121 yang dipisah Model 1 dengan yang tidak dipisah Model 2 seperti terlihat pada
Tabel 23. Selain keenam input kuantitatif yang dimasukkan dalam fungsi produksi,
petani juga menggunakan input lain, seperti herbisida roundup, pupuk organik dan lain lain, namun karena tidak banyak petani yang melakukannya, maka
penggunaan input lain tidak dimunculkan sebagai variabel kuantitatif tersendiri. Sebagai gantinya, digunakan variabel kualitatif dummy input lain, yang ternyata
pengaruhnya tidak signifikan. Demikian juga dengan variabel dummy yang lain seperti dummy operator DOPR, dummy status kepemilikan lahan DSM,
dummy pekerjaan lain DPL, dummy lahan luar skim DLLS, semuanya tidak siginifikan.
Seperti sudah dikatakan bahwa parameter estimasi fungsi produksi Cobb Douglass langsung menunjukkan elastisitas produksi dari masing-masing input
yang bersangkutan, yang dipaparkan lebih rinci pada sesi berikut.
6.4. Elastisitas Input
Pada sesi ini disajikan gambaran peranan air irigasi dalam meningkatkan produksi menggunakan indikator elastisitas produksi dari masing input. Secara
relatif, angka ini membandingkan peran masing-masing input yang bersangkutan terhadap perubahan produksi. Dengan mengetahui elastisitas produksi masing-
masing input, maka bisa ditentukan input mana yang paling besar mendapatkan respon produksi. Elastisitas produksi dalam kajian ini ditunjukkan langsung oleh
nilai parameter estimasi untuk masing-masing variabel, sebagai salah satu keunggulan dari penggunaan model fungsi Cobb Douglass. Hasilnya dirangkum
dalam Tabel 24 berikut. Secara umum, elastisitas produksi untuk masing-masing input dari usahatani
jagung, bawang merah dataran rendah dan bawang merah dataran tinggi semuanya bertanda positif kecuali input pupuk urea yang digunakan untuk tanaman bawang
merah dataran rendah yang bertanda negatif. Sesuai dengan dugaan awal, peranan air dalam meningkatkan produksi pada usahatani lahan kering mendominasi input
lain, baik dilihat dari nilai elastisitas masing-masing input, maupun dilihat dari share elastisitas. Rata rata nilai elastisitas produksi ketiga komoditas yang dikaji
122 terhadap penggunaan air adalah sebesar 0.3321, tanaman jagung menempati
urutan terendah 0.1157, sedangkan yang tertinggi dimiliki oleh tanaman bawang merah dataran rendah 0.5829.
Tabel 24 Elastisitas Produksi dan Share Elastisitas dari Tanaman Jagung, Bawang Merah Dataran Rendah dan Bawang Merah Dataran Tinggi,
Usahatani Lahan Kering Pengguna Air Artesis di Lombok Timur, 2011.
Variabel Elastisitas
Jagung BMDR
BMDT Rataan
LnAIR
0.1157 0.5829
0.2976 0.3321
LnBENIH
0.1617 0.0192
0.2290 0.1366
LnUREA
0.1573 -0.1058
0.0484 0.0333
LnOBAT
0.1811 0.1257
0.1703 0.1590
LnTKDK
0.0976 0.0105
0.1733 0.0938
LnTKLK
0.2492 0.4581
0.1833 0.2969
Total 0.9626
1.0906 1.1019
1.0517 N Obs
59 50
137 246
Sumber: dirangkum dari nilai parameter estimasi fungsi produksi. Elastisitas produksi dari penggunaan air pada usahatani jagung lebih rendah
dari elastisitas produksi dari penggunaan benih, pupuk urea, obat tanaman serta tenaga kerja Tabel 24. Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh air terhadap
produksi jagung tidak lebih tinggi dari pengaruh input lain, kecuali tenaga kerja dalam keluarga yang nilai elastisitasnya lebih rendah yaitu 0.0976. Rendahnya
elastisitas produksi jagung terhadap air irigasi mengindikasikan bahwa tanaman jagung merupakan tanaman yang lebih tahan terhadap kekeringan, tidak responsif
terhadap air. Implikasi praktisnya adalah bahwa penggunaan irigasi air artesis perlu dipertimbangkan agar tidak digunakan untuk usahatani tanaman pangan
seperti tanaman jagung. Ide ini perlu dielaborasi lebih lanjut karena ada indikasi bahwa pendapatan yang diperoleh dari usahatani jagung justru lebih tinggi dari
pendapatan dari usahatani bawang merah, seperti yang dipaparkan pada Bab V sesi pendapatan responden.
