109 kekeringan sehingga jadual dan jumlah air yang diberikan tidak seketat responden
pada tanaman bawang merah. Tabel 16 Rata Rata Tingkat Penggunaan Air m
3
HektarMusim Oleh Responden Untuk Tanaman Jagung, Bawang Merah Dataran Rendah
dan Bawang Merah Dataran Tinggi, Usahatani Lahan Kering Pengguna Air Artesis di Lombok Timur, 2011.
Statistik Jagung
BMDR BMDT
Rata rata Rata rata
3,985 4,652
4,349 4,329
Maksimum 15,649
11,572 12,099
13,107 Minimum
547 766
817 710
Std dev 2,302
2,891 3,055
2,749 N-observasi
137 50
59 246
Ketika uang cukup tersedia, petani jagung cenderung menggunakan air banyak, sebaliknya, jika tidak tersedia dana, pengairan disesuaikan dengan dana
yang tersedia. Beda dengan petani tanaman bawang merah, harus melakukan pengairan sesuai dengan kebutuhan tanaman menurut persepsi petani, karena jika
tidak, akan berkibat pada turnnya produksi secara drastis, bahkan gagal panen, sehingga sejumlah responden cenderung meminjam modal dari sumber tertentu
agar bisa melaksanakan pengairan bawang merah. Sebagaimana sudah diutarakan, penelitian ini mengkaji efisiensi
penggunaan air yang sampai di lahan petani untuk penyelenggaraan usahatani. Untuk itu, di dalam membangun fungsi produksi digunakan data volume air yang
sampai dilahan petani, bukan volume air yang keluar dari pipa outlet pada rumah pompa. Untuk mendapatkan keterwakilan keadaan produksi dan efisiensi maka
dibangun fungsi produksi jagung mewakili tanaman pangan dan fungsi produksi bawang merah mewakili tanaman perdagangan. Fungsi produksi Cobb Douglass
digunakan karena dinilai lebih cocok untuk kajian ini seperti yang sudah dipaparkan pada Bab IV Metodologi Penelitian. Produktivitas digunakan sebagai
variabel terikat dependent, sedangkan variabel bebas independent adalah: air, benih, pupuk urea, obat tanaman, dan tenaga kerja yang semuanya dinyatakan
dalam satuan unit per hektar. Untuk mendapatkan model yang lebih informatif, maka variabel tenaga kerja dibedakan atas tenaga kerja dalam keluarga dengan
tenaga kerja luar keluarga. Data dipisahkan atas responden yang
110 menyelenggarakan usahatani pada dataran rendah dengan yang mengusahakan
usahatani pada dataran tinggi variabel agroekologi, menggunakan variabel dummy, atas pertimbangan bahwa produktivitas kedua daerah tersebut
kemungkinan berbeda, demikian pula dengan tingkat efisiensi. Untuk itu perlu diperiksa terlebih dahulu variabel dummy tersebut, jika pengaruh variabel dummy
tersebut tidak nyata secara statistik, maka kajiannya tidak dipisahkan antara dataran tinggi dengan dataran rendah, dan sebaliknya.
Kelompok penciri variabel yang lain yang berpotensi sebagai penyebab berbedanya produktivitas dan efisiensi adalah: 1 variabel penggunaan input lain,
2 frekuensi rusak pompa semusim, 3 ukuran debit, 4 frekuensi ganti operator, dan 5 status operator. Empat variabel yang disebut terakhir berhubungan
dengan pasokan air oleh operator, berpengaruh pada jumlah air yang sampai ke lahan petani, yang selanjutnya mempengaruhi produksi. Keempat faktor tersebut
tidak langsung mempengaruhi produksi, berbeda dengan variabel pertama „input lain‟, yang mempengaruhi produksi secara langsung. Keempat variabel tersebut
diperhitungkan pengaruhnya melalui indeks efisiensi distribusi air irigasi seperti yang dibahas pada sesi Indeks Efisiensi Distribusi. Dengan demikian, yang perlu
diperiksa adalah pengaruh variabel dummy agroekologi dan pengaruh variabel dummy input lain. Masing-masing tanaman dibangun fungsi produksinya yang
diawali dengan pemeriksaan pengaruh kedua variabel dummy tersebut.
6.2. Fungsi Produksi Jagung
Dari data yang terkumpul diketahui bahwa tidak banyak petani yang menggunakan input lain dalam usahatani jagung. Input lain yang dimaksud
adalah input yang tidak dimasukkan sebagai variabel bebas dalam model, seperti pupuk kandangorganik, herbisida roundup dan lain lain. Pertimbangan tidak
memasukkan pupupk kandang, roundup dan lain lain tersebut sebagai variabel kuantitatif dalam model fungsi produksi adalah karena tidak semua responden
menggunakan masing-masing input tersebut, pupuk kandang misal, digunakan oleh 55 dari 246 responden, roundup digunakan oleh 42 responden dan seterusnya
sehingga kalau dimasukkan sebagai variabel kuantitatif tersendiri untuk masing- masing input tersebut, maka akan muncul banyak sel data yang kosong, yang
111 tidak diharapkan dalam membangun model. Sebagian besar 58 persen
responden menyelenggarakan usahatani tanpa penggunaan input lain Tabel 17. Walau demikian, pengaruh input lain ini tetap diperhitungkan dengan
menggabungkan banyak jenis input lain ke dalam satu variabel dummy „input lain‟, 1 jika menggunakan input lain, 0 jika tidak.
