50
Tabel 7. Perkembangan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak di Indonesia Tahun 1985-2005
Tahun Premium
Minyak Tanah
Minyak Solar
Harga Rata-Rata Tertimbang Elpiji
Nilai Perubahan Thn
RpLiter Persen RpKg
1985 385 165
242 247.38
370 1990 450
190 245
278.79 2.54
400 1995 700
280 380
436.91 11.38
1 000
1997 700 280
380 437.89
0.11 1
000 1998
1 000 280
550 603.84
37.97 1 500
1999 1 000
280 550
594.85 - 1.45
1 500 2000
1 150 350
600 679.25
14.21 1 500
2001 1 450
388 955
945.11 39.15
2 100 2002
1 750 600
1 550 1 381.77
46.21 2 400
2003 1 810
700 1 650
1 475.19 6.76
2 700 2004
1 810 700
1 650 1 492.44
1.17 4 250
2005 3 117
2 061 2 877
2 785.89 86.69
4 250 2006
4 500 2 000
4 300 3 907.99
40.29 4 250
Sumber:
Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral, 2006
diolah.
2.3. Subsidi Bahan Bakar Minyak di Indonesia
2.3.1. Subsidi Umum
Komponen yang menyusun subsidi terdiri dari subsidi energi dan non- energi. Subsidi energi terdiri dari subsidi listrik dan subsidi BBM, sementara
subsidi non-energi terdiri dari subsidi pangan, pupuk, kredit program, pajak, dan subsidi lainnya. Subsidi energi selalu menempati porsi terbesar dibandingkan
dengan subsidi non-energi, sebagaimana yang terlihat pada Tabel 8. Kontribusi subsidi terhadap belanja negara periode sebelum krisis
ekonomi tahun 1997 tidak pernah melebihi 9.0 persen. Krisis ekonomi pada tahun 1997 dan depresiasi nilai tukar rupiah sebesar 4 kali lipat, telah membuat
pemerintah perlu memberikan subsidi. Sejak saat itu beban subsidi, termasuk subsidi BBM, semakin meningkat dan mencapai puncaknya pada tahun 2008
sebesar 38.64 persen dari belanja negara. Pada saat itu subsidi BBM mencapai 20.11 persen dari belanja negara. Tingginya subsidi tampaknya disebabkan oleh
dampak krisis dunia subprime mortgage yang mengimbas ke Indonesia.
51
Tabel 8. Perkembangan Belanja Negara dan Subsidi di Indonesia Tahun
198586 – 2007
Tahun Belanja
Negara Subsidi 1
Subsidi Bahan Bakar Minyak
BBM 2 Subsidi
Terhadap Belanja Negara
Subsidi BBM Terhadap
Belanja Negara Rp. miliar
Persen 198586 22
148 1 367 450
6.19 2.03
198687 20 738
467 2.25
0.00 198788 22
384 1 165 402
5.20 1.80
198889 26 734
282 82
1.05 0.31
198990 32 692 1 858
707 5.68
2.16 199091 39
754 3 570 3 306
8.98 8.32
199192 44 581 1 230
930 2.76
2.09 199293 52
048 867
692 1.67
1.33 199394 57
833 1 455 1 280
2.52 2.21
199495 62 607 1 502
687 2.40
1.10 199596 65
342 179
0.27 0.00
199697 82 221 1 660
1 416 2.02
1.72 199798 109
302 21 121 9 814
19.32 8.98
199899 172 669 35 786
28 607 20.73
16.57 199900 231
879 65 916 40 923
28.43 17.65
2000 221 467 62 745
53 810 28.33
24.30 2001 341
563 77 443 68 381
22.67 20.02
2002 345 608 40 006
31 162 11.58
9.02 2003 370
592 25 465 13 210
6.87 3.56
2004 255 309 26 638
14 527 10.43
5.89 2005 392
820 119 090 89 194
30.32 22.71
2006 440 000
107 400 64 200
24.41 14.59
2007 504 600
150 200 83 800
29.77 16.61
2008 729 100
281 700 146 600
38.64 20.11
Keterangan : 1 Subsidi adalah subsidi BBM ditambah subsidi di luar BBM
2 Jenis BBM yang disubsidi mencakup avtur, avgas, premium, minyak solar, minyak tanah, minyak diesel, dan minyak bakar. Sejak Tanggal 1 Oktober 2000 jenis BBM
yang disubsidi berkurang dan hanya mencakup premium, ninyak solar, minyak tanah minyak diesel, dan minyak bakar. Sejak Tanggal 16 Juni 2001 jenis BBM yang
disubsidi berkurang lagi hingga hanya mencakup premium, solar, dan minyak tanah.
Sumber : Bappenas, 2007 pada Lampiran 4 dan Departemen Keuangan, 2009b. Subsidi pupuk meningkat sangat tajam dari semula Rp. 2.5 triliun pada
tahun 2005 menjadi Rp. 15.2 pada tahun 2008 Departemen Keuangan, 2009b. Peningkatan subsidi pupuk ini disebabkan oleh meningkatnya harga dunia minyak
mentah yang diikuti secara paralel oleh meningkatnya harga gas alam. Gas alam adalah komponen utama pembentuk harga pupuk. Perbedaan harga pupuk dan
harga keekonomiannya memberikan dampak yang serius baik dari sisi efisiensi maupun dari sisi distribusi pendapatan. Dari sisi efisiensi, subsidi telah
mendorong penggunaan pupuk yang berlebihan yang berdampak selanjutnya pada
52 tingkat kesuburan tanah. Dari sisi distribusi pendapatan, kepemilikan lahan
pertanian bergeser dari petani ke pemilik lahan pertanian, sehingga subsidi pupuk tidak dinikmati oleh petani penggarap yang miskin tetapi oleh petani pemilik
tanah yang relatif lebih mampu. Mekanisme pemberian subsidi pupuk, bersama dengan subsidi non-energi lainnya sedang disempurnakan oleh pemerintah agar
lebih tepat sasaran dan tepat guna.
2.3.2. Subsidi Bahan Bakar Minyak