248 mengurangi kemiskinan, namun komponen pembentuk anggaran belanja negara
tahun 2009 cukup mengkhawatirkan. Departemen Keuangan, 2009b, menyatakan bahwa dari jumlah anggaran belanja negara pemerintah pusat sebesar Rp. 716
400 miliar, sebagian besar yaitu 57.0 persen digunakan mendanai pengeluaran wajib seperti belanja pegawai sebesar 19.6 persen, pembayaran bunga utang
sebesar 14.2 persen, dan subsidi sebesar 23.3 persen. Sedangkan porsi anggaran yang tidak mengikat hanya mencapai 43.0 persen yang meliputi belanja barang,
belanja modal, bantuan sosial, dan belanja lain-lain. Kecilnya porsi anggaran untuk belanja barang, belanja modal, bantuan sosial, dan belanja lain-lain
barangkali akan memberikan dampak yang berbeda terhadap tingkat pertumbuhan ekonomi dan pengentasan kemiskinan.
Dalam rangka meningkatkan kegiatan ekonomi yang pro rakyat miskin tahun fiskal 2009, pemerintah melaksanakan berbagai program diantaranya adalah
pemberian bantuan sosial, penyediaan Bantuan Langsung Tunai, penyediaan beras subsidi raskin, program Kartu Sehat, Program Nasional Pemberdayaan
Masyarakat, dan Bantuan Operasional Sekolah.
6.3. Dampak Kebijakan Subsidi Harga Bahan Bakar Minyak terhadap
Kesejahteraan Periode Peramalan Tahun 2010-2014 Pada bagian ini dilakukan evaluasi skenario simulasi kebijakan
menggunakan indikator kesejahteraan yang mencakup surplus produsen, surplus konsumen, dan perubahan subsidi BBM, untuk setiap jenis BBM, sebagaimana
yang ditunjukkan pada Tabel 53. Metode evaluasi adalah menjumlahkan seluruh indikator sehingga diperoleh perubahan dampak bersih kesejahteraan.
249
Simulasi 1 memberikan surplus bagi kesejahteraan produsen BBM sebesar Rp. 19 760 miliar. Hal ini terjadi karena kenaikan harga dunia minyak mentah
tidak seluruhnya dapat diserap oleh kenaikan subsidi harga BBM, sehingga harga
Tabel 53. Dampak Kebijakan Subsidi Harga Bahan Bakar Minyak terhadap Kesejahteraan di Indonesia Periode Peramalan Tahun 2010 - 2014
1 2
3 4
5 6
7 8
A. Premium
1. Surplus Produsen 8 079
-27 26 038
690 26 421
35 691 36 277
39 820 2. Surplus Konsumen
-6 424 21
-20 565 -542
-20 824 -28 188 -28 584 -30 658
3. Perubahan Subsidi -160
186 -19 453
326 -19 462
-19 743 -19 754 -19 855 4. Perubahan Dampak Bersih
1 495 180
-13 979 474
-13 864 -12 239 -12 060 -10 694
B.
Minyak Solar
1. Surplus Produsen 9 481
-3 125 13 857
985 14 242
24 785 25 381
28 519 2. Surplus Konsumen
-8 829 2 879
-12 891 -908
-13 240 -23 197 -23 733 -26 558
3. Perubahan Subsidi -556
3 400 -11 161
230 -11 183
-11 877 -11 904 -12 156 4. Perubahan Dampak Bersih
96 3 154
-10 195 306
-10 182 -10 288 -10 256 -10 195
C. Minyak Tanah
1. Surplus Produsen 2069
-491 10 822
14 902 15 282
17 474 17 591
18 195 2. Surplus Konsumen
-3457 800
-19 184 -27 146
-27 938 -32 621 -32 874 -34 213
3. Perubahan Subsidi -1354
1 251 -21 549
-28 890 -29 014
-29 740 -29 787 -29 998 4. Perubahan Dampak Bersih
-2742 1 560
-29 911 -41 135
-41 670 -44 896 -45 070 -46 017
D. Elpiji
1. Surplus Produsen 132
-16 376
-451 -410
-170 -157
-89 2. Surplus Konsumen
-134 16
-381 445
405 170
157 89
3. Perubahan Subsidi 89
22 -322
535 534
523 523
518 4. Perubahan Dampak Bersih
87 22
-326 529
529 523
523 518
E. Bahan Bakar Minyak
1. Surplus Produsen 19 760
-3 659 51 094
16 126 55 536
77 780 79 092
86 445 2. Surplus Konsumen
-18 844 3 717
-53 020 -28 152
-61 597 -83 835 -85 034 -91 340
3. Perubahan Subsidi -1 981
4 859 -52 484
-27 799 -59 126
-60 845 -60 921 -61 492 4. Perubahan Dampak Bersih
-1 064 4 917
-54 411 -39 825
-65 187 -66 900 -66 863 -66 387
Keterangan: Simulasi 1
Harga Dunia Minyak Mentah naik 5 persen Simulasi 2
Penerimaan Dalam Negeri Pemerintah naik 10 persen Simulasi 3
Pengurangan Subsidi Harga Premium, Minyak Solar, Minyak Tanah, dan Elpiji Simulasi 4
Konversi Minyak Tanah ke Elpiji Simulasi 5
Pengurangan Subsidi Harga Premium, Minyak Solar, dan Konversi Minyak Tanah ke Elpiji Simulasi 6
Simulasi 1 + Simulasi 2 + Simulasi 5 Simulasi 7
Simulasi 1 + Simulasi 2 + Simulasi 5 + Realokasi Anggaran sebesar Rp. 60 845 Miliar. Simulasi 8
Simulasi 1 + Simulasi 2 + Simulasi 5 + Indek Harga Konsumen naik 5 persen + Realokasi Anggaran sebesar Rp. 61 492 Miliar.
