79 energi mempengaruhi ekonomi dan ekonomi mempengaruhi energi. Oleh sebab
itu pemerintah harus berhati-hati dalam mengendalikan konsumsi energi melalui mekanisme harga atau pajak karena mempunyai dampak yang luas, biayanya
besar, dan berpotensi menurunkan pertumbuhan ekonomi. Mengendalikan konsumsi juga harus hati-hati karena dapat menurunkan pertumbuhan ekonomi
mengingat hubungan energi dan pertumbuhan ekonomi sedemikian kuat. Kondisi ini berbeda dengan negara maju, misalnya Jerman, yang pada umumnya
mempunyai hubungan kausalitas antara kegiatan ekonomi dengan konsumsi energi. Di negara itu, agar konsumsi energi tidak berdampak negatif pada
pertumbuhan ekonomi, maka harga energi dikendalikan melalui pajak energi.
2.5.2. Subsidi Bahan Bakar Minyak di Indonesia
Yanuarti 2004 melakukan penelitian sejauh mana peranan BBM dalam struktur biaya di tingkat produsen dan mengetahui dampak kenaikan harga BBM
terhadap harga produksi dengan pendekatan input output. Berdasarkan kajian tersebut, kenaikan harga BBM sebesar 1 persen akan meningkatkan harga barang
domestik sebesar 0.07 persen, dalam kondisi tidak ada subsidi BBM. Kenaikan harga barang domestik berasal dari dampak langsung sebesar 0.02 persen dan
dampak tidak langsung sebesar 0.05 persen. Dampak langsung berasal dari kenaikan harga minyak mentah sebesar 0.01 persen dan harga BBM sebesar 0.007
persen, sementara dampak tidak langsung berasal dari kenaikan harga produk sektor pengguna minyak mentah dan BBM.
Astana 2003 meneliti dampak kebijakan pengurangan subsidi BBM terhadap kinerja industri hasil hutan kayu dan kelestarian hutan. Metode yang
digunakan adalah 3SLS dengan menggunakan data tahunan periode 1980-1996.
80 Diperoleh simpulan bahwa kebijakan pengurangan subsidi harga BBM sebesar 25
persen sampai 100 persen akan menurunkan penawaran kayu bulat dalam negeri, penawaran ekspor kayu bulat, penawaran ekspor kayu gergajian, dan penawaran
ekspor kayu lapis. Selain itu dampak kebijakan pengurangan subsidi harga BBM memperkuat upaya pelestarian hutan berupa pengurangan penebangan kayu
illegal, penurunan laju erosi, dan penurunan kerusakan tegakan tinggal. Selanjutnya dampak kebijakan pengurangan subsidi harga BBM menurunkan
kesejahteraan pelaku ekonomi dan menurunkan penerimaan pemerintah, berupa pengurangan surplus produsen, pengurangan surplus konsumen, pengurangan
penerimaan pajak ekspor, pengurangan pungutan kehutanan, dan pengurangan penerimaan pajak ekspor kayu.
Kurtubi 1998 menganalisis permintaan BBM dan dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi serta dampak kebijakan harga BBM terhadap permintaan
BBM. Metode analisis yang digunakan adalah CECM Cointegration and Error Correction Modeling
yakni suatu teknik pemodelan ekonometrik yang banyak dipakai ahli di bidang ekonomi energi dan perminyakan. Menggunakan
pendekatan kointegrasi, diperoleh estimasi elastisitas permintaan BBM terhadap harganya yaitu untuk jangka pendek sebesar -0.116 dan untuk jangka panjang
sebesar -0.549. Estimasi elastisitas permintaan terhadap pendapatan untuk jangka pendek adalah 0.723 dan untuk jangka panjang adalah 1.351.
Syafa’at 1996 melakukan penghitungan untuk merumuskan besaran subsidi optimal dan harga optimal, yang dapat memberikan manfaat maksimum
baik kepada petani produsen, konsumen, dan pihak lain yang berkepentingan dengan subsidi tersebut. Penelitian ini menggunakan metode OLS Ordinary
81 Least Square
. Kesimpulan penelitian ini adalah: 1 tingkat subsidi optimal untuk padi adalah 47.74 persen dan untuk jagung adalah 21.73 persen. Harga optimal
yang ditetapkan sebesar tingkat subsidi optimal akan memberikan manfaat maksimum bagi petani, konsumen, dan pihak lain. Untuk itu diharapkan agar
harga dasar padi dan jagung ditetapkan sebesar subsidi optimalnya; dan 2 apabila elastisitas penawaran dan permintaan terhadap harga menurun 10 persen,
maka subsidi optimal padi meningkat dari 47.74 persen menjadi 93.75 persen dan subsidi optimal jagung meningkat dari 21.73 persen menjadi 28.45 persen.
Semakin besar subsidi optimal, maka semakin rendah harga optimal, dan semakin jauh jarak antara harga optimal dengan harga pasar. Dengan kata lain, semakin in-
elastik penawaran dan permintaan suatu komoditas, maka perbedaan harga optimal dan harga pasar akan semakin besar.
