Elastisitas Input Efisiensi penggunaan air irigasi sumur pompa artesis pada usahatani lahan kering di Lombok Timur Nusa Tenggara Barat

135 Tabel 28 Rata-rata Tingkat Efisiensi Irigasi, Indeks Efisiensi Distribusi dan Tingkat Efisiensi Manajemen Irigasi Jagung, Bawang Merah Dataran Tinggi dan Bawang Merah Dataran Rendah, Usahatani Lahan Kering Pengguna Air Artesis di Lombok Timur, 2011. Statistik Jagung BMDT BMDR Rataan Rata rata IER 0.69 0.42 0.40 0.57 Rata-rata IED 0.89 0.90 0.90 0.89 Rata-rata EMI 0.57 0.34 0.36 0.42 N Observasi 137 50 59 246 Penilaian anggota DPRD tersebut bersifat kasuistis dengan mengacu pada kasus sumur pompa air tanah di Lombok Utara. Temuan penelitian ini bisa menambah informasi keadaan sumur pompa air tanah. Menurut kajian ini, secara umum kondisi pompa air tanah yang diwakili oleh sampel yang terpilih berada dalam kondisi baik diitunjukkan oleh tingginya tingkat efisiensi distribusi dari sumur pompa ke lahan petani, yang nilai rata-ratanya mencapai 0.89 Tabel 28. Ukuran efisiensi distribusi merefleksikan frekuensi rusak mesin, kondisi pipasaluran, serta letak petak lahan petani dari rumah pompa. Semakin tinggi indeks efisiensi distribusi IED, menunjukkan kondisi pompa dan skim yang makin baik. Menggunakan indikator IED maka bisa dikatakan bahwa hanya sedikit 8.9 persen skim yang nilai IED nya kurang dari 0.8, artinya lebih dari 90 persen pompa dan skim Tabel 15 berada dalam kondisi baik dan beroperasi secara efisiensi. Memperbaiki tingkat efisiensi irigasi dan efisiensi distribusi diperlukan pendekatan yang terpisah karena manajemen dari kedua konsep efisiensi tersebut berbeda. Memperbaiki efisiensi irigasi ditingkat operator bisa dilakukan dengan meningkatkan kinerja operator dan organisasi petani, karena mereka ini langsung berkaitan dengan proses pengambilan keputusan dalam pengelolaan sumur pompa dan skim. Keputusan penting seperti penentuan iuran irigasi, mekanisme penanggulangan kerusakan pompa, pola tanam dikaitkan dengan ekspektasi harga pasar, diputuskan dalam rapat organisasi petani. Sedangkan memperbaiki efisiensi di tingkat usahatani diperlukan pemahaman faktor faktor yang mempengaruhi efisiensi irigasi yang dibahas pada sesi 7.5 Sumber Efisiensi Irigasi. 136

7.3. Analisis Komparasi Efisiensi Irigasi dengan Efisiensi Teknis

Efisiensi irigasi Irrigation Efficiency Rate, IER dan efisiensi teknis Technical Efficiency Rate, TER, keduanya merupakan ukuran efisiensi fisik, sama sama menggunakan garis frontier sebagai acuannya. Lawan dari efisiensi fisik ini adalah efisiensi ekonomi yang melibatkan pengaruh pasar, harga input, harga output, serta biaya dan perimaan usahatani. Pengukuran efisiensi fisik bisa dibedakan atas dua macam: 1 efisiensi teknis yang diukur dengan menggunakan pendekatan radial rasio output aktual dengan output optimum dan 2 efisiensi irigasi yang diukur menggunakan pendekatan non-radial rasio input optimum dengan input observasi, seperti yang sudah dipaparkan sebelumnya. Secara teoritis, tingkat efisiensi teknis memiliki nilai yang lebih besar dari tingkat efisiensi irigasi Karagianinis, 2003, karena efisiensi irigasi khusus memperhatikan satu input, sementara input lain diperlakukan tetap status quo; sedangkan efisiensi teknis memperhatikan output yang merupakan hasil perpaduan seluruh input produksi secara bersama sama. Perbandingan tingkat efisiensi irigasi dengan tingkat efisiensi teknis disajikan dalam Tabel 29. Terlihat dari Tabel 29, rata rata tingkat efisiensi irigasi IER secara keseluruhan adalah 0.57 dengan kisaran dari 0.00 sampai 1.00. Kalau dibedakan antar tanaman, terlihat bahwa tingkat efisiensi irigasi tanaman jagung 0.68 lebih tinggi dari efisiensi irigasi bawang merah baik bawang merah dataran rendah 0.42 maupun bawang merah dataran tinggi 0.40. Keadaan ini bisa dimengerti karena usahatani bawang merah lebih rentan terhadap kekurangan air dibanding tanaman jagung, yang mendorong petani bawang merah untuk menggunakan air secara lebih intensif. Menurut model yang dibangun dan komputasi yang menyertainya, penggunaan air petani bawang merah jauh melebihi dari tingkat penggunaan optimum, diindikasikan oleh nilai IER yang jauh di bawah satu seperti sudah disebut di atas. Sebaliknya, relatif tingginya tingkat efisiensi irigasi petani jagung mungkin karena jagung merupakan tanaman pangan yang sudah biasa diusahakan oleh petani, sehingga aplikasi teknologi untuk jagung lebih dikuasai. 