Konsep Efisiensi Produksi Efisiensi penggunaan air irigasi sumur pompa artesis pada usahatani lahan kering di Lombok Timur Nusa Tenggara Barat

28 sebanyak 347 persen, menaikan pendapatan rumahtangga petani, penyerapan tenaga kerja karena tersedia pekerjaan pada musim kemarau produktivitas juga naik; di sisi lain: tingkat penggunaan air rendah, distribusi manfaat tidak merata banyak dinikmati oleh petani menengah, penggunaan tidak efisien. Masalah lain: pemasaran dan penyimpanan produk, petani menjadi sasaran rentenir sehingga tidak terjadi kelebihan hasil untuk investasi dan perbaikan usaha. Dengan perencanaan micro berbasis masyarakat, terjadi peningkatan partisipasi petani dalam penggunan dan perawatan irigasi. Xevi dan Khan 2005 menggunakan kerangka kerja pengambilan keputusan multi kriteria multi-criteria decision making, MCDM dengan pendekatan optimisasi multi objektif untuk mengkaji alokasi penggunaan air pada 14 tanaman. Ada tiga fungsi tujuan yang diformulasikannya: 1 memaksimumkan penerimaan bersih dari masing-masing tanaman yang diusahakan, 2 meminimumkan biaya variabel, dan 3 meminimumkan penggunaan air sebagai proxy variabel lingkungan, dengan pengertian bahwa lingkungan akan terdegradasi jika air digunakan secara berlebih dari yang dibutuhkan. Kebanyakan kajian menggunakan satu objektif dengan menggunakan banyak kendala, namun kajian tersebut menggunakan banyak 3 objektif dengan banyak kendala yang dikaji perilakunya secara serentak. Kendala biaya dikelompokkan atas biaya air dan biaya lainnya. Biaya lainnya mencakup semua biaya variabel kecuali biaya air dan diperlakukan sebagai biaya komposit. Penelitian Yingzhuo 2006 pada petani Georgia menemukan bahwa biaya irigasi mempengaruhi petani dalam memilih tanaman yang diusahakannya. Pengaruh biaya air total didekomposisi sehingga terlihat pengaruhnya pada masing-masing tanaman. Kajian tersebut menggunakan model alokasi input tetap fixed allocable input model dengan variabel dependen terbatas, menguji pengaruh biaya air terhadap keputusan petani dalam memilih tanaman, alokasi lahan, pasokan produksi dan tingkat penggunaan air pada level usahatani. Kajian tersebut menggunakan data survei farm and ranch irrigation survey yang terdiri dari data: produksi, harga input yang dibayar petani, harga output yang diterima petani, cuaca dan iklim, kualitas tanah, luas lahan, jumlah air irigasi, dan pilihan tanaman yang diusahakan. 29 Theingi dan Thanda 2005 mengkaji pengaruh perbaikan teknologi irigasi terhadap efisiensi produksi beras di Myanmar menggunakan fungsi produksi frontier stochastik dengan variabel penjelas: harga pupuk, air irigasi, investasi, tenaga kerja, benih, skala usaha, dan tingkat pendidikan petani. Aqil dkk 2001 dalam kajiannya menawarkan tiga cara peningkatan efisiensi irigasi: 1 melalui penentuan waktu tanam agar penggunaan air suplesi minimum; 2 melalui pengaturan irigasi disesuaikan dengan fase pertumbuhan; 3 melalui perbaikan cara mengalirkan air secara tepat jumlah, waktu dan sasaran. Kajiannya menggunakan metode eksperimen dengan menanam jagung, kacang tanah dan bawang merah di Desa Loru Donggala menggunakan 12 perlakuan waktu tanam dengan beda 5 hari dasa hari, diamati dan dihitung kebutuhan air suplesi masing- masing perlakuan. Kebutuhan air tanaman disetarakan dengan tingkat evapotraspirasi yaitu evaporasi tanah dan transpirasi tanaman, yang dihitung dengan rumus: Dimana: ETA=evapotranpirasi; Kc=koefisien tanaman; dan ETP=evapotranspirasi potensial. Untuk mengkaji pola tanam optimal, Singh,dkk 2001 mengestimasi kebutuhan