58 menjamin terlaksananya co-management yang baik pada semua aspek
pengelolaan perikanan tangkap di Palabuhanratu. Jumlah nelayan di Palabuhanratu cukup banyak yaitu 5.234 orang pada tahun 2009. Walaupun
nelayan cukup banyak namun organisasi nelayan seperti koperasi dan kelompok nelayan belum banyak berkembang dan memberi konstribusi untuk penyediaan
perbekalan bagi nelayan. Banyak kebutuhan nelayan, seperti beras, minyak goreng, indomie, dan lainnya masih dibeli di pasar lokal yang harganya tentu yang
berlaku umum di pasar, meskipun dibeli dalam jumlah besar.
4.4.2 Kondisi eksternal pelaksanaan co-management
4.4.2.1 Faktor peluang
Hasil identifikasi faktor eksternal yang menjadi peluang terlaksananya co- management
perikanan tangkap di Palabuhanratu disajikan pada Tabel 3. Tabel 3 Faktor eksternal co-management perikanan tangkap di Palabuhanratu
Faktor Eksternal Bobot
Rating Skor
Peluang : Kedekatan dengan pasar potensial jalur ekspor
0,18 4
0,72 Intensitas program riset dan konservasi SDI
0,09 3
0,27 Adanya promosi potensi perikanan
0,08 3
0,24 Trend kerjasama permodalan dengan pihak luar
0,10 2
0,2 Bimbingan teknis introduksi teknologi baru dari PT
0,08 3
0,24 Ancaman :
Kegiatan monopolipengaturan harga oleh kelompok tertentu
0,15 2
0,3 Pendampingan dan hibah yang bernuansa politis
0,10 1
0,1 Ide pembagian zona pemanfaatan perairan
0,07 2
0,14 Pengawasan eksternal yang lemah dari aparat
0,05 1
0,05 Pencemaran lingkungan
0,10 2
0,2 Total
1 2,46
Faktor kedekatan dengan pasar potensial dan jalur ekspor, serta faktor trend kerjasama permodalan dengan pihak luar memberi peluang besar bagi
pelaksanaan co-management perikanan tangkap dengan bobot masing-masing 0,19 dan 0,10. Kedekatan Palabuhanratu dengan Ibukota negara membuka
peluang yang luas untuk pemasaran hasil perikanan dari Palabuhanratu. Kedekatan dengan bandar udara internasional Cengkareng dan pelabuhan laut
59 internasional Tanjung Priok juga membuka peluang pengembangan pasar hasil
perikanan tangkap Palabuhanratu. Dengan akses transportasi yang cukup baik ini peluang menarik minat investor untuk berkolaborasi dengan masyarakat setempat
guna mengembangkan usaha perikanan tangkap terbuka lebar. Tabel 4 Riset perikanan yang melibatkan masyarakat lokal di Palabuhanratu
No Jenis riset
Fokus Pelibatan Masyarakat Lokal
1. Penelitian usaha perikanan
potensial, PEMP DKP RI dan LSM, 2001 – 2002
Identifikasi kelayakan usaha, pengembangan
usaha potensial Responden, terlibat dalam dalam
identifikasi usaha perikanan potensial, pelatihan kelayakan usaha
2. Kajian Mutu Produk Olahan
Ikan by Catch, IPB, 2002 – 2005,
Uji mutu ikan by catch hasil tangkapan nelayan,
alternatif olahan produk ikan by catch
Responden, enumerator, ikut serta dalam pelatihan, bimbingan teknis
pengolahan ikan by catch,
3. Atraktor Cumi-cumi :
Teknologi Tepat Guna Pendesaan, IPB, 2003, 2010-
2011 Desain atraktor cumi
bunga karang dari kawat dan ban bekas, analisis
prospek ekonomi Ikut
serta dalam perancangan atraktor, pemasangan atraktor, dan
analisis finansial atraktor 4.
Pengembangan sistem informasi perikanan, Lembaga
Riset DKP RI dan perorangan, 2003, 2005, 2008
Pengembangan sistem informasi pelabuhan,
informasi penangkapan, dan lain-lain
Responden, terlibat dalam pengumpulan data lapang, dan FGD
pengembangan SIM
5. Kajian Zonasi Pemanfaatan
Sumberdaya Perikanan, DKP RI, 2008-2009
Identifikasi fishing
ground, jalur
penangkapan, alat tangkap, dukungan sosial
Enumerator, responden, praktek operasi penangkapan, dan lainnya
6. Identifikasi peluang
pengembangan kawasan minapolitan, DKP, 2009-2010
Identifikasi dukungan
potensi SDI, usaha, infrastruktur, dan
dukungan masyarakat untuk kawasan
minapolitan Responden, terlibat dalam FGD,
launching oleh Menteri KKP, dan lainnya
7. Riset potensi perikanan lainnya,
2001 – 2010, PT, Lembaga Riset, LSM
Identifikasi SDI, alat tangkap, fishing ground,
dan lain-lain Enumerator,
responden, pendampingan lapang dan laut, dan
lainnya
Saat ini kerjasama “manajemen kolaboratif” berbagai stakeholders pada usaha perikanan tangkap di Palabuhanratu telah terjadi dengan baik. Kerjasama
kolaboratif ini telah terjadi pada usaha unit usaha longline, purse seine, dan pancing tonda. Banyak pengusaha dari Tegal, Pasuruan, dan lainnya telah
menjalin kerjasama dengan nelayan Palabuhanratu. Nelayan dari luar Palabuhanratu menitipkan kapalnya dan biaya operasional kepada nelayan
Palabuhanratu selama musim ikan dengan rating = 3 atau baik. Pola co- management
perikanan tangkap dalam hal menitipkan investasi alat tangkap kepada nelayan Palabuhanratu lebih baik daripada meminjamkan modal usaha
oleh bakultengkulak kepada nelayan. Co-management dalam hal meminjamkan alat tangkap kepada nelayan Palabuhanratu oleh nelayan dari daerah lain lebih
60 baik ini terlihat bahwa hasil tangkapan dan harga jual yang baik dinikmati
bersama nelayan ABK dan pengusaha pemilik kapal. Kegiatan riset perikanan juga intensif terjadi di lokasi, dimana nelayan dan
masyarakat lokal sering terlibat sebagai enumerator dan responden dalam kegiatan riset tersebut. Adapun kegiatan riset perikanan dan konservasi SDI yang
pernah terjadi di Palabuhanratu dengan melibatkan nelayan dan masyarakat lokal, diantaranya disajikan pada Tabel 4.
Promosi potensi perikanan merupakan faktor eksternal yang menjadi peluang bagi pengembangan co-management perikanan tangkap di Palabuhanratu.
Pengembangan kawasan perikanan tangkap dengan basis pelabuhan perikanan biasanya cukup mudah dengan mengundang investor melalui promosi perikanan.
Bentuk co-management perikanan tangkap yang dikembangkan guna mempromosikan potensi perikanan diantaranya pesta laut setiap tahun di
Palabuhanratu, pencanangan program minapolitan pada tahun 2010, pelibatan HNSI dan wakil nelayan dalam kegiatan promosi Kabupaten Sukabumi di
Bandung. Hubungan baik yang terbina melalui pola promosi perikanan ini memiliki rating = 3 atau baik.
Gambar 14 Introduksi teknologi dari eksternal pada pembuatan kapal perikanan.