137 Tabel 29 Perbandingan Tingkat Efisiensi Irigasi Dengan Tingkat Efisiensi Teknis Usahatani Jagung, Usahatani Bawang Merah Dataran Rendah dan Usahatani Bawang Merah Dataran Tinggi Lahan Kering Pengguna Sumur Pompa Air Artesis di Lombok Timur, 2011. Efisiensi Jagung BMDR BMDT Total Efisiensi Irigasi IER Rata rata 0.69 0.42 0.40 0.57 Maksimum 1.00 1.00 1.00 1.00 Minimum 0.09 0.00 0.01 0.00 Std dev 0.16 0.21 0.25 0.24 N observasi 137 59 50 246 Efisiensi Teknis TER 0.8-0.9 7 31 38 0.9-1.0 137 43 28 208 Total 137 50 59 246 Rata rata 0.97 0.90 0.94 0.94 Maksimum 1.00 1.00 1.00 1.00 Minimum 0.90 0.80 0.86 0.80 Std dev 0.02 0.04 0.03 0.04 Yang menarik adalah membandingkan efisiensi irigasi dengan efisiensi teknis. Bedanya mencolok. Menurut konsep efisiensi teknis, semua usahatani yang diteliti, baik jagung maupun bawang merah dinilai sudah efisien dengan tingkat efisiensi 0.8 ke atas, bahkan untuk jagung lebih tinggi lagi yaitu 0.9 ke atas Tabel 29. Implikasinya menurut konsep ini adalah bahwa upaya peningkatan produksi jagung dan bawang merah tidak bisa lagi dengan melakukan perbaikan efisiensi teknis, karena penggunaan teknologi oleh petani sudah dianggap mencapai titik klimaks, dan karenanya sudah waktunya untuk melakukan penggantian teknologi. Penilaian efisiensi teknis menggunakan konsep radial tersebut, dielaborasi lebih lanjut dengan mengukur efisiensi irigasi menggunakan konsep non-radial dan ditemukan bahwa sebagian besar petani masih berpeluang untuk diperbaiki efisiensi penggunaan air. Dengan menggunakan IER = 0.8 ke bawah sebagai patokan inefisiensi, maka terdapat 206 dari 246 responden 84 persen yang memenuhi kriteria untuk ditingkatkan efisiensi irigasinya Tabel 29. Perbaikan efisiensi irigasi dimaksudkan adalah untuk mengurangi volume penggunaan air tanpa menyebabkan menurunnya produksi, dengan jumlah penggunaan input lain 138 sama dengan jumlah yang diberikan sebelumnya oleh masing-masing responden. Peluang memperbaiki efisiensi irigasi usahatani bawang merah lebih besar lagi dimana terdapat 50 dari 59 responden 85 persen memiliki efisiensi irigasi 0,6 ke bawah untuk bawang merah dataran rendah; dan sebanyak 80 persen untuk responden bawang merah dataran tinggi Tabel 29. Kecenderungan petani menggunakan air dalam jumlah yang lebih banyak dari jumlah penggunaan optimum didorong oleh keinginan untuk memperoleh produksi yang tinggi, namun karena tidak punya acuan di dalam menentukan cara, waktu dan jumlah air optimum yang digunakan, maka penggunaan input yang banyak justru menyebabkan terjadinya inefisiensi. Selain itu, adanya substitusi fungsi antar input, memerlukan pemahaman yang mencukupi tentang bundel input optimum. Petani tertentu yang memiliki banyak tenaga kerja, akan mensubstitusikan penggunaan air, misal, dengan memperbanyak penggunaan tenaga kerja untuk mendapatkan hasil yang sama jumlahnya. Pemahaman ini memberikan gambaran bahwa standar penggunaan input optimum bukan suatu titik yang unik yang bisa ditentukan secara kaku, karena adanya prinsip substitusi input, sehingga bisa muncul banyak kombinasi input yang bisa memberikan output dengan jumlah yang sama. Menurut indikator efisiensi teknis TER, petani sudah beroperasi secara efisien ditunjukkan oleh hasil yang dicapai sudah tinggi, mendekati 96 produksi maksimum; namun menurut indikator