y Kerangka Pemikiran G, X Y

124 Gambar 12. Dampak Subsidi terhadap Kinerja Perekonomian Y Y P

S, T, M

Y 1 Y 2 45 O AS AD 2 AD 1 Y 1 Y 2 P 1 P 2 r r 1 r 2 r MP L 1

r, y

1 L 2

r, y

2 LM IS 2 IS 1 r 1 r 2 MP Y Y 2 Y 1 Y 3 Y 3 B A E F G I H J L K Y Y 1 Y 2 N N 1 N 2 Y=fN W W 2 W 1 N N 2 N 1 N 3 DL 2 DL 1 SL 2 SL 1 M N O Q P Y Y 45 O

S, T, M

G, I, X G, I, X S +T + M G + I + X C D r EB 125 Terhadap permintaan yang meningkat ini, masyarakat memberikan respon dengan meningkatkan penawaran tenaga kerja sehingga kurva penawaran tenaga kerja bergeser dari SL 1 ke SL 2 . Pergeseran ini terjadi ketika upah nominal tenaga kerja masih pada posisi semula di W 1 . Ketika pekerja mengetahui bahwa terjadi inflasi, maka untuk mempertahankan daya beli riilnya, para pekerja menuntut peningkatan upah nominal yang dituruti oleh pengusaha. Namun karena terjadi informasi yang tidak seimbang, kenaikan upah nominal pekerja dari W 1 ke W 2 masih lebih kecil dibandingkan dengan kenaikan inflasi, sehingga sebetulnya upah riil pekerja menurun. Namun demikian, kenaikan upah nominal ini dari W 1 ke W 2 membuat pengusaha melakukan rasionalisasi jumlah pekerja dari N 3 ke N 2 untuk menyesuaikan dengan peningkatan biaya produksi sebagai akibat dari kenaikan upah nominal. Pada akhirnya pekerja mengetahui bahwa meskipun upah nominal meningkat dari W 1 ke W 2 namun sebetulnya upah riil relatif tetap. Karena itu pekerja mengurangi penawaran tenaga kerja sehingga kurva penawaran bergerak kembali dari SL 2 ke SL 1 . Keseimbangan final pasar tenaga kerja ada di titik Q W 2 , N 2 . Dari ilustrasi di atas disimpulkan bahwa kenaikan subsidi harga BBM cenderung akan meningkatkan output nasional dari y 1 ke y 2 atau pertumbuhan ekonomi growth. Peningkatan output mendorong peningkatan jumlah tenaga kerja dari N 1 ke N 2 yang berarti penurunan jumlah penganggur. Upah nominal yang diterima pekerja meningkat dari W 1 ke W 2 , walaupun diketahui bahwa upah riil pekerja menurun. Selain itu peningkatan subsidi juga dapat menyebabkan 126 harga-harga dari p 1 ke p 2 , kenaikan tingkat suku bunga dari r 1 ke r 2 , dan terakhir terjadi penurunan investasi yang diakibatkan oleh kenaikan tingkat suku bunga.

3.6.3. Dampak Subsidi Terhadap Kemiskinan

Dampak subsidi terhadap kemiskinan dapat ditelusuri dari dua pendekatan. Pertama adalah peningkatan anggaran subsidi akan meningkatkan belanja negara. Menurut Gambar 12, peningkatan belanja negara akan menggeser kurva IS ke kanan sehingga output nasional meningkat dari Y 1 ke Y 2 . Karena produksi nasional meningkat, maka terjadi pergeseran sepanjang kurva produksi Y=fN sehingga kebutuhan akan tenaga kerja meningkat. Peningkatan permintaan tenaga kerja akan menggeser kurva permintaan tenaga kerja DL 1 ke DL 2 , pada kondisi penawaran tenaga kerja yang relatif stabil di SL 1 . Hal ini mengakibatkan penyerapan tenaga kerja meningkat dari N 1 ke N 2 dan upah juga meningkat dari W 1 ke W 2 . Peningkatan upah dan pengurangan pengangguran mengakibatkan daya beli masyarakat relatif membaik. Apabila peningkatan daya beli masyarakat lebih tinggi dari tingkat inflasi, maka sebagian jumlah penduduk miskin dapat melampaui garis kemiskinan dan mengurangi jumlah penduduk miskin. Sehingga dapat disimpulkan bahwa peningkatan subsidi cenderung akan mengurangi jumlah penduduk miskin. Kedua adalah pendekatan harga. Subsidi BBM membuat harga jual eceran BBM menjadi lebih murah daripada seharusnya. Murahnya harga input energi ini membuat biaya produksi umum menjadi lebih rendah daripada seharusnya sehingga harga-harga umum turun. Penurunan harga-harga umum akan berdampak positif pada peningkatan pendapatan masyarakat. Pada garis kemiskinan yang relatif stabil, maka peningkatan pendapatan relatif masyarakat 127 akan mengakibatkan pengurangan tingkat kemiskinan. Pendekatan ini meyakini bahwa subsidi cenderung mengurangi tingkat kemiskinan. Dari pembahasan ini terdapat hal krusial yang terkait dengan pendekatan pertama, yaitu apakah peningkatan belanja negara sebagai akibat dari peningkatan subsidi dapat mendorong kurva IS ke kanan ? Subsidi adalah bagian dari transfer payment seperti juga pengurangan pajak, pengurangan biaya bunga perbankan, atau pembagian beras masyarakat miskin. Hal ini biasanya berdampak pada peningkatan relatif daya beli masyarakat pada tingkat pendapatan yang lama atau pengurangan biaya produksi karena adanya subsidi input. Transfer payment langsung ke masyarakat cenderung berdampak pada peningkatan konsumsi. Masalah lain adalah timbulnya biaya kesempatan opportunity cost sebagai akibat dari peningkatan alokasi anggaran untuk subsidi BBM yang akan mengurangi alokasi anggaran untuk kegiatan lain. Apakah besaran anggaran subsidi BBM memiliki dampak yang sama besar atau lebih besar terhadap perekonomian nasional apabila jumlah anggaran yang sama dipergunakan untuk kegiatan lain yang lebih penting dan memiliki efek pengganda lebih besar?