air dan total air yang tersedia untuk mengusahakan tanaman utama pada command area lahan kering irigasi Shahi India. Kebutuhan air diproksi dengan evapotranspirasi tanaman ET, ml per hari yang kaitannya dengan air irigasi digambarkan oleh persamaan, , dimana l n =kebutuhan tanaman akan air mm, P e =air hujan mm, G e = airtanah mm dan W b = air yang tersedia sekitar akar mm. Pola tanam optimal ditentukan dengan menggunakan Programasi Linear dengan fungsi tujuan memaksimumkan net return dengan kendala: tingkat ketersediaan air dan lahan antar musim, lahan minimum untuk gandum dan padi guna mencukupi pangan lokal, kondisi sosial ekonomi petani, dan preferensi pada tanaman tertentu untuk areal tertentu. Hasilnya adalah bahwa: total lahan dalam skim yang bisa dilayani adalah 11.818 ha, air yang tersedia 100, 70, 50; dengan penerimaan bersih Rs 185, 146, 114 juta; pola tanam optimum: 4981, 3560, 1817, 632, 355, 87 and 3653 ha untuk gandum, tebu, mustard, lentil, kentang, pea, dan padi, dengan net return maksimum sebesar Rs 185 juta untuk penggunaan 100 persen air tersedia. 30

2.5.3. Kelembagaan P3A dan Efisiensi Produksi

Perkembangan reformasi kebijakan pengelolaan irigasi sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air dan Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 2006 tentang Irigasi serta Peraturan Daerah Perda Provinsi Nusa Tenggara Barat No. 19 Tahun 2007 tentang Irigasi antara lain diarahkan untuk memperkuat Kelembagaan Pengelola Irigasi KPI, antara lain dengan meningkatkan kapasitas organisasi Perkumpulan Petani Pemakai Air P3AGP3AIP3A pada tingkat daerah irigasi. Terdapat tiga aspek penting yang sangat berperan dalam kelembagaan irigasi yaitu: 1 batas yurisdiksi jurisdiction of boundary, 2 hak kepemilikan property rights, dan 3 aturan representasi rule of representation. Selain aspek kelembagaan, juga terdapat aspek teknis, menyangkut: 1 alokasi air water allocation, dan 2 biaya operasi dan pemeliharaan operation and maintenance cost. Keterpaduan aspek teknis dan sistem kelembagaan dalam pengelolaan irigasi akan berpengaruh terhadap hasil outcome, efisiensi dan optimasi pengalokasian sumberdaya air. Lemahnya keterpaduan kedua simpul ini kelembagaan dan teknis sering kali menimbulkan management conflict sumberdaya air Rachman, 2009, sehingga terjadi inefisiensi penggunaan air. Umumnya petani mengembangkan teknik bertani yang mereka miliki, disesuaikan dengan kemampuan pendanaannya yang terbatas sehingga tingkat aplikasi teknologi mereka rendah. Hal ini menyebabkan efisiensi produksi rendah Dinas Pertanian Provinsi NTB, 2011. Masalah pendanaan bisa diselesaikan melalui Organisasi GP3AP3A, namun karena rumitnya persyaratan yang ditetapkan oleh lembaga keuangan dan faktor resiko yang tinggi, menyebabkan organisasi ini belum mampu membangun jaringan dengan pemilik modal Bank, Koperasi, maupun LKP dan lembaga keuangan lainnya Rachman, 2009. Untuk itu, penguatan kelembagaan petani akan memiliki dampak pada efisiensi produksi. Keberhasilan pengelolaan kelembagaan petani, banyak dipengaruhi oleh partisipasi petani. Menumbuhkan partisipasi petani dalam proyek irigasi pompa airtanah, memerlukan usaha yang intensif, lama dan perlu kesabaran. Penelitian Budhi dan Aminah 2009 mengungkapkan bahwa pada tahap awal persiapan, partisipasi cukup tinggi, karena kemauan membangun irigasi datang dari petani. 