efisiensi irigasi IER, terdapat peluang yang besar untuk meningkatkan efisiensi irigasi. Sepintas terkesan kontroversial antara TER dengan IER. Hal ini bisa dijelaskan sebagai berikut. TER diukur dengan menggunakan pendekatan output yaitu rasio output aktual dengan output optimum. Output optimum digambarkan oleh produksi frontier yang di dalamnya terhimpun pengaruh input secara simultan sehingga perilaku individu masing-masing input tidak terungkap oleh tingkat produksi frontier, dengan demikian perilaku input secara individu tidak tertangkap oleh TER, dengan kata lain fungsi produksi frontier menggambarkan resultante pengaruh dari semua input produksi. Di sisi lain, besarnya pengaruh masing-masing input terhadap produksi digambarkan oleh nilai parameter estimasi, sehingga dimungkinkan untuk mengkaji pengaruh individu input secara parsial. 139 Ketika hubungan kausalitas input output disoroti secara parsial, titik frontier bisa didekati dengan dua cara: secara vertikal maksimumkan produksi atau secara horisontal minimumkan input Gambar 8. Fenomena di atas menggambarkan bahwa secara vertikal, rata rata petani sudah beroperasi mendekati titik frontier, diindikasikan oleh nilai TER yang tinggi 0.96; Sebaliknya, secara horisontal, menggunakan indikasi IER, petani memiliki peluang yang besar untuk mengurangi penggunaan air, tanpa menyebabkan berkurangnya produksi. Kasus di atas menunjukkan bahwa proporsi penghematan air lebih tinggi dari proporsi peningkatan output. Dari paparan tadi terlihat bahwa kedua ukuran efisiensi tersebut saling melengkapi sebagai pertimbangan dalam perbaikan efisiensi apakah diarahkan ke peningkatan produksi atau ke arah pengurangan input. Keduanya sama sama dicapai dengan memperbaiki aplikasi teknologi yang ada oleh petani. Jadi pekerjaan yang mengarah ke peningkatan kemampuan teknis dan kapasitas manajerial petani tetap menjadi saran untuk memperbaiki efisiensi. Kemampuan teknis berkaitan dengan kemampuan penggunaan teknologi dalam hal ini yang berkaitan dengan teknik penggunaan air yang efisiensi, misal dengan pembuatan bedengan yang sesuai dengan kebutuhan tanaman sehingga air menjadi tersedia sekitar akar tanaman dan karennanya tidak banyak air yang terbuang mengalir ke bawah run-off termasuk waktu dan frequensi pemberian air. adapun kemampuan manajerial berkaitan dengan keputusan produksi yang memungkinkan petani beroperasi secara efisiensi. Yang termasuk dalam hal ini misal berkaitan dengan luas usaha, pemilihan tanaman dan pola tanam sehingga diperoleh produksi optimum yang pada gilirannya dicapai keuntungan maksimum. Penelitian efisiensi irigasi yang dilakukan dalam kajian ini bersifat umum, perlu dilengkapi dengan variabel aplikasi teknologi sehingga bisa dideteksi komponen teknologi yang mana yang mempengaruhi efisiensi. Dengan tersedianya informasi aplikasi teknologi maka perbaikan efisiensi menjadi lebih fokus pada komponen yang menjadi penyebab rendahnya efisiensi. Dengan demikian, materi pelatihan dan penyuluhan dipilih materi yang lebih spesifik tentang cara, waktu dan jumlah penggunaan input yang efisiensi untuk penyelenggaraan usahatani. Pendekatan dalam kajian ini memungkinkan untuk 140 mengetahui responden yang rendah tingkat efisiensi irigasi sebagai acuan pemilihan peserta pelatihan perbaikan efisiensi irigasi. Dengan diketahui latar belakang peserta pelatihan, maka cara dan teknik penyampaian materi bisa lebih efektif disesuaikan dengan tingkat pendidikan dan kemampuan belajar responden. Dalam kasus terbatas dana pelatihan, maka kegiatan bisa diprioritaskan kepada petani yang rendah tingkat efisiensi irigasinya. Perbaikan efisiensi irigasi dinilai praktis dilakukan karena yang ditingkatkan adalah efisiensi penggunaan input yang sudah dimiliki petani, melalui perbaikan aplikasi teknologi produksi, petani tidak dituntut melakukan penambahan jumlah input yang digunakan.