Selanjutnya, untuk usahatani bawang merah, baik bawang merah dataran rendah maupun bawang merah dataran tinggi, pengaruh input air terhadap
produksi mendominasi pengaruh input lain, mengggunakan indikator elstisitas produksi. Elastisitas produksi bawang merah dataran rendah terhadap air adalah
0.5829, tertinggi dari semua input yang dimasukkan dalam model. Demikian juga
123 dengan elastisitas produksi bawang merah dataran tinggi terhadap air, menempati
urutan tertinggi Tabel 23. Hal ini bisa menjadi indikasi bahwa, penggunaan air akan lebih terasa gunanya kalau yang diusahakan adalah tanaman yang respon
terhadap air, seperti tanaman bawang merah. Mencermati tingginya nilai elastisitas produksi bawang merah dataran
rendah terhadap air, sepintas sulit dipahami mengingat sifat tanah dataran rendah yang mengandung lebih banyak pasir. Mestinya penambahan air dengan
persentase yang sama akan diikuti oleh persentase peningkatan produksi yang lebih sedikit di lahan dataran rendah dibanding lahan dataran tinggi, karena
sebagian air pada lahan dataran rendah mengalir ke bawah run off. Terlihatnya, pengaruh sifat tanah yang berpasir ini dinetralkan oleh pengaruh kecocokan alam
dataran rendah untuk tanaman bawang merah, sehingga menyebabkan nilai elastisitas produksi bawang merah dataran rendah menjadi tinggi. Selain itu,
petani mengatasi sifat porositas tanah berpasirnya dengan mengairi tanamannya lebih sering tetapi dalam jumlah yang sedikit per kalinya.
Sebaliknya, elastisitas produksi pupuk urea menempati urutan terendah, rata rata 0.0333 untuk ketiga tanaman yang dikaji, bahkan bertanda negatif untuk
tanaman bawang merah dataran rendah. Angka tersebut tidak nyata pada taraf nyata 5 persen ke bawah. Hal ini mengindikasikan bahwa produksi tidak
responsif terhadap penggunaan urea. Muncul pertanyaan yang menuntut kajian lebih lanjut, jangan jangan rendahnya respon urea terhadap produksi ada
kaitannya dengan aplikasi irigasi. Seperti diketahui, pupuk urea memerlukan media larut air agar bisa diserap akar tanaman, artinya walaupun dosis pupuk
urea ditambah, namun ketidak tersediaan air untuk melarutkannya menyebabkan pupuk urea tersebut tidak bisa diserap akar tanaman, sehingga tidak terjadi
kenaikan produksi. Peranan air tersebut bisa juga diketahui menggunakan indikator share
elastisitas. Dalam kajian ini, share elastisitas produksi untuk masing-masing input memiliki pola distribusi yang mirip dengan sebaran nilai elastisitas produksi input
yang bersangkutan. Hal ini dikarenakan oleh total nilai elastisitas produksi yang berkisar sekitar satu, sedangkan share elastisitas dihitung dengan membagikan
elastisitas masing-masing input dengan total nilai elastisitas, sehingga kalau nilai
124 share masing-masing input tersebut ditotalkan maka besarnya dalah satu,
mendekati total nilai elastisitas masing-masing input dalam model yang dikaji ini. Karena itu sebaran angka elastisitas produksi memiliki banyak kesamaan dengan
sebaran angka share elastisitas produksi. Sebagaimana sudah diutarakan bahwa total nilai elastisitas produksi
mengindikasikan skala usaha return to scale: lebih besar, sama dengan atau lebih kecil dari satu, berturut turut mengindikasikan skala usaha yang menaik,
tetap dan turun. Dalam kajian ini, total nilai elastisitas produksi tanaman jagung adalah lebih kecil dari satu, berarti usaha tersebut berada pada skala usaha dengan
kenaikan hasil yang menurun, artinya kalau penggunaan semua input produksi dinaikan secara proporsional, maka akan diikuti oleh kenaikan produksi yang
makin berkurang, bahkan negatif. Hal ini didukung oleh hasil kajian parsial dari penggunaan input air menggunakan pendekatan efisiensi skala, dimana terdapat
23 dari 137 responden penggunaan airnya melampaui penggunaan lebih penggunaan optimum Tabel 26, artinya 23 responden tersebut beroperasi pada
daerah III fungsi produksi klasik, dicirikan oleh tidak lagi terjadi kenaikan produksi walaupun dilakukan penambahan penggunaan input kenaikan hasil
berkurang. Kajian ini juga memperkuat pernyataan bahwa tanaman yang berbeda
memberikan respon yang berbeda atas air yang diberikan kepada tanaman tersebut. Dalam kajian ini, bawang merah lebih responsif atas penggunaan air
dibanding dengan jagung, menggunakan indikator elastisitas produksi. Ini berimplikasi pada perlunya dilakukan pemilihan jenis tanaman yang diusahakan
menggunakan irigasi air pompa, agar diperoleh hasil yang lebih tinggi. Sebagai intisari, paparan pada sesi ini menggambarkan besarnya pengaruh
irigasi terhadap peningkatan produksi, yaitu bahwa secara rata rata air mempunyai pengaruh yang lebih besar dari input lainnya. Temuan ini sekaligus menjawab
pertanyaan apakah petani memerlukan air suplesi untuk penyelenggaraan usahatani di lahan kering? Jawabannya adalah perlu. Setidaknya ada tiga alasan
yang diramu berdasarkan kajian yang dilakukan: 1 nilai elastisitas produksi tanaman terhadap input air relatif lebih tinggi dibandingkan dengan yang nilai
elastisitas yang dimiliki input lain, seperti yang baru saja dipaparkan di atas;