perikanan tangkap selama operasi di Palabuhanratu. Menurut PPN
Palabuhanratu 2010, usaha perikanan gillnet di atas 10 GT telah dilengkapi dengan alat pendukung yang baik, sehingga setiap bulan dapat dioperasikan
secara intensif 4 -5 trip. Gillnet
dan purse seine mempekerjakan ABK cukup banyak untuk setiap trip penangkapannya, dimana untuk gillnet dapat mencapai 7 – 10 orang, dan
purse seine dapat mencapai 11-15 orang, sehingga bila dibina dengan baik melalui
co-management kooperatif, akan menjadi potensi besar untuk pengelolaan
perikanan tangkap secara berkelanjutan. Dalam kaitan ini, maka program bimbingan teknis, praktek teknologi penangkapan baru, dan pelatihan dapat secara
aktif melibatkan ABK langsung, sehingga mereka dapat menerapkannya pada kegiatan teknis perikanan tangkap yang dilakukannya. Menurut Nikijuluw 2005,
pelibatan pelaku langsung perikanan dalam berbagai program co-management dapat menciptakan kondisi bisnis perikanan yang kondusif dan secara jangka
panjang menjadi kekuatan ekonomi daerah yang diperhitungkan. Dalam kaitan dengan co-managemnet, Pemerintah Daerah dapat mengambil
peran penting untuk mendukung transfer teknologi penangkapan bagi nelayan dan masyarakat pesisir di Palabuhanratu, karena secara jangka panjang dapat
memperkuat ekonomi pesisir di kawasan. PEMDA Kabupaten Sukabumi perlu mengambil peran aktif untuk membina, melatih, dan mengayomi masyarakat
nelayan sekitar, dan harus menjadi penengah dalam setiap konflik pengelolaan yang ada. Hendriwan et al. 2008 dalam penelitiannya memperlihatkan
keberhasilan PEMDA Kota Lampung dalam menyelesaikan konflik perikanan pasca pemindahan basis perikanan ke PPI Lempasing, Teluk Lampung.
PEMDA Kota Bandar Lampung dengan didukung PEMDA Propinsi Lampung aktif menyelesaikan masalah kesulitan hasil tangkapan, konflik fishing ground
104 nelayan besar dengan nelayan kecil, dan konflik perumahan nelayan. Peran aktif
tersebut direspon sangat positif oleh stakeholders perikanan yang bertikai, dimana Pemerintah Daerah memberikan perhatian penuh pada masa depan usaha
perikanan dan kehidupan keluarga mereka. Hal seperti ini tentu sangat baik dicontoh dalam penerapan co-management pengelolaan perikanan tangkap di
Palabuhanratu. Namun bila melihat lebih jauh terkait dengan aspek ekonomi ini dikaitkan
dengan kinerja usaha perikanan yang ada, maka longline, payang, dan purse seine menjadi usaha perikanan tangkap yang paling baik prospek bisnisnya Tabel 17.
Aspek ekonomi ini penting dalam pemilihan usaha perikanan yang mendukung co-management
karena terkait dengan jaminan kelangsungan usaha dan peningkatan kesejahteraan bagi nelayan dan masyarakat pesisir. Longline
mempunyai pendapatan kotor yang fantastis mencapai Rp.9.716.820.000 per tahun atau Rp 809.735.000 per trip. Longline juga mempunyai tingkat
penggembalian usaha yang mencapai 39,52 kali dari nilai investasi awalnya. Syarifin 1993 dalam penelitiannya menyatakan bahwa pendapatan yang
didapatkan secara langsung setelah nelayan pulang melaut sangat berpengaruh secara psikologis dan menentukan kinerja nelayan dalam operasi penangkapan
ikan berikutnya. Kondisi ini sangat mempengaruhi pendapatan usaha penangkapan secara jangka panjang. Sedangkan tingkat pengembalian investasi
sangat menentukan keberlanjutan usaha di masa yang akan datang. Hal ini harus menjadi perhatian penting dalam berbagai kegiatan pembinaan dan
pengembangan usaha perikanan dalam konteks co-management di Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat.