Bimbingan teknis introduksi teknologi baru banyak terjadi di Palabuhanratu. Setiap tahunnya ada 5–10 kegiatan bimbingan teknis penangkapan ikan yang
dilakukan di Palabuhanratu. Bimbingan teknis dilaksanakan oleh perguruan tinggi
61 yang mendapat hibah penelitian. Pada tahun 2010-2011, IPB melakukan
bimbingan teknis atraktor cumi-cumi. Teknologi ini sebagai salah satu teknologi alternatif pengkayaan stok ikan. Aspek teknologi perikanan tangkap merupakan
merupakan salah satu faktor penting untuk mengembangkan co-management perikanan tangkap di Palabuhanratu. Pengembangan teknologi kapal dan peralatan
produksi berkembang cukup baik di Palabuhanratu. Nelayanpengolahpedagang ikan cukup sering mencoba alat tangkap desain baru, mesin olahan buatan dalam
negeri. Oleh karena itu introduksi teknologi baru dari luar termasuk peluang yang mendukung pengembangan co-management perikanan tangkap di Palabuhanratu.
4.4.2.2 Faktor ancaman
Faktor eksternal yang sifatnya ancaman dalam pengembangan co- management
perikanan tangkap diantaranya monopolipengaturan harga dan pendampingan serta hibah yang bernuansa politis. Pada tahun 1990-an,
monopolipengaturan harga sangat jelas terjadi dalam kegiatan pemasaran hasil perikanan. Seorang tengkulakpengusaha besar dapat menurunkan harga dengan
mudah terutama bila terjadi musim ikan. Namun hal tersebut sudah sedikit berkurang dengan rating = 2 atau cukup. Kesadaran dan saling percaya antara
nelayan dan pengumpul, serta pasar produk yang terbuka luas telah mengurangi ancaman di atas. Kalaupun terpaksa ada pengaturan harga ulang, biasanya sudah
ada kesepakatan sebelumnya dengan nelayan. Misalnya antara nelayan dan pengumpul perikanan langganan, dimana sudah disepakati harga jual untuk setiap
grade hasil tangkapan, dan bila tiba-tiba kualitas ikan berubah menjadi lebih jelek
pada saat transaksi jual-beli, maka harga bisa diturunkan. Namun kepercayaan ini masih sering disalah gunakan oleh oknum pengumpul yang hanya mengejar
keuntungan besar. Pendampingan, hibah kapal dan alat tangkap cukup banyak terjadi di
Palabuhanratu. Kegiatan ini, hampir semua melibatkan masyarakat setempat, baik dalam perencanaan maupun dalam penempatan barang-barang tersebut.
Kementerian Kelautan dan Perikanan KKP pada tahun 2010 mengajak masyarakat Palabuhanratu membuat perencanaan kapal yang akan dihibahkan
oleh Pemerintah. Penerapan prinsip co-management pada perencanaan pembuatan
62 kapal hibah tersebut disambut baik oleh masyarakat Palabuhanratu karena mereka
merasa dihargai dalam perencanaan kapal yang dibutuhkan, meskipun realisasi pembuatan kapal dibuat di tempat lain dan bernuansa politis. Informasi yang
tersebar di masyarakat Palabuhanratu memberi kesan bahwa tender hibah kapal oleh KKP cenderung masih bernuasa politis, sehingga beberapa HNSI yang dekat
dengan perencana project sering menjadi sasaran kekesalan masyarakat sekitar karena HNSI dianggap kongkalikong dengan pejabat pemberi hibah.
Ide pembagian zona pemanfaatan perairan pernah menjadi wacana dalam pengelolaan perikanan tangkap di Palabuhanratu. Ide ini terjadi karena perairan di
Palabuhanratu dilalui oleh kapal perikanan berukuran paling kecil hingga paling besar yang jumlahnya sangat banyak. Pemerintah Pusat pernah merencanakan
pembagian zona pemanfaatan di Palabuhanratu. Zona pemanfaatan ini dimaksudkan untuk membagi wilayah penangkapan ikan untuk kapal besar dan
kapal kecil. Meskipun tujuannya baik, hal ini berpengaruh bagi kelangsungan kegiatan perikanan tangkap apalagi rencana tersebut tidak terlebih dahulu
mendapat masukan dan saran dari masyarakat setempat. Pembagian zona dapat membatasi ruang gerak nelayan melakukan penangkapan ikan. Zonasi
berpengaruh pada penggunaan bahan bakar dan jumlah hasil tangkapan yang di dapat nelayan dengan rating = 2 atau cukup. Zonasi pemanfaatan ini baru
wacana, dan masyarakat berharap dapat terlaksana dengan baik dan mengakomodir kepentingan dan harapan masyarakat setempat sehingga co-
management perikanan tangkap lebih terasa di Palabuhanratu.
Perairan Palabuhanratu termasuk fishing ground yang cukup padat. Kondisi ini menyebabkan interaksi fishing ground dengan komponen perairan termasuk
ruaya ikan dan biota laut yang dilindungi sering terjadi. Adopsi IPTEK pada kegiatan yang dapat melindungi ruaya ikan dan biota laut yang dilindungi belum
berjalan baik di kawasan Palabuhanratu. Pengawasan dari aparat berwenang belum terlaksana secara efektif. Penangkapan satwa yang dilindungi seperti penyu
dan penggunaan bahan peledak untuk menangkap ikan masih banyak terjadi di Palabuhanratu. Konflik antara nelayan karena beberapa nelayan menangkap ikan
dengan bahan peledak di sekitar rumpon milik nelayan lain masih sering terjadi dengan rating = 1 atau rendah. Protes nelayan atas pengawasan yang lemah atas
63 nelayan yang melakukan penangkapan dengan bom belum direspon dengan baik
oleh petugas pengawasan. Mediasi untuk memecahkan konflik diantara nelayan yang terjadi di laut belum efektif menyelesaikan konflik tersebut dan konflik
sering berulang terjadi karena lemahnya pengawasan oleh aparat berwenang. Tabel 5 Konflik pengelolaan perikanan di Palabuhanratu
No Jenis konflik
Pihak Bertikai Keterangan
1. Penggunaan bahan
peledak, 2000- 2010 Nelayan rumpon dan
bukan rumpon Berulang, melibatkan banyak
kelompok nelayan 2.
Jalur penangkapan, 2003 - 2007
Nelayan besar, nelayan kecil,
POLAIR Sering, terutama pada musim
paceklik 3.
Penangkapan penyu dan lainnya
Nelayan dan aparat Pengawasan lemah, tindakan
kurang tegas, tidak adil 4.
Konflik penjualan ikan, 2004-2007
Nelayan, tengkulak, industri, pedagang
TPI tidak aktif, harga diatur tengkulak, industri lepas
tangan 5.
Konflik hibah perikanan
Nelayan, HNSI, PEMDA, masyarakat
Sering disusupi unsur politis 6.
Konflik tambat labuh pelabuhan
Nelayan lokal, nelayan pendatang,
PPN, PEMDA Selesai melalui pengaturan
lama retribusi tambat labuh, lokasi tambat labuh
Pencemaran lingkungan perairan laut mempunyai pengaruh besar bagi usaha perikanan tangkap di Palabuhanratu. Bila laut tercemar, maka hasil
tangkapan ikan kurang sehat dikonsumsi. Pencemaran memiliki bobot = 10 dari 10 faktor eksternal yang ada. Selama ini, limbah padat dan cair yang berasal
dari kegiatan perikanan, industri dan aktivitas masyarakat pesisir sering di buang ke perairan Palabuhanratu, sehingga perairan terlihat agak keruh dan kotor.
