176 tidak elastis dalam jangka pendek dan jangka panjang. Hasil penelitian ini sejalan
dengan temuan yang dikemukakan oleh Storchmann 2005 bahwa elastisitas jangka panjang permintaan gasoline premium terhadap harganya berkisar antara
-0.8 – -1.0, juga temuan Wheaton, 1982 dalam Storchmann, 2005 yaitu sebesar - 0.74, dan temuan Johansson dan Schipper, 1997 dalam Storchmann, 2005 yaitu
sebesar -0.70.
Tabel 18. Hasil Estimasi Parameter Permintaaan Premium oleh Sektor Transportasi Tahun 1986-2006
Variabel Parameter
Estimasi Pr |t|
Elastisitas Jangka
Pendek Jangka
Panjang
Intercept Intersep 1 089 813
0.1068 HJECPR Harga Jual Eceran Premium
-404.767 0.0912
-0.0642 -0.8775
RHJECPX Rasio Harga Pertamax 25 360.13
0.9132 0.0026
0.0350 KRODA6 Kendaraan Roda Dua dan Empat
51.52939 0.0243
0.0863 1.1803
LKOSJPRT Lag Kons. Premium Sek.Transport. 0.926845
.0001 Adj-R
2
= 0.99690; F-hitung = 1530.79; Pr F bernilai 0.0001; DW = 1.781738
Estimasi parameter jumlah kendaraan roda dua dan empat sebesar 51.529 dan mempunyai hubungan yang searah. Variabel jumlah kendaraan roda dua dan
empat berpengaruh nyata terhadap permintaan premium pada sektor transportasi dengan elastisitas jangka pendek 0.0863 dan jangka panjang 1.1803.
Selain itu permintaan premium untuk sektor transportasi dipengaruhi secara nyata oleh variabel bedakalanya. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan
kendaraan masih sangat dibutuhkan oleh masyarakat karena tingginya pengaruh faktor bedakala tersebut.
2. Permintaaan Minyak Solar oleh Sektor Transportasi
Hasil estimasi parameter permintaan minyak solar untuk sektor transportasi disajikan pada Tabel 19. Estimasi parameter harga jual eceran minyak
177 solar sebesar 827.18 dan mempunyai hubungan yang negatif. Respon permintaan
minyak solar pada sektor transportasi terhadap harga jual eceran minyak solar tidak elastis dalam jangka pendek dan elastis dalam jangka panjang.
Estimasi parameter bedakala jumlah kendaraan niaga sebesar 266.3491 dan mempunyai hubungan yang searah. Respon permintaan minyak solar pada
sektor transportasi terhadap jumlah kendaraan niaga bersifat tidak elastis dalam jangka pendek dan menjadi elastis dalam jangka panjang.
Tabel 19.
Hasil Estimasi Parameter Permintaaan Minyak Solar oleh Sektor Transportasi Tahun 1986-2006
Variabel Parameter
Estimasi Pr |t|
Elastisitas Jangka
Pendek Jangka
Panjang
Intercept Intersep 892 803 0.0576
HJECSL Harga Jual Eceran Minyak Solar -827.18 0.0994 -0.0987 -3.5823
LKNIAGA Lag Kendaraan Niaga 266.3491 0.1142 0.0739 2.6819
KRISIS Dummy Krisis Ekonomi -752 422 0.0260
LKOSJSLT Lag Kons. M. Solar Sek.Transport. 0.972452
.0001 Adj-R
2
= 0.98124; F-hitung = 249.50; Pr F bernilai 0.0001; DW = 1.971382
Ketika terjadi krisis ekonomi di Indonesia, permintaan minyak solar cenderung menurun sebesar 752 422 ribu liter. Hal ini dikarenakan ketika krisis
ekonomi terjadi, sektor perekonomian mengalami kontraksi, tingkat konsumsi masyarakat turun, dan kegiatan produksi mengalami penurunan. Selain itu
permintaan minyak solar untuk sektor transportasi dipengaruhi oleh bedakalanya dengan besaran 0.972452.
3. Permintaaan Minyak Solar oleh Sektor Industri
Hasil estimasi parameter permintaan minyak solar untuk sektor industri disajikan pada Tabel 20. Estimasi parameter daya listrik terpasang sebesar
167.5038 dan mempunyai hubungan yang positif. Respon permintaan minyak
178 solar pada sektor industri terhadap daya listrik terpasang bersifat tidak elastis
dalam jangka pendek dan menjadi elastis dalam jangka panjang. Peningkatan daya listrik terpasang merupakan indikasi dari tingkat kegiatan produksi yang secara
umum memerlukan tenaga listrik.
Tabel 20.
Hasil Estimasi Parameter Permintaaan Minyak Solar oleh Sektor Industri Tahun 1986-2006
Variabel Parameter
Estimasi Pr |t|
Elastisitas Jangka
Pendek Jangka
Panjang
Intercept Intersep -172 483
0.6452 DHJECSL Perub. Harga Jual Eceran M. Solar
-103.726 0.8827
-0.0019 -0.0058
LISTRK Daya Listrik Terpasang 167.5038
0.0928 0.4027
1.2607 KRISIS Dummy Krisis Ekonomi
-800 382 0.0993
LKOSJSLI Lag Kons. M. Solar Sektor Industri 0.680545
0.0062 Adj-R
2
= 0.97189; F-hitung = 165.21; Pr F bernilai 0.0001; DW = 2.356451
Selain itu ketika terjadi krisis ekonomi di Indonesia, maka permintaan minyak solar pada sektor industri cederung menurun sebesar 800 382 ribu liter.
Kejadian yang serupa terjadi pada permintaan premium, dimana permintaan premium mengalami penurunan ketika krisis ekonomi terjadi. Krisis ekonomi
menimbulkan dampak kontraksi bagi perekonomian sehingga tingkat produksi pada umumnya mengalami penurunan. Permintaan minyak solar untuk sektor
industri dipengaruhi secara nyata oleh variabel bedakalanya dengan besaran 0.680545.
4. Permintaaan Minyak Solar oleh Sektor Rumahtangga dan Komersial