No. Uraian
Perubahan Kesejahteraan Rp. Miliar
250 jual eceran BBM mengalami peningkatan. Peningkatan harga jual eceran BBM
yang diikuti oleh penurunan konsumsinya mengakibatkan produsen relatif lebih menikmati manfaatnya dibandingkan konsumen. Di lain pihak, konsumen
cenderung dirugikan dengan penurunan surplus sebesar Rp. 18 844 miliar. Dalam rangka mengatasi kenaikan harga dunia BBM, pemerintah berusaha meningkatkan
anggaran subsidi harganya. Namun keterbatasan anggaran mengakibatkan dana yang tersedia tidak cukup sehingga terjadi kenaikan harga BBM dalam negeri.
Kenaikan harga ini memicu penurunan konsumsinya, sehingga subsidi BBM mengalami penciutan sebesar Rp. 1 981 miliar. Dampak bersih kesejahteraan
mengalami penurunan sebesar Rp. 1 064 miliar. Simulasi 2 yang dicirikan oleh penurunan harga jual eceran BBM
berdampak pada surplus konsumen sebesar Rp. 3 717 miliar. Hal ini terjadi karena kenaikan penerimaan dalam negeri akan memberikan kesempatan pemerintah
untuk meningkatkan anggaran belanja, termasuk anggaran subsidi BBM. Kenaikan subsidi harga, dalam kondisi harga dunia minyak dan nilai tukar rupiah
relatif stabil, akan mengakibatkan harga jual eceran turun. Konsumen minyak solar menikmati surplus terbesar, sementara konsumen elpiji menikmat surplus
konsumen terkecil karena penurunan harga jual ecerannya yang paling kecil. Permintaan BBM tidak elastis terhadap perubahan harganya, namun dalam nilai
mutlak, penurunan harga telah mengakibatkan peningkatan jumlah konsumsi yang lebih besar. Hal ini mengakibatkan terjadi peningkatan subsidi BBM sebesar Rp.
4 859 miliar. Pada akhirnya terjadi peningkatan dampak bersih kesejahteraan pada simulasi ini sebesar Rp. 4 917 miliar.
251 Simulasi 3 memberikan surplus bagi kesejahteraan produsen BBM sebesar
Rp. 51 094 miliar. Hal ini terjadi karena penurunan subsidi harga BBM akan menaikkan harga jual ecerannya, bahkan harga jual eceran minyak tanah
meningkat 102.742 persen. Meskipun kenaikan harga jual eceran minyak tanah adalah yang terbesar, namun surplus produsen premium lebih besar dari minyak
tanah. Hal ini dikarenakan harga dasar dan volume penjualan premium 2 kali lebih besar dari minyak tanah, sehingga kenaikan surplus produsen premium dalam
nilai mutlak tetap 2 kali lebih tinggi dibandingkan minyak tanah. Simulasi peramalan penurunan subsidi harga mengakibatkan terjadinya penurunan subsidi
BBM sebesar Rp. 52 484 miliar. Kenaikan harga jual eceran BBM mengakibatkan konsumen menderita dengan penurunan surplus konsumen sebesar Rp. 53 020
miliar. Akhirnya terjadi defisit dampak bersih kesejahteraan sebesar Rp. 54 411 miliar.
Simulasi 4 yang merupakan simulasi konversi minyak tanah ke elpiji, mengakibatkan kenaikan harga jual eceran minyak tanah dan penurunan harga
jual eceran elpiji, sementara harga jual eceran premium dan minyak solar relatif tetap. Kenaikan jual eceran minyak tanah berdampak pada peningkatan
kesejahteraan produsen minyak tanah sebesar Rp. 14 902 miliar, pengurangan kesejahteraan konsumennya sebesar Rp. 27 146 miliar, dan pengurangan
subsidinya sebesar Rp. 28 890 miliar. Di lain pihak, penurunan harga jual eceran elpiji, berdampak pada penurunan kesejahteraan produsennya sebesar Rp. 451
miliar, peningkatan kesejahteraan konsumennya sebesar Rp. 445 miliar, dan peningkatan subsidinya sebesar Rp. 535 miliar. Simulasi ini ternyata mampu
meningkatkan surplus produsen BBM sebesar Rp. 16 126 miliar. Surplus
252 produsen terbesar terjadi pada minyak tanah yaitu Rp. 14 902 miliar. Program
konversi ternyata lebih memberikan manfaat bagi produsen dibandingkan terhadap konsumen. Selain itu penurunan subsidi BBM juga berperan besar dalam
pengurangan kesejahteraan. Dampak bersih perubahan kesejahteraan adalah Rp. 39 825 miliar yang keluar dari masyarakat.