Akumulasi dampak pencemaran ini dapat menyebabkan hasil tangkapan ikan tercemar, membahayakan kapal nelayan dan kegiatan penyeberangan, wisata
bahari, dan ekosistem laut di sekitarnya dengan rating = 2 atau sedang. Pengendalian pencemaran dengan prinsip co-management telah dilakukan cukup
banyak, namun belum berhasil maksimal. Terkait dengan pencemaran diperlukan kerjasama stakeholders perikanan
tangkap untuk bersama-sama melindungi kebersihan lingkungan terutama perairan laut Palabuhanratu. Pencemaran lingkungan Palabuhanratu menjadi
tantangan besar untuk segera diatasi mengingat Palabuhanratu telah dicanangkan
64 sebagai kawasan minapolitan pada tahun 2010 oleh Kementerian Kelautan dan
Perikanan. Tabel 6 Pengendalian pencemaran di Palabuhanratu dan sekitarnya
No. Program
Implementasi co-management Tahun
1. Pelestarian kawasan pantai
LSM, PEMDA dan masyarakat 2004 - 2006 2.
Penataan kawasan pelabuhan perikanan
DKP, PEMDA, Masyarakat 2008
3. Program konservasi perikanan dan
kelautan pelepasan penyu, penanaman bakau
LSM, PEMDA dan masyarakat 1998 dan 2005 4.
Program penataan pemukiman kota pantai pembersihan lingkungan,
penghijauan, dan drainase PEMDA dan masyarakat
Setiap tahun ada penilaian
Sumber : Hasil survai lapang 2010
4.4.3 Posisi co-management perikanan tangkap di Palabuhanratu
Posisi pelaksanaan co-managemnet perikanan tangkap di Palabuhanratu sangat ditentukan oleh kondisi pengelolaan perikanan tangkap yang melibatkan
peran serta komponen terkait baik secara internal maupun eksternal. Terkait dengan ini, maka penilaian terhadap faktor internal dan faktor eksternal yang
disampaikan pada bagian sebelumnya akan menghasilkan suatu peta nilai yang memberi gambaran terhadap pelaksanaan co-management perikanan tangkap
di Palabuhanratu dibandingkan dengan kondisi ideal pengelolaan. Gambar 14 memperlihatkan hasil analisis matriks internal-eksternal IE posisi pelaksanaan
co-management perikanan tangkap di Palabuhanratu saat ini
Berdasarkan Gambar 14 diketahui bahwa posisi pelaksanaan co- management
perikanan tangkap di Palabuhanratu berada pada kuadran V pertumbuhanstabilitas. Sesuai dengan ketentuan SWOT, bahwa suatu proyek
atau kegiatan pengelolaan dapat dilanjutkan bila minimal berada kondisi pertumbuhan total skor faktor internal 2 dan total skor faktor eksternal 1.
Total skor faktor internal dan total skor faktor eksternal co-management Palabuhanratu masing-masing berada pada kisaran 2 – 3, sehingga posisi
pelaksanaan co-management perikanan tangkap di Palabuhanratu saat ini termasuk kategori ”cukup baik”. Dengan demikian, maka co-management
perikanan tangkap sampai saat ini masih sedang tumbuh, dan dapat dikembangkan lagi menjadi lebih baik.
65 Gambar 15 Matriks internal-eksternal IE posisi pelaksanaan co-management
perikanan tangkap dan arah pengembagan di Palabuhanratu.
4.4.4 Variabel dominan yang mempengaruhi pelaksanaan co-management
perikanan tangkap dan arah pengembangannnya
Dengan metode QSPM, semua variabel yang berpengaruh dapat diukur tingkat pengaruhnya terhadap pelaksanaan co-management perikanan tangkap.
Pengaruh tersebut dapat terjadi melalui interaksi dengan komponen internal maupun eksternal co-management perikanan tangkap di Palabuhanratu. Tingkat
pengaruh tersebut akan mencerminkan dominansi kepentinganpengaruh variabel bagi kelangsungan kegiatan perikanan tangkap dengan menerapkan co-
management dalam pengelolaaanya. Tabel 7 menyajikan hasil analisis QSPM
penentuan pengaruh variabel pengelolaan terhadap pelaksanaan co-management perikanan tangkap di Palabuhanratu.
Total Skor Faktor Internal
Total Skor Faktor
Eksternal Tinggi
III Penciutan
II Pertumbuhan
I Pertumbuhan
Menengah VI
Penciutan V
Pertumbuhan Stabilitas
IV Stabilitas
Rendah IX
Likuidasi VIII
Pertumbuhan VII
Pertumbuhan
Rendah Menengah
Tinggi 1 2 3 4
4 3
2
●
● = posisi saat ini = arah pengembangan
2,66
2,46
66 Tabel 7
Hasil analisis QSPM penentuan pengaruh variabel pengelolaan terhadap pelaksanaan co-management perikanan tangkap di
Palabuhanratu
Variabel TNPV
Urutan Pengaruh Sumberdaya Ikan SDI
5,11 IV keempat
Sumberdaya Manusia SDM 5,82
I pertama Teknologi Penangkapan
5,44 III ketiga
Pasar 4,97
V kelima Modal
5,63 II kedua
Prasarana Pelabuhan 4,55
VII ketujuh Sarana Transportasi
4,39 VIII kedelapan
Intensitas Usaha Pendukung 4,72
VI keeanam
Keterangan : TNPV = total nilai pengaruh variabel
Variabel sumberdaya manusia SDM, modal, dan teknologi merupakan tiga variabel yang dominan mempengaruhi pelaksanaan co-management
perikanan tangkap di Palabuharatu. Sumberdaya manusia SDM terutama nelayan dan masyarakat pesisir mempunyai pengaruh besar bagi co-management
karena mereka menjadi pelaku langsung perikanan tangkap. Modal menentukan ruang gerak dan skala aktivitas co-management perikanan tangkap. Teknologi
penangkapan ikan memberi ruang untuk introduksi teknologi baru, pemberdayaan keahlian masyarakat, dan kombinasi pola pemanfaatan sumberdaya perikanan
yang dapat dilakukan di Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Bila mengacu kepada hasil analisis matriks IE pada Gambar 15 dan hasil
analisis variabel dominan pada Tabel 7, maka co-management perikanan tangkap dapat berkembang lebih baik bila dilakukan perbaikan baik secara internal
maupun eksternal. Perbaikan secara internal dan eksternal tersebut dilakukan dengan memberi prioritas pelibatan terhadap sumberdaya manusia lokal dan
pembenahan aspek teknologi serta sistem permodalan usaha. Hal ini penting supaya kegiatan perikanan tangkap berkelanjutan di lokasi, semua pihak merasa
terlibat dan ikut menjaga keberhasilan-keberhasilan perikanan tangkap yang dicapai di lokasi.
