Subsidi Bahan Bakar Minyak

52 tingkat kesuburan tanah. Dari sisi distribusi pendapatan, kepemilikan lahan pertanian bergeser dari petani ke pemilik lahan pertanian, sehingga subsidi pupuk tidak dinikmati oleh petani penggarap yang miskin tetapi oleh petani pemilik tanah yang relatif lebih mampu. Mekanisme pemberian subsidi pupuk, bersama dengan subsidi non-energi lainnya sedang disempurnakan oleh pemerintah agar lebih tepat sasaran dan tepat guna.

2.3.2. Subsidi Bahan Bakar Minyak

Subsidi BBM adalah pembayaran kepada PT. Pertamina persero 13 dari pemerintah dalam situasi dimana pendapatan yang diperoleh PT Pertamina persero dari tugas menyediakan dan mendistribusikan BBM di Indonesia lebih rendah dibandingkan biaya yang dikeluarkan untuk menyediakan dan mendistribusikan BBM tersebut. 14 Kebijakan subsidi BBM pertamakali diperkenalkan pada sekitar tahun 1973 yaitu ketika terjadi gejolak harga dunia minyak mentah akibat perang di Timur Tengah. Ketika itu harga dunia minyak mentah naik sampai 4 kali lipat, dari semula US2-3 per barrel menjadi sekitar US12 per barrel. Sejak saat itu subsidi BBM menjadi salah satu kebijakan fiskal dan selalu mendapat alokasi anggaran. Meskipun anggaran subsidi dialokasikan setiap tahun, namun beberapa kali pemerintah mendapatkan keuntungan dari penjualan BBM yang disebut 13 Berdasarkan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1971, Pertamina ditugaskan untuk menyediakan bahan bakar minyak bagi seluruh rakyat Indonesia dan hingga tahun 2009 ini tugas tersebut masih dipercayakan kepada PT Pertamina Persero. 14 Besaran subsidi BBM, kecuali elpiji, tercantum dalam Undang-undang APBN. Perhitungan dan pembayaran subsidi BBM dilakukan oleh Departemen Keuangan kepada Badan Usaha yang mendapat penugasan pendistribusian BBM bersubsidi. Khusus untuk perhitungan dan pembayaran subsidi elpiji, tetap menjadi tanggungjawab pemerintah, namun dalam pelaksanaannya dibebankan pada manajemen PT. Pertamina Persero dengan catatan bahwa subsidi elpiji akan mengurangi keuntungan BUMN tersebut dan dividen yang dibayarkan kepada negara. Besaran subsidi elpiji tidak tercantum dalam Undang-undang APBN. 53 dengan Laba Bersih Minyak LBM. LBM hanya terjadi ketika harga dunia minyak mentah turun drastis, seperti pada tahun 1986 dari semula US18-20 per barrel menjadi US9 per barrel. Selain karena penurunan drastis harga minyak dunia, LBM terjadi karena keengganan pemerintah untuk menurunkan harga jual eceran BBM dalam negeri. Departemen Keuangan 2009b menyampaikan bahwa harga dunia minyak mentah merupakan faktor utama besaran subsidi BBM. Perubahan harga minyak mentah akan berpengaruh terhadap penerimaan negara, baik penerimaan sumber daya alam migas dan Pajak Penghasilan migas, maupun penerimaan negara bukan pajak lainnya. Untuk APBN Tahun 2009 Departemen Keuangan, 2009b, setiap kenaikan US1.0 per barrel harga minyak mentah Indonesia Indonesia Crude Oil Price , ICP akan berpotensi menghasilkan tambahan penerimaan negara sebesar Rp. 2.8 triliun sampai dengan Rp. 2.9 triliun. Dari sisi belanja negara, setiap kenaikan harga minyak ICP US1.0 per barrel akan berpotensi meningkatkan pembayaran subsidi BBM Rp. 2.5 triliun sampai dengan Rp. 2.6 triliun. Mengingat bahwa 24.8 persen dari produksi listrik nasional menggunakan BBM dan PT Perusahaan Listrik Negara PLN membeli BBM pada harga internasional, maka setiap kenaikan kenaikan harga ICP US1.0 per barrel akan mengakibatkan penambahan subsidi listrik kepada PT PLN sebesar Rp. 0.4 triliun sampai dengan Rp. 0.5 triliun. Potensi peningkatan belanja negara sebagai akibat dari kenaikan harga ICP juga berasal dari peningkatan Daerah Bagi Hasil DBH Migas kepada daerah penghasil minyak dan gas bumi. Setiap kenaikan ICP US1.0 per barrel akan berpotensi menaikkan dana DBH dari pemerintah pusat ke daerah penghasil migas sebesar Rp. 0.4 triliun sampai dengan Rp. 0.5 triliun. Jadi setiap kenaikan 54 ICP US1.0 per barrel berpotensi meningkatkan belanja pemerintah pusat sebesar Rp. 3.3 triliun sampai dengan Rp. 3.5 triliun. Dampak bersih dari kenaikan ICP sebesar US1.0 per barrel terhadap anggaran belanja negara adalah minus atau peningkatan defisit sebesar Rp. 0.4 triliun sampai dengan Rp. 0.6 triliun. Faktor lain yang menyebabkan terjadinya peningkatan belanja subsidi BBM pada belanja negara adalah meningkatnya jumlah konsumsi BBM di tanah air. Departemen Keuangan 2009b menyatakan bahwa peningkatan konsumsi BBM domestik bersubsidi rata-rata sebesar 0.5 juta kiloliter untuk setiap jenis BBM berpotensi menambah defisit ABPN Tahun 2009 pada kisaran Rp. 2.8 triliun sampai dengan Rp. 3.01 triliun. Kenaikan ICP juga dapat meningkatkan subsidi BBM melalui kenaikan konsumsi BBM. Kenaikan harga minyak dunia akan meningkatkan perbedaan harga minyak domestik dengan harga internasional. Perbedaan harga yang terlalu besar akan cenderung meningkatkan konsumsi BBM karena terdapat insentif untuk melakukan penyelundupan BBM ke luar negeri, pencampuran BBM dengan BBM non-subsidi, dan pengalihan BBM kepada pengguna yang tidak berhak. Di lain pihak, peningkatan konsumsi BBM berdampak pada peningkatan impor, karena terbatasnya kapasitas produksi sebagai akibat dari tiadanya pembangunan kilang baru. Kilang Balongan adalah kilang terakhir yang dibangun dan mulai berproduksi pada tahun 1992. Kapasitas produksi kilang masih bisa ditingkatkan secara terbatas melalui penambahan instalasi unit pengolah pada kilang yang ada. Pada tahun 2005 jumlah impor BBM subsidi dan non-subsidi meliputi 38.26 persen dari total penawaran BBM subsidi dan non-subsidi dalam negeri sebesar 69.15 juta kiloliter. 55 Pemerintah Indonesia sesungguhnya baru mengeluarkan subsidi harga BBM yang sangat besar sejak terjadinya krisis ekonomi tahun 1997. Lonjakan perubahan kurs rupiah sekitar tiga kali lipat menjadi faktor utama yang menyebabkan meningkatnya subsidi, karena penjualan BBM di dalam negeri menggunakan Rupiah sedangkan sebagian besar komponen biaya penyediaan BBM menggunakan mata uang asing.

2.3.3. Upaya Pengurangan Subsidi Bahan Bakar Minyak