7.4. Efisiensi Ekonomi

Efisiensi ekonomi dihitung dengan membandingkan tingkat penggunaan air aktual dengan tingkat penggunaan air optimum. Tingkat penggunaan air optimum dihitung dengan menggunakan persamaan 34 dan persamaan 35. Karena harga air tidak tersedia, maka digunakan biaya pelayanan air yang sudah dikonversi dari rupiah per jam menjadi rupiah per m 3 , sebagai proksi harga air. Angkanya diperoleh dengan membagi total biaya air yang dikeluarkan oleh petani dengan total volume air yang digunakan. Hal ini dilakukan secara terpisah untuk masing-masing model yaitu untuk: jagung, bawang merah dataran tinggi dan bawang merah dataran rendah. Hasil perhitungan total penggunaan air, total biaya air, biaya air per m 3 , dan tingkat penggunaan optimum air dari usahatani jagung, bawang merah dataran tinggi dan bawang merah dataran rendah disajikan pada Tabel 30. Total volume air yang digunakan 137 petani jagung mencapai 15,649 m 3 , total penggunaan air yang digunakan petani bawang merah dataran rendah adalah sebanyak 12099 m 3 , dan yang digunakan oleh 50 petani bawang merah dataran tinggi adalah 11,572 m 3 Tabel 30. Biaya air per m 3 dihitung dengan membagi total biaya air dengan total volume air yang digunakan oleh petani untuk masing-masing tanaman dan diperoleh nilai berturut turut untuk jagung, bawang merah dataran rendah dan bawang merah dataran tinggi adalah 564, 714 dan 477 Rp per m 3 . Angka inilah 141 yang digunakan sebagai proksi harga air yang digunakan untuk masing-masing tanaman. Tabel 30 Total Penggunaan Air, Total Biaya Air, Biaya Air, dan Tingkat Penggunaa Optimum Air dari Usahatani Jagung, Bawang Merah Dataran Tinggi dan Bawang Merah Dataran Rendah, Usahatani Lahan Kering Pengguna Air Artesis di Lombok Timur, 2011 Variabel Jagung BMDR BMDT Total volume air m 3 15,649 12,099 11,572 Total biaya air Rp 8,820,000 8,640,000 5,520,000 Biaya air Rpm 3 564 714 477 Harga produk RpKilogram 2,880 5,085 5,520 Air optimum m 3 hektar 2,378 20,560 5,188 N Observasi 137 59 50 Harga produk masing-masing tanaman dihitung dengan mengambil nilai rata rata harga jual pada tingkat petani setelah datanya dikonversi menjadi Rp per kilogram produk. Untuk jagung diukur dalam bentuk pipil kering, sedangkan untuk bawang diukur dalam bentuk umbi kering Hasil hitungan diperoleh harga rata rata, berturut turut 2,880; 5,085; dan 5,520 untuk jagung, bawang merah dataran rendah dan bawang merah dataran tinggi Tabel 30. Selanjutnya, dengan menggunakan persamaan 39 maka diperoleh tingkat penggunaan optimum dari air, sehingga bisa dihitung tingkat efisiensi ekonomi dari input air yang hasilnya disajikan pada Tabel 31. Tabel 31 menampilkan distribusi frekuensi tingkat efisiensi ekonomi EER masing-masing tanaman yang penggunaan airnya lebih kecil dari penggunaan air optimum. Ada sebanyak 32 dari 137 23 persen petani jagung yang tingkat penggunaan airnya lebih sedikit dari tingkat penggunaan optimum. yang memiliki tingkat efisiensi ekonomi 0.8 ke atas adalah sebanyak 37.5 persen. Jika angka EER = 0.8 ke atas dijadikan patokan penggunaan teknologi klimaks, maka terdapat 62.5 persen petani yang berpotensi memperbaiki tingkat efisiensi ekonomi dengan cara meningkatkan volume penggunaan air irigasi.