67
4.5 Pembahasan
Kegiatan perikanan tangkap merupakan kegiatan ekonomibisnis yang banyak melibatkan cukup banyak anggota masyarakat dari kelas ekonomi bawah
yang bagian terbesar dari penduduk negeri ini. Dengan banyaknya anggota masyarakat yang terlibat di dalamnya, maka kegiatan perikanan tangkap sering
dianggap sebagai kegiatan ekonomi rakyat. Kondisi ini memperlihatkan betapa pentingnya kegiatan perikanan tangkap bagi kehidupan masyarakat di sepanjang
pesisir Indonesia termasuk di Palabuhanratu. Terkait dengan ini, maka berbagai aktivitas terkait perikanan tangkap ini harus benar-benar melibatkan masyarakat
dari berbagai komponen di lokasi dan mereka merasa senang dan menikmati manfaatnya. Co-management perikanan tangkap merupakan upaya untuk
mengoptimalkan peran, keterlibatan, dan kerjasama dari semua stakeholders terkait perikanan tangkap dalam merencanakan, melaksanakan, memutuskan
berbagai hal yang diperlukan bagi pengelolaan perikanan tangkap yang lebih baik. Menurut Hartoto et al. 2009, pelaksanaan co-management perikanan harus
menjadikan nelayan, pengolah, pedagang ikan, dan masyarakat pesisir sebagai pelaku utama berbagai jenis tindakan perencanaan, pengelolaan, dan successor
berbagai program perikanan di suatu kawasan perikanan. Dilihat dari sisi internal pelaksanaan co-management perikanan tangkap di
Palabuhanratu, maka pelaksanaannya sudah termasuk “cukup baik”. Total skor faktor internal sekitar 2,66 pada skala 1-4 menunjukkan pelaksanaannya co-
management sudah cukup baik. Menurut Rangkuti 2004, nilai skor faktor
internal 2 memberi pengertian bahwa pelaksanaan suatu program pengembangan telah melewati masa sulit seperti likuidasi dan penciutan, artinya program tinggal
dilanjutkan dan diperbaiki beberapa kekurangan sehingga terus tumbuh dan berkembang mencapai output optimal. Bila melihat hasil analisis Tabel 2,
beberapa hal yang perlu ditingkatkan secara internal untuk optimalnya pelaksanaan co-management perikanan tangkap di Palabuhanratu, diantaranya
kerjasama permodalan mandiri di masyarakat nelayan, pembinaan nelayan muda, koordinasi dan kontrol internal kapal dan alat tangkap, serta penyediaan
perbekalan secara mandiri oleh kelompok maupun koperasi nelayan.
68 Selama ini, bakultengkulak merupakan andalan utama nelayan bila
kekuarangan modal untuk operasi penangkapan ikan. Di satu sisi hal ini cukup membantu dan memudahkan nelayan, namun implikasi dari pinjaman yang harus
menjual hasil tangkapan kepada mereka dengan harga yang ditetapkan secara sepihak oleh tengkulak. Menurut Hamdan et al. 2006 dalam penelitiannnya
menyatakan bahwa satu hal utama yang mengancam keberlanjutan kegiatan perikanan tangkap di suatau kawasan adalah masalah kestabilan dan mekanisme
penetapan harga. Bila ada pihak yang merasa dirugikan, maka secara jangka panjang dapat menimbulkan ketidakpuasan dan konflik, yang dapat mengancam
keberlanjutan kegiatan perikanan. Terkait dengan ini, maka kebijakan perikanan tangkap perlu memberi perhatian penuh terhadap kestabilan harga dan penetapan
harganya haruslah didasarkan pada mekanisme pasar. Penyediaan modal mandiri, serta koordinasi dan kontrol internal yang lebih
baik dapat meningkatkan kemandirian pengelolaan perikanan dan atas kesadaran sendiri nelayan saling mengontrol satu sama lain untuk pengelolaan sarana
penangkapan yang ramah lingkungan. Penerapan co-management memberi penekanan pada penggiatan kreativitas internal nelayan dalam memecahkan
berbagai masalah yang dihadapi termasuk dalam hal permodalan dan pengelolaan kawasan perikanan. Hou 1997 dan Garrod dan Willis 1999 menyatakan bahwa
kekuatan modal menjadi hal penting untuk ekspansi usaha ekonomi dan kreativitas pelaku ekonomi lokal. Modal sangat menentukan ketahanan usaha
ekonomi dalam menghadapai berbagai masalah krisis yang mungkin terjadi. Terkait ini, maka program pembinaan melalui co-management seperti
pengembangan kas kelompok, arisan, dan lainnya perlu terus digalakkan sehingga menjadi solusi bagi nelayan anggota yang membutuhkan bantuan modal.
Pembinaan nelayan muda perlu diprogramkan secara khusus, sehingga keahlian dalam operasi penangkapan ikan maupun dalam pengembangan alat tangkap
alternatif semakin teruji. Menurut Pearce dan Moran 1994 dan Nikijuluw 2002, kelangsungan sumberdaya ikan, penggunaan alat tangkap ramah
lingkungan di suatu kawasan sangat tergantung dari kesadaran dan pembinaan yang dilakukan kepada generasi berikutnya. Bila hal ini tidak berjalan dengan
69 baik, maka terjadi ketimpangan pengelolaan dan kreativitas generasi perikanan
menurun dalam memecahkan masalah. Dari segi jumlah, sumberdaya manusia perikanan di Palabuhanratu sudah
cukup banyak, namun bila mereka tidak dibina dengan baik, dapat saja menjadi penyebab konflik pemanfaatan di kemudian hari. Pelaksanaan co-management
terkait pembinaan SDM yang banyak tersebut memang selama ini belum optimal di lokasi dan hal ini perlu menjadi perhatian penting dalam implementasi co-
management berikutnya yang dirancang pada Bab 7 penelitian. Menurut PMB
2004, pembinaan SDM tidak hanya dilakukan dengan mengikutsertakannya pada berbagai pelatihan dan pendidikan yang ada di lokasi, tetapi dapat dalam
bentuk pelibatan langsung pada berbagai program dan kegiatan teknis yang ada di lokasi seperti menjadi pengurus HNSI, petugas lelang, pengurus koperasi dan
lainnya. Bila melihat data Tabel 2, keterlibatan nelayan dalam berbagai kelembagaan lokal sudah sangat baik di Palabuhanratu, dan hal ini berarti
kelemahan dalam pembinaan nelayan muda lebih karena teknis pembinaan pelatihan dan lainnya yang belum menyentuh atau menggerakkan kesadaran
nelayan. Hal ini perlu menjadi perhatian penting dalam pelaksanaan co- management
perikanan tangkap ke depan. Kedekatan dengan pasar potensial jalur ekspor, trend kerjasama
permodalan dengan pihak luar, dan introduksi teknologi baru memberi peluang yang besar untuk pengembangan
co-management perikanan tangkap
Palabuhanratu. Untuk pasar DKI Jakarta, banyak pelaku perikanan Palabuhanratu yang mengikat kontrak dengan agen di sentra pemasaran Jakarta. Hal ini
berpengaruh positif bagi dinamika pemasaran produk di mana nelayan dan masyarakat pesisir banyak yang terlibat termasuk dalam distribusi dan
pengiriman. Dalam konteks co-management, pelibatan yang semakin tinggi ini merupakan tujuan dari kegiatan pengelolaan perikanan. Menurut Nikijuluw
2002, pelibatan yang tinggi memberi ruang pemenuhan kebutuhan masyarakat secara partisipatif, pemecahan masalah perikanan secara mandiri oleh masyarakat
dan penguatan kelompok swadaya masyarakat. Pomeroy dan Berkes 1997 menyatakan co-management dapat tumbuh dan
berkembang dengan baik, bila usaha ekonomi yang dijalankan oleh masyarakat
70 mendapat perlindungan dari Pemerintah. Usaha ekonomi akan menggerakan
partsipasi masyarakat baik sebagai pelaku usaha, konsumen, pelayan jasa, maupun kegiatan pendukungnya, dana akan terus berjalan selama tidak ada ketimpangan,
intervensi, retribusi yang berlebihan dari Pemerintah. Untuk pasar ekspor lobster dan rajungan misalnya, telah mendorong partisipasi nelayan, pengumpul, pemilik
jasa pengiriman di Palabuhanratu untuk bersama-sama mendukung pengadaan produk tersebut. Dari survei lapang, pengiriman untuk tujuan ekspor ini dapat
terjadi 2 -3 kali sehari, dan saat ini telah menjadi kegiatan perikanan penting di Palabuhanratu. Pola co-management ini perlu dipertahankan, dan Pemerintah
tinggal mengontrol dan melindungi pola pemasaran produk perikanan bernilai tinggi tersebut. Makino et al. 2009 menyatakan bahwa perlindungan
sumberdaya dan ekonomi masyarakat lokal merupakan kunci keberhasilan suatu bangsa dalam membangun kemandiriannya.