Simulasi 5 adalah kombinasi dari penurunan subsidi harga premium dan minyak solar dengan program konversi minyak tanah ke elpiji. Simulasi ini
meningkatkan kesejahteraan produsen BBM sebesar Rp. 55 536 miliar, penurunan kesejahteraan konsumen sebesar Rp. 61 597 miliar, dan pengurangan subsidi
sebesar Rp. 59 126 miliar. Besarnya peralihan surplus dari konsumen ke produsen disebabkan karena simulasi ini mengakibatkan kenaikan seluruh harga jual eceran
BBM yang cukup besar. Hal ini membuat produsen relatif lebih diuntungkan dibandingkan konsumen. Selain itu penurunan dampak bersih sebesar Rp. 65 187
miliar mengindikasikan bahwa simulasi ini perlu mendapat perhatian karena berpotensi menurunkan kesejahteraan pada umumnya.
Simulasi 6 adalah kombinasi dari peningkatan harga dunia minyak mentah, peningkatan penerimaan dalam negeri, pengurangan subsidi BBM, dan
konversi minyak tanah ke elpiji. Dalam upaya menetralisasi dampak dari kenaikan harga dunia minyak mentah, simulasi ini mengupayakan peningkatan subsidi
harga BBM melalui peningkatan penerimaan dalam negeri. Tampaknya, kenaikan penerimaan dalam negeri sebesar 10 persen tidak berarti kenaikan subsidi harga
BBM pada porsi yang sama. Alokasi belanja negara pada pos-pos anggaran merupakan keputusan politik yang tidak selalu sejalan dengan logika ekonomi.
Karena itu, terlihat bahwa pada simulasi ini harga BBM meningkat lebih tajam
253 lagi dibandingkan dengan simulasi sebelumnya. Sebagai akibat dari kenaikan
harga jual eceran BBM tersebut, maka terjadi peralihan kesejahteraan dari konsumen ke sisi produsen. Surplus produsen terbesar pada produsen premium
yang meningkat sebesar Rp. 35 691 miliar. Sementara surplus konsumen terbesar pada konsumen minyak tanah yang berkurang sebesar Rp. 32 621 miliar. Simulasi
ini berdampak pada peningkatan kesejahteraan produsen BBM sebesar Rp. 77 780 miliar, pengurangan kesejahteraan konsumen sebesar Rp. 83 835 miliar, dan
pengurangan subsidi sebesar Rp. 60 844 miliar. Dampak bersih kesejahteraan mengalami penurunan sebesar Rp. 66 900 miliar.
Simulasi 7 merupakan kombinasi dari simulasi 6 ditambah dengan realokasi dana yang berasal dari penghematan subsidi BBM kepada belanja
pemerintah diluar subsidi BBM. Kebijakan realokasi ini relatif tidak berpengaruh terhadap peningkatan harga jual eceran BBM, termasuk pula pada jumlah
konsumsinya. Karena itu, seperti yang dapat diduga, simulasi ini mengakibatkan peralihan kesejahteraan dari konsumen ke produsen. Simulasi ini berdampak pada
peningkatan kesejahteraan produsen sebesar Rp. 79 092 miliar, penurunan kesejahteraan konsumen sebesar Rp. 85 034 miliar, dan pengurangan subsidi
sebesar Rp. 60 921 miliar. Dampak bersih kesejahteraan mengalami penurunan sebesar Rp. 66 863 miliar.
Simulasi 8, merupakan kombinasi dari simulasi 7 ditambah dengan peningkatan inflasi domestik. Peningkatan inflasi domestik ternyata berdampak
kuat terhadap kenaikan harga jual eceran BBM. Kenaikan harga jual eceran yang semakin tinggi berdampak pada semakin besarnya penurunan jumlah konsumsi
BBM. Dampak berikutnya, sesuai perkiraan, yaitu semakin besarnya peralihan
254 kesejahteraan dari konsumen ke sisi produsen. Secara total, simulasi ini
berdampak pada peningkatan kesejahteraan produsen sebesar Rp. 86 445 miliar, penurunan kesejahteraan konsumen sebesar Rp. 91 340 miliar, dan pengurangan
subsidi sebesar Rp. 61 492 miliar. Dampak bersih kesejahteraan mengalami penurunan sebesar Rp. 66 387 miliar.
6.4. Rangkuman dan Sintesis Dampak Kebijakan Subsidi Harga Bahan