132 justru diperoleh volume air optimum per hektarnya lebih rendah dari tanaman
jagung? Keadaan ini terjadi karena pada usahatani bawang merah dataran rendah dan bawang merah dataran tinggi terdapat masing-masing 5 responden yang
volume penggunaan air optimum sama dengan nol. Hal ini bisa terjadi secara statistika, namun dipertanyakan secara agronomi, apakah bisa bercocok tanam
tanpa air. Perlu dipahami, kaidah dasar dalam model yaitu keseimbangan antara ruas kiri produksi dengan ruas kanan input produksi. Kalau fungsi produksi
dibagi atas tiga komponen produksi, input air, dan input non air, maka munculnya angka nol pada volume air optimum terjadi mana kala nilai komponen
produksi sama dengan nilai komponen input non air. Artinya penggunaan input non air sudah cukup tinggi untuk menghasilkan tingkat produksi yang dicapai,
sehingga tanpa menggunakan air suplesipun, tingkat produksi tersebut sudah bisa dicapai. Hal ini sekaligus mempertegas bahwa yang dimaksudkan penggunaan air
sama dengan nol dalam kajian ini adalah penggunaan air suplesi, air lain seperti air yang terkandung dalam tanah, embun dan lain lain mungkin bisa menjadi
contoh air non suplesi. Untuk mencapai tingkat produksi jagung seperti yang sudah dicapai
sekarang, petani cukup menggunakan air sebanyak 2.787 m
3
hamusim, sementara tingkat penggunaan air aktual yang dilakukan petani mencapai 3.985
m
3
hamusim atau terjadi pemborosan air sebanyak 1.240 m
3
hamusim, sekitar 30. Jumlah air yang bisa dihemat oleh seluruh responden yang dikaji mencapai
141.418 m
3
musim dari usahatani jagung seluas 118 hektar. Demikian juga dengan usahatani bawang merah dataran rendah dan bawang merah dataran tinggi,
jumlah air yang berpotensi dihemat masing-masing 114,037 dan 100,344 m
3
musim dari usahatani masing-masing seluas 42 dan 44 hektar Tabel 26. Jumlah air yang bisa dihemat ini akan lebih besar lagi jika memperhitungkan
semua petani yang menggunakan air pada semua skim irigasi tidak terbatas pada petani sampel saja, dan semua jenis tanaman dan semua musim.
133
7.2. Efisiensi Manajemen Irigasi
Secara manajerial, efisiensi irigasi digambarkan oleh tingkat efisiensi total yaitu efisiensi irigasi pada tingkat operator dan efisiensi irigasi pada tingkat
petani. Keadaan tersebut dapat diungkapkan oleh persamaan berikut. R .................................................................................................................. 79
Dimana: EMI
= efisiensi manajemen irigasi; IED
= indeks efisiensi distribusi; IER
= efisiensi irigasi tingkat petani Irrigation efficiency rate Hasil komputasi menggunakan persamaan tersebut disajikan pada Tabel 27.
Terlihat pada Tabel 27, bahwa rata-rata tingkat efisiensi manajemen irigasi adalah 0.42. Hal ini berarti bahwa dari 100 persen air yang dipasok operator,
hanya 42 persen yang dimanfaatkan oleh tanaman, sedangkan sebanyak 58 persen merupakan pemborosan baik pemborosan yang terjadi sepanjang pipasaluran dari
rumah pompa ke lahan petani pemborosan tingkat operator, maupun pemborosan tingkat usahatani. Efisiensi manajerial irigasi usahatani jagung lebih
tinggi dari usahatani bawang merah, dengan nilai rata-rata 0.57, 0.34, dan 0.36 masing-masing untuk jagung, bawang merah dataran rendah dan bkm dataran
tinggi. Dari sisi teknis, terdapat peluang yang besar untuk melakukan perbaikan
efisiensi penggunaan irigasi. Secara umum, petani yang beroperasi secara efisiensi EMI=0.8 atau lebih, hanya 6.3 persen. Berarti sebanyak 93.7 persen
petani berpeluang untuk memperbaiki irigasi, baik perbaikan di tingkat hulu, maupun di tingkat hilir. Persentase petani bawang merah yang memiliki peluang
untuk perbaikan efisiensi lebih besar jika dibandingkan dengan persentase petani jagung. Persentase petani jagung sekitar 89.8 persen, sedangkan petani bawang
merah adalah hampir semuanya 94.3 persen. Mencermati lebih jauh, tingkat efisiensi irigasi IER pada tingkat usahatani
memberikan kontribusi lebih besar dalam menjelaskan tingkat efisiensi manajemen irigasi EMI, seperti terlihat pada Tabel 28. Secara rata-rata,
besarnya nilai EMI adalah 0.42. Nilai tersebut bersumber dari efisiensi irigasi
134 sebanyak 0.57, sedangkan dari efisiensi distribusi sebanyak 0.89. Hal ini
mengisyaratkan bahwa upaya perbaikan efisiensi agar lebih diarahkan kepada upaya perbaikan efisiensi di tingkat hilir, terutama untuk usahatani bawang merah.
Tabel 27 Distribusi Frekuensi Tingkat Efisiensi Manajemen Irigasi EMI Jagung, Bawang Merah Dataran Tinggi dan Bawang Merah Dataran
Rendah, Usahatani Lahan Kering Pengguna Air Artesis di Lombok Timur, 2011.
EMI Jagung
BMDR BMDT
Total N
N N
N 0.0 - 0.1
0.0 6
10.2 4
8.0 10
6.1
0.1 - 0.2
1 0.7
1 1.7
9 18.0
11 6.8
0.2 - 0.3
3 2.2
10 17.0
5 10.0
18 9.7
0.3 - 0.4
4 2.9
12 20.3
8 16.0
24 13.1
0.4 - 0.5
16 11.7
11 18.6
9 18.0
36 16.1
0.5 - 0.6
31 22.6
10 17.0
7 14.0
48 17.9
0.6 - 0.7
42 30.7
8 13.6
4 8.0
54 17.4
0.7 - 0.8
26 19.0
0.0 2
4.0 28
7.7
0.8 - 0.9
14 10.2
0.0 0.0
14 3.4
0.9 - 1.0
0.0 1
1.7 2
4.0 3
1.9
Total
137 100.0
59 100.0
50 100.0
246 100.0
Mean 0.57
0.34 0.36
0.4215 Maksimum
0.83 0.90
0.90 0.8781
Minimum 0.13
0.01 0.00
0.0474 Standard Deviasi
0.14 0.21
0.18 0.1797
N Observasi 137
50 59
246 Tabel 28 juga menunjukkan bahwa efisiensi irigasi di tingkat usahatani
tingkat hilir lebih rendah jika dibandingkan dengan efisiensi irigasi di tingkat operator tingkat hulu. Hal ini tidak searah dengan informasi yang mencuat di
lapangan yang menggeneralisir bahwa pompa air tanah yang dibangun di Pulau Lombok lebih banyak yang tidak beroperasi seperti yang disinyalir oleh anggota
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DPRD Provinsi Nusa Tenggara Barat
4
.
4
Keterangan Ketua BAPPEDA Nusa Tenggara Barat, saat menghadiri Ujian Terbuka Disertasi , 24 Juli 2012.