Soebiakto 1988 dalam disertasinya menganalisis dampak fluktuasi harga dunia minyak mentah terhadap ekonomi Indonesia tahun 1973-1986. Kenaikan
harga dunia minyak mentah terjadi pada tahun 1973 dan 1979, sementara penurunan harga terjadi pada tahun 1986. Indonesia dikategorikan sebagai negara
kecil karena hanya memiliki cadangan minyak mentah sebesar 1.4 persen dari cadangan minyak mentah dunia, sehingga menjadi negara price-taker dalam
bisnis minyak mentah dunia. Dari penelitian diperoleh hasil bahwa harga dunia minyak menyebabkan kondisi yang tidak pasti terhadap perekonomian Indonesia.
Hal ini terjadi karena ketergantungan Indonesia yang tinggi terhadap penerimaan dari ekspor minyak mentah, yang juga sangat dipengaruhi oleh harga dunia
minyak mentah dan nilai tukar rupiah. Penurunan harga dunia minyak mentah sebesar US1 per barrel akan berdampak pada penurunan belanja pemerintah
82 sebesar US32 juta, penambahan defisit neraca pembayaran sebesar US10 juta,
dan peningkatan hutang eksternal sebesar US145 juta, demikian pula sebaliknya. Dalam kaitan dengan subsidi harga BBM, Soebiakto menyimpulkan bahwa
peningkatan harga BBM domestik sebesar Rp. 1 per liter akan mengurangi konsumsi BBM dalam negeri sebesar 13 000 – 14 000 barrel, demikian pula
sebaliknya. Untuk mengurangi konsumsi BBM dalam negeri penulis memberikan saran agar dilakukan pengurangan subsidi BBM secara bertahap yaitu paling
sedikit sebesar 10 persen per tahun. Hartono dan Budy 2004 mengkaji dampak peningkatan harga energi
terhadap distribusi pendapatan dan merumuskan kebijakan ekonomi yang tepat bagi kinerja perekonomian DKI Daerah Khusus Ibukota Jakarta serta upaya
pengurangan dampak negatif yang muncul akibat peningkatan harga energi terutama terhadap kelompok masyarakat berpendapatan rendah. Untuk menjawab
tujuan penelitian digunakan CGE regional. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebijakan menaikkan harga BBM, Bahan Bakar Gas BBG, dan Tarif Dasar
Listrik TDL memberikan dampak negatif terhadap output dan nilai tambah sektoral terutama terhadap industri makanan, minuman dan tembakau, industri
tekstil, kulit, kayu, dan barang dari kayu, dan sektor listrik, gas dan air minum. Hal itu pada gilirannya akan mengurangi pendapatan faktor produksi tenaga kerja,
khususnya tenaga kerja informal, yang pada akhirnya pendapatan dari kelompok rumahtangga miskin dan rumah tangga sangat miskin berkurang relatif
dibandingkan dengan kelompok lainnya. Diatin et al. 2003 meneliti pengaruh kenaikan harga solar terhadap usaha
penangkapan nelayan di pelabuhan Ratu, Sukabumi. Metode yang digunakan
83 adalah analisis pendapatan usaha, rasio imbangan penerimaan dan biaya, net
present value , net benefit cost ratio, dan internal rate of ratio. Kenaikan harga
solar berdampak pada penurunan pendapatan usaha penangkapan yang dilakukan oleh unit usaha penangkapan dengan ukuran kapal 5-10 GT, 11-20 GT, dan 21-32
GT, yaitu masing-masing sebesar 55.28 persen, 48.64 persen, dan 25.01 persen. Namun dengan kenaikan harga solar ini, semua usaha penangkapan nelayan
secara finansial masih layak untuk dilakukan pada tingkat suku bunga 20 persen. Unit usaha penangkapan yang paling peka terhadap perubahan harga solar adalah
unit usaha penangkapan dengan ukuran kapal 5-10 GT. Simatupang dan Purwoto 1995 mengatakan bahwa usahatani dalam
sektor pertanian yang diperkirakan sangat dipengaruhi oleh penyesuaian harga solar adalah usahatani padi. Tujuan penelitian adalah mengkaji dampak perubahan
harga solar terhadap produksi dan laba usahatani padi. Menggunakan data tahunan periode 1986-1991 dan metode SUR Seemingly Unrelated Regression, terbukti
bahwa perubahan harga solar sangat berpengaruh terhadap produksi dan usahatani padi. Secara nasional dampak kenaikan harga solar sebesar 26.67 persen pada
bulan Januari 1993 diperkirakan akan menurunkan produksi dan laba usahatani padi masing-masing 6.07 persen dan 10.58 persen. Disimpulkan bahwa perubahan
harga BBM sangat berpengaruh terhadap produksi dan laba usahatani padi, hal yang sama diperkirakan berlaku juga bagi komoditi pertanian lainnya. Oleh
karena itu untuk mengurangi dampak terhadap petani padi, pada setiap kenaikan harga BBM harus diikuti oleh kenaikan harga dasar pertanian.
84
2.5.3. Kemiskinan