Payang mempunyai internal rate of return IRR yang sangat baik, mencapai 163,5 , dan purse seine mempunyai benefit-cost ratio BC ratio
yang paling tinggi dibandingkan usaha perikanan lainnya yaitu mencapai 1,47. Nilai IRR payang ini memberi indikasi bahwa pengelolaan usaha perikanan
payang relatif lebih baik dalam membawa manfaat bagi investasi yang dikeluarkan. Setiap 100 satuan nilai investasi yang dikeluarkan dapat membawa
manfaat sebesar 163,5 satuan setelah usaha perikanan ini dilakukan. Soenarno et al. 2007 menyatakan usaha perikanan yang memberi manfaat
105 banyak lebih dapat menggerakan semua lapisan masyarakat pesisir untuk
berpartisipasi mendukungnya termasuk dari kalangan gender dan anak nelayan. Hal ini tentu sangat baik bagi pengembangan co-management terpilih dalam
pengelolaan. Nilai BC ratio dan kriteria ekonomi lainnya, juga menjadi pertimbangan penting dalam pengembangan usaha perikanan dengan orientasi
bisnis. Dalam kaitan ini, maka pertimbangan semua kriteria menjadi penting dalam penilaian aspek ekonomi semua usaha perikanan tangkap yang di
Palabuhanratu. Usaha perikanan trammel net merupakan usaha perikanan tangkap yang
paling tidak unggul dari aspek ekonominya di Palabuhanratu. Hasil analisis menunjukkan bahwa usaha perikanan ini mempunyai nilai yang rendah untuk
pendapatan kotor per tahun Rp.427.480.000 per tahun, pendapatan kotor per trip Rp.2.590.788 per trip, NPV Rp.176.327.017, BC ratio 1,07, dan IRR
25,3. Dalam kaitan dengan pengembangan co-management yang bersifat mendorong partisipasi nelayan dan masyarakat pesisir, maka usaha perikanan
dengan kinerja ekonomi yang rendah kurang baik dijadikan fokus pengembangan. Menurut Brown et al. 2005 menyatakan fokus utama dalam penerapan co-
management adalah menawarkan alternatif pengelolaan yang baik, integratif, dan
membawa manfaat lebih bagi masyarakat sasaran. Hal ini tentunya didukung oleh program-program yang tepat guna dan teruji kehandalan atau dampaknya bagi
kesejahteraan masyarakat sasaran. Pemilihan usaha perikanan tangkap yang mendukung co-management
terpilih juga dilihat dari aspek sosial dan budayanya. Usaha perikanan tangkap yang memberi pengaruh positif pada kehidupan sosial masyarakat dan dalam
operasinya tidak bertentangan dengan tata nilai dan budaya sangat diperhitungkan. Hal ini penting supaya pengelolaan perikanan tangkap dengan konsep
co-management dapat diterima dengan baik dan mengakar dalam kehidupan sosial
masyarakat Palabuhanratu. Payang dan gillnet merupakan usaha perikanan tangkap yang paling unggul dari aspek sosial dan budaya ini. Kedua usaha
perikanan tangkap ini dianggap sebagai usaha perikanan yang paling diandalkan dalam mensejahterakan keluarga nelayan dan mendukung pendidikan anak.
Hal ini bisa jadi karena menyerap tenaga kerja yang banyak dan kegiatan
106 operasinya cukup stabil setiap tahun rata-rata 10 bulan operasi per tahun.
Menurut PPN Palabuhanratu 2010, penerapan tenaga kerja perikanan tangkap di Palabuhanratu cenderung meningkat dari tahun ke tahun, dengan peningkatan
signifikan terjadi pada usaha perikanan payang, gillnet, dan pancing tonda. Pada tahun 2000, jumlah nelayan Palabuhanratu sekitar 2.354 orang, dan pada tahun
2009, jumlah mereka diperkirakan sudah mencapai 5.234 orang
PPN Palabuhanratu, 2010. Payang, gillnet, dan pancing tonda juga tergolong dari aspek ekonomi dalam
pengelolaannya Tabel 17, sehingga kebutuhan hidup keluarga nelayan, pendidikan anak, dan rasa tentram juga dapat dipenuhi dan dinikmati oleh selama
bekerja pada usaha perikanan tangkap tersebut. Musick et al. 2008 menyatakan bahwa sistem proteksi pengelolaan perikanan tidak hanya diupayakan pada
pelestarian stock sumberdaya ikan, tetapi juga perlu untuk perlindungan mata pencaharian dan kehidupan keluarga nelayan sekitar. Hal ini penting untuk
menggerakkan partisipasi masyarakat lokal dalam setiap program pengelolaan yang berkelanjutan di suatu kawasan perairan.
Longline juga mempunyai kontribusi yang baik dari aspek sosial dan budaya
ini, namun sedikit di bawah payang dan gillnet terutama dalam memberikan kenyaman secara sosial. Hal ini bisa jadi karena operasi setiap trip penangkapan
gillnet bisa memakan waktu 1-2 bulan, sehingga kurang nyaman terutama bagi
keluarga yang ditinggalkan. Di samping itu, lamanya di laut cenderung membuat nelayan lepas kontrol saat kembali ke daratan. Hasil penelitian Purba 2009 di
Indaramayu menunjukkan bahwa setelah nelayan kembali dari melaut selama 30-45 hari, banyak diantara yang mengadakan pesta minuman keras untuk
menghilangkan kepenatan selama di laut, dan bahkan ada yang meninggal karena kelebihan dosis. Bila model co-management pengelolaan perikanan tangkap
dikembangkan di Palabuhanratu, hal-hal seperti ini perlu menjadi fokus pembinaan sehingga usaha perikanan yang ada lebih bermanfaat bagi kehidupan
nelayan dan ekonomi daerah. Tabel 20 dan Tabel 21 menggabungkan semua aspek pengelolaan dalam menilai payang, pancing ulur, jaring rampus, bagan
apung, trammel net, purse seine, gillnet, pancing tonda, dan longline di Palabuhanratu. Dari penilaian gabungan aspek biologi, teknologi, ekonomi, sosial