Penawaran Bahan Bakar Minyak

44 atau property pemerintah pada harga di bawah harga pasar. Contoh: pemerintah membeli bahan bakar minyak atau barang lainya dengan harga yang lebih tinggi dan menjualnya ke masyarakat dengan harga yang lebih rendah Bappenas, 2007. Menurut Bappenas 2007, subsidi pada dasarnya mempunyai fungsi sebagai: 1 alat pemerataan output melalui mekanisme peningkatan elastisitas permintaan, 2 alat stabilitas harga melalui mekanisme intervensi harga, dan 3 alat optimalisasi output melalui mekanisme elastisitas penawaran. Di lain pihak subsidi juga memiliki eksternalitas negatif, seperti yang dinyatakan oleh Basri 2002, bahwa subsidi yang tidak transparan dan tidak jelas targetnya akan menyebabkan: 1 distorsi baru dalam perekonomian, 2 menciptakan inefisiensi, dan 3 tidak dinikmati oleh masyarakat yang berhak. Relatif rendahnya harga barang subsidi berdampak pada perilaku masyarakat yang kurang kurang hemat dalam konsumsi dan karenanya terjadi pemborosan sumberdaya yang digunakan untuk memproduksi barang tersebut.

2.2. Penawaran dan Permintaan Bahan Bakar Minyak

2.2.1. Penawaran Bahan Bakar Minyak

Pada tahun 2004 kapasitas pengilangan minyak bumi sebesar 1 055.50 ribu barrel per hari sedangkan konsumsinya sudah mencapai 1 143.70 ribu barrel per hari Purwantoro, 2008. Pada tahun 1980an Indonesia pernah mencapai produksi 1.60 juta barrel per hari dengan jumlah penduduk sekitar 130 juta orang. Pada tahun 2006 keadaan memburuk dimana produksinya sebesar 1.05 juta barrel per hari namun jumlah penduduknya telah mencapai 230 juta orang Oktaviani dan Eka, 2006. Jumlah produksi minyak bumi dalam negeri yang cenderung menurun, salah satunya disebabkan oleh penggunaan teknologi. Paper yang ditulis 45 oleh Managi et al. 2004 menjelaskan bahwa perubahan teknologi dalam kegiatan eksplorasi dan eksploitasi minyak bumi mempunyai dampak terbesar dalam peningkatan produksi, sedangkan penemuan sumur minyak baru berdampak penting dalam keberlanjutan produksi minyak ke depan. Produksi BBM dari kilang dalam negeri mengalami peningkatan dari tahun 1990 sampai dengan tahun 2005 dengan kenaikan rata-rata sebesar 2.83 persen per tahun seperti yang terlihat pada Lampiran 1a. Peningkatan produksi terjadi pada periode 1990-1995 yaitu dari 23.17 juta kiloliter menjadi 30.30 juta kiloliter, ketika kilang Balongan mulai produksi pada tahun 1995. Hal ini mengakibatkan jumlah produksi BBM pada tahun 2005 meningkat menjadi 35.2 juta kiloliter 10 . Sementara kebutuhan BBM meningkat terus dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 5 persen per tahun. Selisih antara kebutuhan dengan produksi BBM dipenuhi dari impor yang semakin meningkat, seperti yang terlihat pada Lampiran 1c. Setiap tahun volume impor BBM meningkat rata-rata sebesar 14.08 persen dengan volume impor pada tahun 1990 sebesar 3.37 juta kiloliter yang menjadi 24.31 juta kiloliter pada tahun 2005. Penawaran total BBM tahun 1990 sebesar 26.54 juta kiloliter, dimana produksinya sebesar 23.17 juta kiloliter ditambah impor sebesar 3.37 juta kiloliter, seperti yang terlihat pada Lampiran 1e, yang meningkat tajam pada tahun 2005 menjadi sebesar 59.53 juta kiloliter yang berasal dari produksi sebesar 35.22 juta kiloliter dan impor sebesar 24.31 juta kiloliter, atau terjadi kenaikan penawaran BBM rata-rata per tahun sebesar 5.53 persen. 10 Optimalisasi produksi BBM dilaksanakan antara lain melalui peningkatan teknologi kilang atau penambahan unit pengolahan pada kilang yang sudah ada. 46 Elpiji sebagai bahan bakar alternatif untuk memasak rumah tangga belum banyak diminati. Produksi elpiji pada tahun 1990 mencapai 2.75 juta ton dan sebanyak 94.79 persen diekspor, dan penawaran elpiji untuk konsumsi domestik pada tahun tersebut hanya mencapai 0.14 juta ton. Pada tahun 2005 penawaran elpiji untuk konsumsi semakin meningkat hingga mencapai 0.90 juta ton, sementara jumlah produksi elpiji turun hingga mencapai 1.89 juta ton, dan ekspor hanya mencakup 53.08 persen dari jumlah produksi.

2.2.2. Permintaan Bahan Bakar Minyak