Kemitraan permodalan yang terbangun dengan pengusaha yang berasal dari luar seperti Tegal, Pasuruan, dan lainnya juga memperlihatkan co-management
yang terbangun dalam pengelolaan perikanan tangkap. Namun karena nelayan lokal hanya sebagai tenaga kerja, maka co-management ini belum maksimal
memberi manfaat bagai kemandirian kegiatan perikanan di Palabuhanratu. Bintoro 1995 menyatakan bahwa kerjasama yang terbangun dengan pemilik
kapal atau pemodal dari luar terkadang tidak berlangsung lama bila tidak dikelola dengan baik. Usaha penangkapan tuna suatu kawasan misalnya, pada bulan-bulan
tertentu mungkin berkembang dengan baik, tetapi bila hasil tangkapan sudah berkurang dan nelayan lokal yang terlibat tidak terlalu terampil, maka dapat saja
tidak diikutsertakan bila lokasi penangkapan pindah ke daerah lain. Riset perikanan yang ditunjukkan pada Tabel 4, menjadikan perikanan
tangkap Palabuhanratu sebagai lokasi penting bagi bagi pengembangan keilmuan perikanan di Indonesia. Aktivitas riset perikanan terjadi setiap tahun di
Palabuhanratu, sedikit banyak menambahkan pengetahuan dan wawasan pelaku perikanan lokal tentang sumberdaya ikan, migrasi, pengakayaan stock, dan
konservasi perikanan. Pelibatan nelayan dan masyarakat lokal dalam berbagai kegiatan lapang dari riset tersebut memberi warna tersendiri bagi dinamika
pengelolaan perikanan tangkap di Palabuhanratu. Nikijuluw 2002 menyatakan
71 bahwa pelibatan nelayan dan masyarakat lokal dalam riset merupakan bentuk
implementasi terpenting kedua dalam co-management perikanan setelah pengenalan masyarakat. Pelibatan dalam riset memberi ruang untuk pengenalan
lokasi riset, potensi daerah, prospek pemgembangan bisnis perikanan, dan pengembangan jalinan kemitraan yang lebih luas.
Monopoli hasil tangkapan bukan hal yang asing dalam kegiatan perikanan tangkap di Palabuhanratu. Secara sosial, tengkulakpelaku monopoli ini telah
melibatkan atau memberi lapangan kerja bagi sebagian orang di lokasi, sehingga sepintas telah menerapkan co-management dalam menjalankan usahanya. Tetapi
praktek monopoli ini telah mengkerangkeng kebebasan sebagian besar nelayan kecil untuk menikmati harga jual dari hasil tangkapan yang didapatnya.
Co-management juga mengedepankan keadilan dan pemetaan manfaat suatu
kegiatan pengelolaan, sehingga co-management dalam praktek pengelolaan seperti ini termasuk black implemetation penerapan salah. Kotler dan Armstrong
1997 menyatakan bahwa pengkondisian pasar dalam memberi keuntungan melimpah bagi pengembangan suatu produk atau suatu kegiatan bisnis, namun hal
ini menjadi bom waktu bagi kehancuran pasar produk dan konflik multidimensi diantara pelaku pasar produk.
Dalam kaitan ini, maka ancaman monopoli, pengaturan harga, dan juga bantuan yang bernuansa politis perlu dihindari dalam pengelolaan perikanan
tangkap Palabuhanratu. Selama ini, praktek co-management dalam bidang perikanan tangkap Palabuhanratu memang penuh dinamika, ada yang mendukung
pengelolaan, memberi peluang pengembangan, ada yang menghambat, dan bahkan ada yang memanfaatkan ketidakberdayaan pelaku perikanan lainnya.
Pomeroy dan Williams 1994 menyatakan bahwa co-management perikanan harus dilaksanakan dengan prinsip keadilan, pelibatan, dan pemanfaatan bersama,
sehingga semua pihak terkait memperoleh kemajuan secara bersama-sama untuk mewujudkan kegiatan pengelolaan yang mandiri dan berkelanjutan.
Bila mengacu kepada kepada hasil analisis Gambar 12, maka pelaksanaan co-management
perikanan tangkap Palabuhanratu memang belum berada pada posisi terbaik. Co-management perikanan tangkap di Palabuhanratu, masih perlu
pembenahan baik menyangkut aspek internal maupaun eksternal pengelolaan
72 selama ini. Menurut Rangkuti 2004, kondisi ideal pengelolaan skor 4 untuk
faktor internal maupun eksternal memang sulit dicapai, tetapi hal tersebut harus tetap diupayakan untuk didekati, sehingga terjadi perbaikan yang terus-menerus
dalam kegiatan pengelolaan. Hartoto et al. 2009 menyatakan bahwa upaya perbaikan terus-menerus harus menjadi tujuan dari pelibatan masyarakat dalam
kegiatan perikanan, dan perbaikan tersebut hendaknya dimulai dari aspek yang vital yang menentukan keberlanjutan kegiatan perikanan.