Tabel 17 Distribusi Responden Menurut Agroekologi dan Penggunaan Input Lain dari Usahatani Jagung di Lahan Kering Beririgasi Air Tanah, 2011.
Input lain Dataran rendah
Dataran tinggi Total
Persen Tanpa input lain
33 47
80 58
Dengan input lain 26
31 57
42 Total
59 78
137 100
Persen 43
57 100
- Selain menampilkan komposisi responden menurut penggunaan input lain,
Tabel 17 juga menampilkan komposisi responden petani jagung menurut agroekologi dimanan responden petani jagung dataran tinggi lebih banyak
jumlahnya 78 responden dibanding responden petani jagung dataran rendah 59 responden. Untuk memeriksa apakah produktivitas jagung antara lahan dataran
tinggi berbeda dengan yang di dataran rendah, didefinisikan variabel dummy agroekologi DAE, 1 untuk dataran tinggi dan 0 untuk dataran rendah. Dengan
demikian, model fungsi produksi yang diperiksa meliputi delapan variabel bebas, terdiri dari enam variabel kuantitatif dari input produksi dan dua variabel dummy.
Hasil estimasi parameter fungsi produksi jagung tersebut disajikan pada Tabel 18. Tabel 18 tersebut menyajikan dua model, Model 1 memisahkan
variabel tenaga kerja atas tenaga kerja dalam keluarga dengan tenaga kerja luar keluarga, sedangkan Model 2 tidak melakukan pemisahan tersebut. Model
tersebut sudah bebas dari pelanggaran asumsi klasik seperti autokorelasi, multikolenearitas dan heteroskedastisitas, dilihat dari indikasi variance inflation,
dan Durbin-Watson. Secara umum, profil kedua model tersebut tidak berbeda dilihat dari: 1 jumlah variabel yang signifikan, 2 kemampuan model
menjelaskan variasi data yang ditunjukkan oleh koefisien determinasi R
2
, 3 kesesuaian model dengan teori ditunjukkan oleh tanda parameter estimasi, 4
variabel dummy yang sama sama tidak signifikan.
112 Tabel 18 Hasil Estimasi Parameter Fungsi Produksi Usahatani Jagung Lahan
Kering Lombok Timur, 2011. Variable
Parameter Estimate
Standard Error
Pr |t| Variance
Inflation Model 1
Intercept 3.2064
0.2951 .0001
0.0000 LnAIR
0.1143 0.0252
.0001 1.2218
LnBENIH 0.1477
0.0554 0.0087
1.7389 LnUREA
0.1595 0.0546
0.0041 1.9620
LnOBAT 0.1789
0.0424 .0001
1.9727 LnTKDK
0.0929 0.0239
0.0002 1.9203
LnTKLK 0.2442
0.0507 .0001
2.5823 DAE
0.0407 0.0261
0.1217 1.0933
DIL -0.0036
0.0257 0.8897
1.0489 Model 2
Intercept 2.7469
0.3158 .0001
0.0000 LnAIR
0.0913 0.0253
0.0004 1.2853
LnBENIH 0.1549
0.0533 0.0043
1.6830 LnUREA
0.1267 0.0540
0.0206 2.0128
LnOBAT 0.1563
0.0421 0.0003
2.0419 LnTK
0.4946 0.0903
.0001 2.1104
DAE 0.0391
0.0254 0.1263
1.0844 DIL
-0.0111 0.0252
0.6597 1.0562
Model 3 Intercept
3.1256 0.2898
.0001 0.0000
LnAIR 0.1157
0.0251 .0001
1.2097 LnBENIH
0.1617 0.0545
0.0036 1.6730
LnUREA 0.1573
0.0546 0.0046
1.9533 LnOBAT
0.1811 0.0423
.0001 1.9588
LnTKDK 0.0976
0.0237 .0001
1.8840 LnTKLK
0.2492 0.0503
.0001 2.5299
Statistik Model 1
Model 2 Model 3
R-Square 0.7379
0.7477 0.7329
Adj R-Square 0.7215
0.7340 0.7205
Number of observation 137
137 137
Return to scale 0.9374
1.0238 0.9626
Simpangan maksimum 0.3086
Semua variabel input produksi, baik Model 1 5 variabel ataupun Model 2 6 variabel, adalah signifikan pada pada tingkat siginifikansi 1 persen atau
kurang. Hal ini menunjukkan bahwa semua variabel kuantitatif yang dimasukkan