31 Pada tahap pelaksanaan pembangunan fisik, partisipasi mengendor karena petani diminta untuk menyumbangkan tenaganya. Hal yang sama terjadi pada tahap pemeliharaan karena mereka diminta untuk membayar iuran. Hal ini merefleksikan sikap korektif petani mengacu kepada pengalaman munculnya kelompok free rider penikmat hasil, tanpa kontribusi yang membuat petani enggan berpartisipasi. Lebih lanjut dikemukakan bahwa faktor ekonomi berupa nilai tambah keuntungan menggunakan irigasi airtanah, dan faktor sosial berupa perasaan adil fairness dapat mempengaruhi petani dalam menggunakan irigasi airtanah. Dalam kajian ini, kinerja organisasi petani dan operator mempengaruhi tingkat efisiensi distribusi air dari rumah pompa ke lahan petani. Sejumlah penelitian mengembangkan teknik pengukuran kinerja kelembagaan dengan menggunakan pendekatan skoring dengan mempertimbangkan komponen organisasi: lengkap dan aktifnya pengurus, adanya ADART yang mendukung kesejahteraan anggotanya, legalisasi badan hukum, aset kesekretariatan organisasi yang memadai, tingkat pengumpulan iuran yang intensif, dan partisipasi anggotanya Dinas Pertanian Provinsi NTB, 2011. Komponen tersebut tidak langsung menjelaskan kinerja skim pompa dikaitkan dengan efisiensi. Karena itu, dilakukan penyesuaian komponen yang dipertimbangkan di dalam membangun sistem skor untuk menilai kinerja lembaga. Selanjutnya, indikator kinerja lembaga digunakan untuk menjelaskan efisiensi irigasi dalam penyelenggaraan produksi. III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Peranan Irigasi dalam Meningkatkan Produksi dan Pendapatan

Proses produksi melalui budidaya tanaman merupakan kegiatan memadukan sejumlah faktor produksi dan input: benihbibit, tanah dan air, tenaga kerja, pupuk, obat tanaman dan sinar matahari Hernanto, 1994. Tanaman bisa tumbuh dan menghasilkan jika minimal ada bibit, tanah dan matahari. Tanah merupakan media tumbuh tanaman, mengandung air dan hara; air merupakan media larutnya hara tanaman ag ar „tersedia‟ dan bisa diserap akar tanaman. Berarti, proses produksi tidak dapat terselenggara, hanya menggunakan air saja. Sebaliknya, proses produksi masih bisa berlangsung walaupun tanpa pupuk dan obat tanaman, karena input tersebut berperan dalam mengkondisikan produktivitas, baik meningkatkan produktivitas seperti pupuk maupun mempertahankan produktivitas agar tidak turun seperti obat tanaman. Input yang disebut terakhir juga dikenal sebagai risk reducing input Just and Pop, 1978. Kalau terjadi kenaikan produksi, maka kanaikan itu merupakan hasil kinerja gabungan semua faktor produksi dan input yang digunakan, bukan peran irigasi saja. Karena itu, fungsi produksi mempertimbangkan dan memasukkan semua input yang digunakan. Dengan fungsi produksi, dapat diketahui sifat hubungan antara input dan output termasuk kontribusi masing-masing input terhadap produksi. Secara teoritis dan empirik, penggunaan irigasi dapat meningkatkan produksi dan pendapatan usahatani melalui 3 jalan Gambar 5: 1 melalui peningkatan luas areal tanam dengan menggunakan lahan yang sebelum ada irigasi tidak bisa digunakan karena tidak ada air; 2 melalui peningkatan intensitas pertanaman dimana dengan adanya irigasi memungkinkan petani untuk bercocok tanam di luar musim hujan, yang berarti terjadi kenaikan intensitas pertanaman; 3 melalui peningkatan produktivitas lahan efisiensi dengan mengatur komposisi penggunaan input agar terjadi peningkatan produksi. Karena air bersifat langka dan memerlukan biaya untuk memperolehnya, maka air dipandang sebagai input sejajar dengan benih, pupuk, obat-obatan dan tenaga kerja, serta skillmanajemen. Penggunaan input tersebut mempengaruhi tingkat output yang dihasilkan secara langsung. Efektifitas penggunaan input