Mengacu kepada hal ini, maka aspekvariabel yang dominan mempengaruhi pelaksanaan co-management perikanan tangkap di Palabuhanratu Tabel 8 harus
menjadi fokus bagi perbaikan di masa datang. Sumberdaya manusia SDM, modal, dan teknologi dapat dikatakan sebagai penggerak utama terjadinya
kegiatan pemanfaatan sumberdaya perikanan di lokasi. Soenarno, et. al 2007 dalam penelitiannya menyatakan sumberdaya manusia menjadi penyebab utama
keberhasilan dan kemunduran yang terjadi pada kegiatan perikanan. Banyak daerah yang tidak terlalu melimpah potensi sumberdaya, ikannya, tetapi karena
kegiatan perikanan dikelola dengan baik, SDM handal dan dapat mengembangkan jalur bahan baku dan pasar yang baik, maka kegaitan perikanan tersebut tetap
tumbuh berkembang dengan baik. Banyak variabel yang mempengaruhi pelaksanaan co-management
perikanan tangkap di Palabuhanratu. Mengacu kepada Kesteven 1993, BPS 1991, Hartoto et al. 2009, variabel pengelolaan yang menentukan
keberhasilan kegiatan perikanan tangkap termasuk dengan menerapkan co- management
adalah sumberdaya ikan SDI, sumberdaya manusia SDM, teknologi penangkapan, pasar, modal, prasarana pelabuhan, sarana transportasi
produk, dan kegiatan usaha pendukung. Modal dan teknologi menjadi alat bagi SDM yang handal untuk
menjalankan bisnis perikanan. Menurut Hanna 1995 dan Garrod dan Willis 1999, kekuatan modal akan menentukan skala usaha dan kestabilanya terhadap
berbagai gangguan yang mengancam, sedangkan pemilihan teknologi yang tepat dengan melibatkan kemampuan dan keahlian yang ada di masyarakat dapat
menumbuhkan kreativitas dan kemandirian kegiatan pengelolaan suatu kawasan. Terkait dengan ini, maka aspek sumberdaya manusia SDM, modal, dan
73 teknologi akan dijadikan sebagai fokus dalam perancangan pola implementasi co-
management terpilih pada Bab 7 disertasi ini. Rancangan pola implementasi
tersebut, nantinya diharapkan semakin menyempurnakan pelaksanaan co- management
perikanan tangkap di Palabuhanratu. Nikijuluw 2002 menyatakan bahwa pelaksanaan co-management yang efektif sangat penting untuk menangkal
akses negatif dari rezim dan era pengelolaan perikanan yang open access saat ini. Bila pelaksanaan co-management perikanan tangkap Palabuhanratu dilihat
dari kondisi internal pengelolaan yang ada, maka pelaksanaannya sudah termasuk “cukup baik”. Total skor faktor internal sekitar 2,66 pada skala 1-4
menunjukkan indikasi ini. Dalam kaitan dengan penyediaan modal mandiri, serta koordinasi dan kontrol internal yang lebih baik dapat meningkatkan kemandirian
pengelolaan perikanan dan atas kesadaran sendiri, nelayan saling mengontrol satu sama lain untuk pengelolaan sarana penangkapan yang ramah lingkungan.
Menurut Hou 1997 dan Garrod dan Willis 1999 menyatakan bahwa kekuatan modal menjadi hal penting untuk ekspansi usaha ekonomi dan kreativitas pelaku
ekonomi lokal sangat menentukan ketahanan usaha ekonomi dalam menghadapai berbagai masalah krisis yang mungkin terjadi.
4.6 Kesimpulan
Kondisi co-management yang terdapat di Palabuhanratu Kabupaten Sukabumi dewasa ini termasuk dalam kategori cukup baik dengan pengaruh
internal 2,66 pada skala 1-4 dan variabel dominan yang mempengaruhi co- management
tersebut adalah sumberdaya manusia SDM, modal, dan teknologi.
4.7 Saran
Penelitian yang dilakukan di Asia dan Afrika Selatan menunjukkan bahwa aspek kelembagaan dalam co-management merupakan hal yang penting, namun
dalam disertasi ini peran kelembagaan khususnya koperasi rendah dikaitkan dengan peran koperasi sebagai lembaga keuangan menyediakan modal. Oleh
karena itu disarankan untuk penelitian berikutnya mengkaji lebih dalam aspek kelembagaan yang ada di Palabuhanratu kemungkinan berpengaruh pada co-
management .
75
5 PENENTUAN USAHA PERIKANAN TANGKAP POTENSIAL
5.1 Pendahuluan
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2009 dinyatakan bahwa tujuan pembangunan perikanan tangkap adalah 1
meningkatkan kesejahteraan nelayan dan 2 menjaga kelestarian sumberdaya ikan dan lingkungannya. Tujuan tersebut sesuai dengan prinsip pengelolaan
perikanan bertanggung jawab sebagaimana dijelaskan dalam Kode Tindak Perikanan Bertanggung Jawab Code of Conduct for Responsible Fisheries yang
menekankan keselarasan kegiatan pemanfaatan dengan kegiatan pelestarian. Dalam konteks pemanfaatan, menurut Ditjen Perikanan Tangkap 2004, sasaran
yang ingin dicapai dalam pembangunan perikanan tangkap pada akhir tahun 2009 adalah : 1 tercapainya produksi perikanan tangkap sebesar 5,472 juta ton; 2
meningkatnya pendapatan nelayan rata-rata menjadi Rp. 1,5 jutabulan; 3 meningkatnya nilai ekspor hasil perikanan menjadi US 5,5 milyar; 4
meningkatnya konsumsi dalam negeri menjadi 30 kgkapitatahun; dan 5 penyerapan tenaga kerja perikanan tangkap termasuk nelayan sekitar 4 juta
orang. Kegiatan penentuan yang mencakup penentuan jenis dan alokasi usaha
perikanan tangkap yang potensial dianggap perlu dilakukan di Palabuhanratu untuk mendukung co-management bagi pengelolaan yang lebih baik pada
kegiatan perikanan tangkap yang ada. Hal ini penting supaya model co- management
terpilih nantinya dapat diimplementasikan secara maksimal pada berbagai usaha perikanan tangkap dan dapat memenuhi berbagai kriteriaaspek
pengelolaan perikanan tangkap yanga ada. Terkait dengan ini, maka penentuan usaha perikanan tangkap potensial ini akan dilakukan dengan mempertimbangkan
berbagai kriteriaaspek pengelolaan yang terkait, seperti aspek biologi, aspek teknologi, aspek ekonomi, serta aspek sosial dan budaya. Unit usaha perikanan
tangkap yang selama ini beroperasi di Palabuhanratu, yaitu payang, pancing ulur, jaring rampus, bagan apung, trammel net, purse seine, gillnet, pancing tonda, dan
longline .
76 Model co-management yang baik adalah model co-management yang
relevan dengan kondisi pengelolaan perikanan tangkap saat ini yang mengakomodir kriteria pengelolaan yang ingin dicapai, namun juga
memperhatikan kondisi pengelolaan yang ada. Di Palabuhanratu tentu terdapat beberapa kriteria pengelolaan yang ingin dicapai yang merupakan representasi
kepentingan komponen dan stakeholders yang ada di sana. Model co-management yang dikembangkan di Palabuhanratu ke depan hendaknya telah melalui proses
pertimbangan terkait kriteria pengelolaan, keterbatasan yang ada di lokasi, serta kepentingan komponen pengelolaan yang ada. Hal ini supaya model tersebut
mempunyai dampak nyata bagi pengelolaan perikanan tangkap Palabuhanratu di masa datang.
Realisasi model co-management umumnya terlihat dalam pelaksanaan beberapa usaha perikanan tangkapoperasi unit penangkapan yang ada di lokasi.
Model co-management dapat diandalkan dalam pengembangan usaha perikanan tangkap potensial. Supaya usaha perikanan tersebut berkelanjutan dan nantinya
tidak ada konflik dalam pengelolaannya, maka jenis dan alokasi usaha perikanan tangkap tersebut haruslah diketahui secara tepat. Usaha perikanan tangkap yang
ada di Palabuhanratu sangat beragam jenisnya, belum diketahui secara persis mana saja yang potensial dikembangkan ke depan, berapa alokasi optimal
pengembangannya, dan mana saja yang bersesuaian dengan prinsip-prinsip co- management
. Kegiatan perikanan tangkap di Palabuhanratu tidak pernah lepas dari
permasalahan yang menyangkut sumberdaya manusia yang terlibat, teknologi penangkapan yang digunakan, ketersediaan modal maupun kinerja usaha
perikanan tangkap. Bila suatu model co-management dipilih untuk mengeliminir permasalahan yang ada sekaligus memotivasi partisipasi luas semua komponen
pengelolaan, maka co-management haruslah dilengkapi dengan solusi dan panduan implementasinya. Solusi implementasi model co-management dapat
dikatakan baik bila sinkron dengan dinamika usaha perikanan tangkap dan relevan dengan kebutuhan pemecahan masalah. Terkait dengan itu, maka solusipola
implementasi minimal menyangkut dukungan pengembangan sumberdaya manusia, dukungan pengembangan teknologi penangkapan, dukungan penyediaan
77 modal, sehingga kinerja usaha perikanan tangkap menjadi lebih baik. Selanjutnya
model co-management tersebut juga dikontrol garis tugas dan indikator keberhasilannya serta feedback kinerja usaha perikanan tangkap. Model co-
management yang dipilih dalam penelitian ini hendaknya menunjukkan rambu-
rambu tersebut sebagai solusi terbaik dalam implementasinya pada usaha-usaha perikanan tangkap potensial di Palabuhanratu.
5.2 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan jenis dan alokasi usaha perikanan tangkap potensial yang mendukung co-management terpilih.
5.3 Metode Penelitian 5.3.1 Lokasi dan waktu penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Pengumpulan data untuk penentuan jenis dan alokasi usaha perikanan
tangkap potensial ini dilakukan pada bulan Juni – November 2010. Untuk mendukung relevansi dan keterwakilan data lokasi penelitian, maka penelitian ini
dilakukan dibeberapa desa pesisir yang dominan aktivitas perikanannya, yaitu Cisolok, Citepus, dan sekitar pelabuhan.
5.3.2 Jenis data dan metode pengumpulan data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan sekunder. Data primer dan data sekunder tersebut mencakup data ekonomi,
biologi, sosial budaya dan teknologi. Data ekonomi yang dikumpulkan sebagian besar terkait dengan finansial usaha seperti biaya investasi, biaya operasional
usaha perikanan tangkap, jumlah dan nilai produksi, dan pendapatan. Data biologi yang dikumpulkan mencakup komposisi hasil tangkapan, musim ikan, dan musim
tangkap. Data sosial budaya yang dikumpulkan antara lain mencakup tingkat kesejahteraan nelayan, pendidikan, dan tata nilai. Sedangkan data yang
dikumpulkan terkait aspek teknologi mencakup ukuran kapal, mesin, BBM, material kapal dan alat tangkap serta peralatan pendukung operasi.
Metode pengumpulan data primer terdiri dari identifikasi responden dan pengumpulan data responden. Responden merupakan perwakilan dari ketua
78 kelompok nelayan, nelayan pemilik usaha perikanan tangkap di Palabuhanratu,
Kabupaten Sukabumi. Responden ini dipilih secara purposive sampling dari nelayan pemilikketua kelompok nelayan yang mengerti betul usaha perikanan
tangkap yang dilakukannya. Jumlah responden ditetapkan sebanyak 40 orang dari 824 orang nelayan pemilikketua kelompok nelayan di Palabuhanratu. Jumlah
responden ini cukup representatif karena berada dalam kisaran 5 – 10 dari total populasi pemilik usaha perikanan tangkap di Palabuhanratu Gasperzs, 1992.
Sedangkan data sekunder berasal dari buku statistik perikanan, laporan tahunan dinas perikanan, laporan PPN Palabuhanratu, dan hasil penelitian yang relevan.
5.3.3 Analisis data 5.3.3.1 Determinasi unit penangkapan ikan potensial
Determinasi jenis usaha perikanan tangkap yang dianggap potensial dan mendukung model co-management terpilih dilakukan dengan pendekatan analisis
skoring. Dalam analisis skoring, semua kriteriaaspek pengelolaan, seperti aspek ekonomi, biologi, sosial budaya, dan teknologi menjadi perhatian utama dalam
analisis. Hasil skoring terkait tingkat dukungan aspek ekonomi, biologi, sosial budaya, dan teknologi dari setiap jenis usaha perikanan tangkap dominan
merupakan gambaran dari prospek jenis usaha perikanan tangkap yang potensial dikembangkan ke depan terutama melalui penerapan model co-management
terpilih. Tingkat dukungan semua aspek pengelolaan tersebut yang dinyatakan oleh segenap lapisan masyarakat baik sebagai nelayan, pengolahpegadang ikan,
pengusaha maupun aparat Pemerintah yang menangani bidang perikanan melalui kuesionerwawancara merupakan cerminan tingkat dukungan terhadap prinsip co-
management pengelolaan perikanan tangkap di lokasi. Terkait dengan ini, maka
penilaian pelaku perikanan tersebut terhadap setiap kriteria menjadi sangat penting dalam analisis skoring ini.
Dengan mengacu kepada Martosubroto dan Malik 1989, BPS 1991 dan Jusuf 1999 adapun Parameter dari keempat aspek pengelolaan yang menjadi
ukuran dalam penilaian usaha perikanan tangkap yang potensial dan mendukung co-management
di desa pesisir, Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi disajikan berikut ini :
79
1. Penilaian aspek ekonomi
Penilaian aspek ekonomi usaha perikanan tangkap yang potensial dan mendukung co-management meliputi pendapatan kotor, pendapatan bersih, BC
ratio , internal rate of renturn IRR, return of investment ROI. Secara lengkap,
Parameter yang dinilai pada aspek ekonomi tersebut disajikan pada Tabel 8. Tabel 8 Parameter Penilaian Aspek Ekonomi
No. Parameter ekonomi
Uraian 1
Pendapatan kotor per tahun
Pendapatan yang diterima setiap tahunnya dari usaha perikanan tangkap di desa pesisir, Palabuhanratu
sebelumnya dikurangi biaya 2
Pendapatan kotor per trip Pendapatan yang diterima setiap tripnya dari kegiatan
perikanan tangkap di desa pesisir, Palabuhanratu sebelumnya dikurangi biaya
3 Pendapatan bersih NPV
Manfaat investasi kegiatan perikanan tangkap di desa pesisir yang merupakan jumlah nilai kini dari manfaat
bersih 4
Benefit Cost Ratio Perbandingan pendapatan dengan biaya yang dikeluarkan
nelayan di desa pesisir, Palabuhanratu 5
Internal Rate of Renturn IRR.
Tingkat keuntungan atas investasi bersih usaha perikanan tangkap di desa pesisir, Palabuhanratu
6 Return of Investment
ROI Tingkat pengembalian investasi dari manfaat yang
diterima pemilik usaha perikanan tangkap di desa pesisir, Palabuhanratu
2. Penilaian aspek biologi
Penilaian aspek biologi usaha perikanan tangkap yang potensial dan mendukung co-management meliputi jumlah hasil tangkapan utama, kesesuaian
ukuran ikan tertangkap, musim ikan sasaran, dan musim penggunaan alat tangkap. Secara lengkap, Parameter penilaian aspek biologi disajikan pada Tabel 9.
Tabel 9 Parameter Penilaian Aspek Biologi No
Parameter biologi Uraian
1 Jumlah hasil tangkapan
utama Jumlah jenis ikan yang menjadi target species dan
jenis hasil tangkapan dari usaha perikanan tangkap tersebut
2 Kesesuaian ukuran ikan
tertangkap Kemampuan alat tangkap menangkap ikan sesuai
sasaran ikan yang mau ditangkap 3
Musim ikan sasaran Waktu ikan tertangkap oleh nelayan
Palabuhanratu
4 Musim penggunaan alat
tangkap Waktu nelayan Palabuhanratu melakukan operasi
penangkapan
80
3. Aspek teknologi
Penilaian aspek teknologi dari suatu usaha perikanan tangkap yang potensial dan mendukung co-management di desa pesisir dapat mencakup komposisi
ukuran kapalperahu, jenis mesin, jenis BBM yang digunakan, ukuran alat penangkapan ikan, material alat penangkapan ikan, produksi per tahun, dan
produksi per trip bisa dilakukan bila menggunakan alat atau melakukan kegiatan perikanan tangkap tersebut. Secara lengkap, Parameter penilaian aspek teknologi
tersebut disajikan pada Tabel 10. Tabel 10 Parameter Penilaian Aspek Teknologi
No Parameter teknologi
Uraian 1
Ukuran kapal perahu Pengukuran ini dilakukan untuk mengetahui panjang,
lebar, dan tinggi kapal yang digunakan oleh nelayan. Hasil pengukuran ini berguna untuk identifikasi GT, jangkauan
daerah penangkapan ikan dan kapasitas produksi.
2 Jenis mesin
Perbedaan mesin yang digunakan oleh nelayan sebagai tenaga penggerak kapal. Jenis mesin ini bekaitan dengan
kemudahan pengadaan material, harganya terjangkau, fasilitas pelayanan seperti bengkel serta daya tahan saat
operasional penangkapan ikan dilaksanakan.
3 Jenis BBM yang
digunakan Perbedaan bahan bakar minyak BBM yang digunakan
sangat tergantung dari jenis yang dipakai oleh nelayan, namun diharapkan BBM yang digunakan tersedia setiap
waktu, harganya terjangkau dan membuat mesin menjadi tahan lama.
4 Ukuran alat penangkapan
ikan Pengukuran alat penangkapan ikan seperti mesin panjang
dan lebar dan pengukuran mata jaring. 5
Material alat penangkapan ikan
Berbagai jenis alat penangkapan ikan terbuat dari bermacam-macam material.
6 Produksi per tahun
Jumlah hasil tangkapan yang dihasilkan setiap unit penangkapan ikan selama setahun.
7 Produksi per trip
Jumlah hasil tangkapan yang dihasilkan setiap unit penangkapan ikan pertrip, satu kali trip yaitu satu kali
armada penangkapan ikan melakukan penangkapan ikan terhitung sejak armada penangkapan ikan meninggalkan
fishing base
lainnya untuk mendaratkan hasil tangkapanya.
4. Penilaian aspek sosial budaya
Penilaian aspek sosiologi dari suatu usaha perikanan tangkap yang potensial dan mendukung co-management di desa pesisir dapat mencakup tingkat
kesejahteraan, pendidikan, kenyamanan, dan tata nilai yang dijunjung dalam melakukan kegiatan perikanan tangkap tersebut. Secara lengkap, Parameter
penilaian aspek sosiologi tersebut disajikan pada Tabel 11.
81 Tabel 11 Parameter Penilaian Aspek Sosial Budaya
No Parameter sosial
budaya Uraian
1 Kesejahteraan
Kemampuan masyarakat desa pesisir, Palabuhanratu untuk memenuhi berbagai kebutuhan pangan, papan,
dan sandang
2 Pendidikan
Kemampuan masyarakat desa pesisir, Palabuhanratu untuk menyekolahkan anaknya
3 Kenyamanan
Kenyamanan dan keamanan yang dirasakan masyarakat desa pesisir Palabuhanratu dalam menjalan aktivitasnya
4 Tata nilai
Tata nilai yang dijunjung tinggi masyarakat desa pesisir, Palabuhanratu
Selanjutnya nilai-nilai dari Parameter tersebut untuk jenis usaha perikanan tangkap yang dominan di desa pesisir, Palabuhanratu dianalisis lanjut
menggunakan metode skoring Mangkusubroto dan Trisnadi, 1985 dengan persamaan :
i
X V
=
1
X X
X X
i
− −
A V
=
1 1
i n
i
X V
∑
=
n i
... ..........
3 ,
2 ,
1 =
Keterangan : VX = Fungsi nilai dari Parameter X
Xi = Nilai paremeter X yang ke-i yang dinilai
X1 = Nilai tertinggi pada Parameter X
X0 = Nilai terendah pada Parameter X
V A = Fungsi nilai dari alternatif A V1X1 = Fungsi nilai dari alternatif pada kriteria ke-i
Dari hasil analisis skoring ini, kemudian dipilih 3-5 jenis usaha perikanan tangkap dengan total nilai skor tertinggi keterpaduan keempat aspek pengelolaan
yang ada sebagai usaha perikanan tangkap potensial dan mendukung co-management
di lokasi. Jenis usaha perikanan tangkap tersebut menjadi dasar untuk analisis selanjutnya terkait co-management dalam pengelolaan perikanan
tangkap.
82
5.3.3.2 Kelayakan usaha penangkapan
Analisis kelayakan usaha ini dilakukan untuk mendukung pemilihan jenis usaha perikanan tangkap yang potensial dan mendukung co-management
pengelolaan perikanan tangkap dari aspek ekonomi. Menurut Gaspersz 1992, kelayakan finansial usaha bisnis dapat diukur dari Parameter Net Present Value
NPV, Internal Rate of Return IRR, Return of Investment ROI, dan Benefit-
Cost Ratio
BCR. Adapun rumus perhitungan dari Parameter tersebut adalah :
1 Net Present Value
NPV merupakan Parameter untuk mengetahui selisih antara nilai sekarang dari penerimaan dengan nilai sekarang dari
pengeluaran pada tingkat bunga tertentu. Usaha perikanan tangkap layak dikembangkan bila mempunyai nilai NPV 0 nol. Perhitungan nilai NPV
menggunakan rumus :
∑
=
+ −
=
n t
t
i Ct
Bt NPV
1
1 Keterangan : Bt = Pendapatan benefit usaha perikanan tangkap pada
tahun ke-t Ct = Biaya cost usaha perikanan tangkap pada tahun ke-t
I = suku bunga t = 1, 2,3 ........, n
n = umur ekonomis 2
Internal Rate of Return IRR merupakan Paramater untuk mengetahui suku
bunga maksimal untuk sampai kepada NPV = 0, jadi dalam keadaan batas untung rugi. Usaha perikanan tangkap layak dikembangkan bila mempunyai
nilai IRR suku bunga bank yang berlaku. Perhitungan nilai IRR menggunakan rumus :
IRR = i
1
i -
i NPV
- NPV
NPV
1 2
2 1
1
+ Keterangan : i
1
i = suku bunga yang menyebabkan NPV bernilai positif
2
NPV = suku bunga yang menyebabkan NPV bernilai negatif
1
= NPV pada suku bunga i NPV
1 2
= NPV pada suku bunga i
2