3.6.4. Kebijakan Subsidi

Besaran subsidi harga BBM dapat berubah-ubah, sebagai respon dari pasar dunia minyak mentah, ketika harga jual eceran konstan. Harga jual eceran yang relatif konstan berdampak pada perubahan subsidi harga BBM sejalan dengan pergerakan harga keekonomian BBM dalam rupiah. Sebagai ilustrasi, pada periode 1986-2006, perbandingan rata-rata harga jual eceran BBM terhadap harga keekonomiannya adalah 95.25 persen untuk premium, 68.33 persen untuk minyak solar, 35.66 persen untuk minyak tanah, dan 110.99 persen untuk elpiji. 128 Sebagai negara importir minyak mentah, harga dunia merupakan harga jual eceran, jika tidak ada subsidi. Selain itu, harga dunia BBM cenderung sangat fluktuatif dengan kenaikan harga tertinggi mencapai 3 kali lipat dalam beberapa bulan, dan kemudian kembali ke harga normal dalam beberapa bulan kemudian. Besaran subsidi BBM adalah : SUBH = MOPS x NTKR - HJEC ...................................... 3.16 dimana : SUBH = subsidi harga BBM Rp.Liter atau elpiji Rp.Kg MOPS = harga keekonomian BBM USLiter atau elpiji USKg NTKR = nilai tukar riil rupiah Rp. US HJEC = harga jual eceran BBM Rp.Liter atau elpiji Rp.Kg Persamaan perilaku kebijakan subsidi bagi setiap jenis BBM adalah : SUBH = f MOPS, NTKR, KEBJ, NKEBJ ............................. 3.17 Hubungan antara harga dunia dengan harga jual eceran adalah: HJEC = MOPS x NTKR – SUBH ......................................... 3.18 dimana: KEBJ = variabel kebijakan terkait dengan produk BBM NKEBJ= variabel diluar kebijakan

3.7. Kerangka Pemikiran

Tahapan kegiatan dari pasar input minyak mentah hingga pasar BBM dan selanjutnya pasar industri sekunder disajikan pada Gambar 13. Kegiatan eksploitasi minyak mentah merupakan kegiatan penambangan untuk memperoleh minyak mentah, yang kemudian sebagian besar dijual di pasar internasional. Di pasar internasional ini terjadilah pembentukan harga dunia 129 minyak mentah sesuai dengan jenis minyak mentah, yang terkenal adalah Dated Brent di Eropa, West Texas Intermediate WTI di Amerika Serikat, dan Dubai Fateh di Timur Tengah. Selain itu ada pasar berjangka minyak mentah, yang terkenal adalah NYMEX atau New York Merchantile Exchange di New York. Setiap titik sumur pengeboran minyak menghasilkan jenis minyak mentah yang berbeda. Indonesia mengeluarkan daftar harga minyak mentah Indonesia yang dikenal dengan Indonesia Crude Price ICP. ICP berisikan harga rata-rata minyak mentah Indonesia dari berbagai sumur pengeboran di Indonesia yang menghasilkan jenis minyak mentah yang berbeda dan harga yang berbeda pula. Penggunaan ICP sangat terbatas yaitu hanya digunakan internal oleh pemerintah Indonesia untuk membukukan nilai penjualan minyak mentah Indonesia, penerimaan negara, besaran pajak, dan lainnya yang berkaitan dengan keuangan negara. Penelitian ini menggunakan harga dunia minyak mentah tahunan yang diterbitkan oleh BPMIGAS Badan Pelaksana Minyak dan Gas Bumi. Kilang dalam negeri mampu memenuhi sekitar 61.74 persen dari kebutuhan BBM dalam negeri pada tahun 2005, sementara sekitar 38.26 persennya dipenuhi dari impor. Penelitian ini memfokuskan diri pada perilaku di pasar BBM dan pasar BBM sekunder. Konsumen BBM di pasar ini membutuhkan BBM sebagai input energi maupun sebagai energi final. Pergerakan harga dan jumlah konsumsi BBM berpengaruh terhadap pasar sekunder BBM. Pasar sekunder BBM berkaitan dengan kondisi perekonomian nasional, seperti penyerapan tenaga kerja, GDP nasional, tingkat harga-harga, dan lainnya. Dengan demikian, perilaku di pasar BBM akan berdampak terhadap perekonomian nasional. 130 Gambar

13. Tahapan Produksi dan Pasar Bahan Bakar Minyak di

Indonesia Gambar 14 menjelaskan bahwa proses penetapan besaran subsidi harga BBM melalui proses panjang dan terjadi proses iterasi yang panjang dengan DPR- RI. Pemerintah telah menyadari bahwa dampak negatif dari subsidi BBM sudah perlu disikapi dengan suatu kebijakan. Karena itu pemerintah telah mencanangkan kebijakan umum untuk mengurangi beban subsidi dalam APBN, termasuk subsidi BBM. Namun upaya pengurangan subsidi harus dilakukan dengan hati-hati dan bertahap agar tidak menimbulkan gejolak sosial politik. Pasar BBM Eksploitasi Minyak Mentah Industri Sekunder BBM Industri Primer BBM Pasar Industri Sekunder Pasar Minyak Mentah Pasar Input Minyak Mentah Impor BBM Penawaran Output Permintaan Input Penawaran Output Penawaran Output Permintaan Input Permintaan Input Tahap Produksi: Pasar: