141 yang digunakan sebagai proksi harga air yang digunakan untuk masing-masing
tanaman. Tabel 30 Total Penggunaan Air, Total Biaya Air, Biaya Air, dan Tingkat
Penggunaa Optimum Air dari Usahatani Jagung, Bawang Merah Dataran Tinggi dan Bawang Merah Dataran Rendah, Usahatani Lahan
Kering Pengguna Air Artesis di Lombok Timur, 2011
Variabel Jagung
BMDR BMDT
Total volume air m
3
15,649 12,099
11,572 Total biaya air Rp
8,820,000 8,640,000
5,520,000 Biaya air Rpm
3
564 714
477 Harga produk RpKilogram
2,880 5,085
5,520 Air optimum m
3
hektar 2,378
20,560 5,188
N Observasi 137
59 50
Harga produk masing-masing tanaman dihitung dengan mengambil nilai rata rata harga jual pada tingkat petani setelah datanya dikonversi menjadi Rp per
kilogram produk. Untuk jagung diukur dalam bentuk pipil kering, sedangkan untuk bawang diukur dalam bentuk umbi kering Hasil hitungan diperoleh harga
rata rata, berturut turut 2,880; 5,085; dan 5,520 untuk jagung, bawang merah dataran rendah dan bawang merah dataran tinggi Tabel 30. Selanjutnya, dengan
menggunakan persamaan 39 maka diperoleh tingkat penggunaan optimum dari air, sehingga bisa dihitung tingkat efisiensi ekonomi dari input air yang hasilnya
disajikan pada Tabel 31. Tabel 31 menampilkan distribusi frekuensi tingkat efisiensi ekonomi EER
masing-masing tanaman yang penggunaan airnya lebih kecil dari penggunaan air optimum. Ada sebanyak 32 dari 137 23 persen petani jagung yang tingkat
penggunaan airnya lebih sedikit dari tingkat penggunaan optimum. yang memiliki tingkat efisiensi ekonomi 0.8 ke atas adalah sebanyak 37.5 persen. Jika
angka EER = 0.8 ke atas dijadikan patokan penggunaan teknologi klimaks, maka terdapat 62.5 persen petani yang berpotensi memperbaiki tingkat efisiensi
ekonomi dengan cara meningkatkan volume penggunaan air irigasi.
142 Tabel 31 Distribusi Frekuensi Tingkat Efisiensi Ekonomi EER Jagung, Bawang
Merah Dataran Tinggi dan Bawang Merah Dataran Rendah, Usahatani Lahan Kering Pengguna Air Artesis di Lombok Timur, 2011
EER Jagung
BMDR BMDT
Rata rata N
N N
N 0.0 - 0.1
8 13.6
8 6.2
0.1 - 0.2 5
12.8 13
22.0 18
13.8 0.2 - 0.3
1 3.1
5 12.8
10 16.9
16 12.3
0.3 - 0.4 1
3.1 6
15.4 10
16.9 17
13.1 0.4 - 0.5
1 3.1
4 10.3
7 11.9
12 9.2
0.5 - 0.6 3
9.4 5
12.8 2
3.4 10
7.7 0.6 - 0.7
6 18.8
2 5.1
3 5.1
11 8.5
0.7 - 0.8 8
25.0 4
10.3 0.0
12 9.2
0.8 - 0.9 5
15.6 5
12.8 1
1.7 11
8.5 0.9 - 1.0
7 21.9
3 7.7
5 8.5
15 11.5
Total 32
100.0 39
100.0 59
100.0 130
100.0 Menurut Tabel 31, tingkat efisiensi ekonomi yang dicapai petani bawang
merah lebih rendah dari yang dicapai oleh petani jagung. Petani yang memiliki nilai EER=0.8 ke bawah adalah sebanyak 79.5 persen untuk petani bawang merah
dataran rendah, sedangkan petani bawang merah dataran tinggi mencapai 89,8 persen. Artinya, terdapat peluang yang lebih besar untuk memperbaiki tingkat
efisiensi ekonomi pada petani bawang merah dengan meningkatkan volume air yang digunakan.
Menarik disimak, sebagian besar petani jagung 77 persen adalah berstatus penggunaan lebih, sebaliknya petani bawang merah berstatus penggunaan kurang
terutama petani bawang merah dataran rendah dimana semua petaninya berstatus penggunaan kurang. Hal ini konsisten dengan ekspektasi awal bahwa tanaman
yang memiliki nilai ekonomis tinggi cenderung berstatus penggunaan kurang. Menurut Tabel 30, harga bawang merah adalah sekitar dua kali lebih mahal dari
harga jagung. Menggunakan logika persamaan 39 dapat dikatakan bahwa makin tinggi harga produk, makin tinggi standar tingkat penggunaan air optimum,
sehingga makin banyak petani yang masuk kategori penggunaan kurang, seperti yang terjadi pada petani bawang merah. Hal ini berbanding terbalik dengan petani
jagung yang sebagian besarnya masuk kategori penggunaan lebih. Dari 137
143 petani jagung, terdapat 105 petani 77 persen yang beroperasi dengan tingkat
penggunaan air lebih Tabel 32. Tabel 32 Rata rata, Minimum, Maksimum dan Standar Deviasi dari Tingkat
Efisiensi Ekonomi EER Usahatani Jagung, Bawang Merah Dataran Tinggi dan Bawang Merah Dataran Rendah, Lahan Kering Pengguna
Air Artesis di Lombok Timur, 2011.
EER Penggunaan kurang
Penggunaan lebih Jagung
BMDT BMDR
Jagung BMDT
Rata rata 0.7347
0.5107 0.3461
0.6124 0.7699
Minimum 0.2251
0.1146 0.0650
0.1553 0.5778
Maksimum 0.9934
0.9144 0.9629
1.0000 0.9880
Standar Deviasi 0.1862
0.2539 0.2453
0.2158 0.1580
N observasi 32
39 59
105 11
Paparan di atas memperkuat pemahaman bahwa efisiensi ekonomi bersifat rentan terhadap perubahan harga baik harga output maupun harga input.
Perubahan rasio harga akan merubah titik standar penggunaan optimum sehingga merubah status efisiensi masing-masing petani yang semula dinilai penggunaan
kurang berubah menjadi penggunaan lebih karena menurunnya harga output, atau sebaliknya. Tersirat pengertian bahwa ukuran efisiensi ekonomi sesungguhnya
tidak mengungkapkan perbaikan aplikasi teknologi yang dilakukan petani, tetapi lebih mengarah kepada realokasi penggunaan input sedemikian rupa agar dicapai
keuntungan maksimum. Dengan kata lain, ukuran efisiensi ekonomi tidak tepat digunakan untuk memotret tingkat aplikasi teknologi petani, karena didalamnya
tercakup ukuran efisiensi alokatif dan efisiensi teknis. Sebaliknya, ukuran efisiensi yang langsung menggambarkan tingkat aplikasi teknologi adalah
efisiensi teknis. Namun, seperti sudah dikatakan sebelumnya, ukuran efisiensi teknis pendekatan radial tidak cukup spesifik untuk memotret tingkat efisiensi
penggunaan masing-masing input. Inilah celah gap yang diisi oleh konsep non- radial yaitu mengukur tingkat efisiensi penggunaan masing-masing input.
144
7.5. Sumber Efisiensi Irigasi
Sumber efisiensi irigasi diidentifikasi dengan membangun model linear aditif dimana tingkat efisiensi irigasi IER yang diperoleh dari hasil komputasi
berjenjang yang sudah dibahas pada bab sebelumnya dijadikan sebagai variabel dependen sedangkan variabel independennya ada sebanyak 14 variabel yaitu 10
variabel kuantitatif dan 4 variabel dummy. Keempat-belas variabel tersebut adalah umur UMUR, pengalaman usaha dalam skim EXPSKIM, jumlah
anggota keluarga FSIZE, pendidikan responden EDUC, frekuensi menghadiri pelatihan 3 tahun terakhir TRAIN; luas tanam LSTANAM; frekuensi
pemberian air FREQAIR, rasio biaya air terhadap biaya total RBIAYA, rasio pendapatan usahatani terhadap pendapatan rumahtangga petani RDAPAT, rasio
tenaga kerja dalam keluarga terhadap tenaga kerja luar keluarga RTK, dummy operator DOPR, dummy pekerjaan lain DPL, dummy status kepemilikan lahan
DSM dan dummy lahan luar skim DLLS. Hasil estimasi parameter variabel sumber efisiensi irigasi pada usahatani jagung, bawang merah dataran rendah, dan
bawang merah dataran tinggi disajikan pada Tabel 33. Terlihat pada Tabel 33, model aditif yang dibangun untuk mengidentifikasi
sumber efisiensi irigasi cukup memadai secara statistik. Kemampuan model menjelaskan fenomena rata rata 65 persen, tertinggi adalah model aditif untuk
bawang merah dataran tinggi dengan nilai R-square = 0.7399, dan terendah adalah model aditif untuk jagung dengan nilai R-squre = 0.5548. model model tersebut
juga bersih dari pelanggaran asumsi klasik seperti autokorelasi, multi kolinearitas dan heteroskdestisitas ditunjukkan oleh nilai probabilitas Durbin Watson
PrDW yang besar, jauh di atas 0.05. Nilai variasi inflasi dari ketiga model tersebut rendah dibawah 10, mengindikasikan bahwa model yang dibangun tidak
mengalami multi kolinearitas yang serius. Dengan indikator tersebut, maka ketiga model aditif yang dibangun dinilai memadai untuk mengidentifikasi faktor faktor
yang mempengaruhi efisiensi irigasi. Dari 14 variabel yang dimasukkan dalam model untuk mengidentifikasi sumber efisiensi irigasi, terdapat 9 variabel yang
nyata pengaruhnya dalam menjelaskan efisiensi irigasi usahatani jagung, 5 variabel nyata pengaruhnya dalam menjelaskan efisiensi irigasi usahatani bawang
145 merah dataran rendah, dan 2 variabel nyata pengaruhnya dalam menjelaskan
efisiensi irigasi usahatani bawang merah dataran tinggi. Sembilan variabel yang bisa menjelaskan efisiensi irigasi usahatani jagung
terdiri dari 8 variabel kuantitatif dan satu variabel dummy. Kedelapan variabel kunatitatif dimaksud adalah pengalaman berusahatani dalam skim EXPSKIM,
jumlah anggota keluarga FSIZE, lama pendidikan formal EDUC, frekuensi menghadiri pelatihan tiga tahun terakhir TRAIN, luas lahan skim yang ditanami
LSTANAM, rasio biaya air terhadap biaya usahatani RBIAYA, rasio pendapatan usahatani terhadap pendapatan rumahtangga RDAPAT; sedangkan
variabel dummy yang nyata pengaruhnya adalah dummy status kepemilikan lahan DSM. Kelima variabel yang bisa menjelaskan efisiensi irigasi usahatani bawang
merah dataran rendah adalah: FSIZE, EDUC, TRAIN, FREQAIR, RBIAYA, sedangkan dua variabel yang bisa menjelaskan efisiensi irigasi usahatani bawang
merah dataran tinggi adalah UMUR dan EDUC. Dari Tabel 33 diketahui bahwa pengalaman berusahatani dalam skim
berpengaruh nyata dan positif dalam menjelaskan efisiensi irigasi usahatani jagung, makin berpengalaman maka makin efisiensi. Hubungan positif ini
berlaku juga pada usahatani bawang merah, walaupun tidak signifikan. Jumlah anggota keluarga mempengaruhi efisiensi secara nyata dan negatif, makin banyak
jumlah anggota keluarga maka makin tidak efisien. Nampaknya, anggota keluarga yang banyak tidak dibekali oleh kemampuan teknik dan manajerial yang
memadai sehingga terjadi inefisiensi. Hal ini didukung oleh variabel berikutnya, lama pendidikan formal, yang hubungannya positif dan nyata. Rata rata
pendidikan adalah rendah sekitar 4 tahun. Frekuensi menghadiri pelatihan tiga tahun terakhir berhubungan negatif pada tanaman jagung, tetapi positif pada
tanaman bawang merah dataran rendah. Hal ini nampaknya berkaitan dengan keadaan bahwa jagung merupakan tanaman yang sudah biasa diusahakan petani,
sehingga frekuensi pelatihan tidak positif hubungannya dalam menjelaskan efisiensi. Sebaliknya, bawang merah memerlukan skill yang lebih tinggi dan
karena itu diperlukan pelatihan. Luas lahan dalam skim yang rata ratanya 0.75 hektar, berhubungan negatif dengan efisiensi irigasi usahatani jagung,
menunjukkan kemampuan manajerial petani jagung yang rendah. Hal ini
146 didukung oleh rasio tenaga kerja yang negatif, kecuali untuk bawang merah
dataran tinggi. Tabel 33 Hasil Estimasi Parameter Sumber Efisiensi Irigasi Pada Usahatani
Jagung, Bawang Merah Dataran Rendah, dan Bawang Merah Dataran Tinggi Lahan Kering Lombok Timur, 2011.
Variabel Jagung
BMDR BMDT
Parameter Estimate
Variance Inflation
Parameter Estimate
Variance Inflation
Parameter Estimate
Variance Inflation
Intercept 0.5945
0.0000 -0.1749
0.0000 0.038
0.0000 UMUR
-0.0012 1.6913
0.0001 2.0008
0.0059 2.4096
EXPSKIM 0.0048
1.8707 0.0019
1.9194 0.0014
1.9662 FSIZE
-0.0224 1.2932
0.0287 1.6521
-0.0246 1.9391
EDUC 0.0107
1.3344 0.0218
1.9604 0.0312
2.1993 TRAIN
-0.0113 1.3079 0.0209
1.3700 0.0187
1.2387 LSTANAM
-0.058 1.1972
0.0235 1.4434
-0.0260 1.1683
FREQAIR 0.0017
1.7315 0.0643
8.1784 -0.0146
1.7462 RBIAYA
0.1555 1.7802 -1.0605
6.3567 0.5405
3.1916 RDAPAT
0.0014 1.9680
0.0618 1.5053
0.0404 8.0279
RTK -0.008
1.1185 -0.0015
1.5651 0.0029
1.5421 DOPR
-0.0199 1.0846
-0.0533 1.3738
0.0517 1.8126
DPL -0.0077
1.2283 -0.0107
1.4426 0.1168
7.0398 DSM
-0.0369 1.1003
0.0113 1.3648
0.0480 1.4338
DLLS -0.0086
1.9156 0.0126
1.2430 0.0026
1.5507 R-Square
0.5548 0.6417
0.7399 Adj R-Sq
0.5037 0.5277
0.6359 N Observasi
137 59
50 Keterangan: : nyata pada α=5 persen; : nyata pada α=10 persen
Rasio biaya air terhadap biaya usahatani berhubungan positif dengan efisiensi pada usahatani jagung dan bawang merah dataran tinggi, berarti makin
tinggi biaya air, makin efisien penggunannya; Negatifnya hubungan rasio tersebut pada usahatani bawang merah dataran rendah, bisa jadi ada kaitannya dengan sifat
porositas tanah dataran rendah. Rasio pendapatan usahatani terhadap pendapatan rumahtangga berhubungan positif dengan efisiensi untuk ketiga jenis tanaman;
mengindikasikan bahwa tingginya porsi pendapatan dari usahatani mendorong petani untuk mengelola usahatani secara lebih efisien. Variabel dummy status
kepemilikan lahan berhubungan negatif dengan efisiensi untuk usahatani jagung, menunjukkan bahwa mengusahakan jagung lahan milik sendiri, cenderung
147 menggunakan air lebih banyak relatif terhadap penggunaan air optimum.
Sebaliknya, untuk tanaman bawang merah, status kepemilikan lahan berhubungan positif dengan efisiensi, menunjukkan bahwa mengelola lahan sewa lebih efisien.
Sekitar 40 persen petani bawang merah mengusahakan lahan sewa, dan mereka yang sewa ini cenderung mengelola air lebih efisien, mengingat biaya dan risiko
yang dihadapinya lebih besar.