116 model dengan nilai 1 untuk dataran tinggi dan 0 untuk dataran rendah. Selain
dibedakan berdasarkan agroekologi, responden bawang merah juga dibedakan atas penggunaan input lain seperti yang dilakukan pada tanaman jagung. Input lain
yang digunakan responden usahatani bawang merah, juga banyak jenisnya, masing-masing digunakan oleh sebagian kecil petani. Pengaruh input lain pada
produksi diukur dengan memasukkan variabel dummy input lain pada model, dengan nilai 1 jika responden menggunakan input lain, dan 0 jika tidak.
Mempertimbangkan keadaan di atas, maka dibangun fungsi produksi menggunakan delapan variabel bebas yang terdiri dari enam variabel kuantitatif
dari input produksi yaitu benih, air, urea, obat tanaman, tenaga kerja dalam keluarga, tenaga kerja luar keluarga; dan dua variabel dummy yaitu dummy
agroekologi dan dummy input lain. Hasil estimasi fungsi produksi bawang merah lahan kering di Lombok Timur 2011 disajikan pada Tabel 20.
Tabel 20 Hasil Estimasi Parameter Fungsi Produksi Bawang Merah Lahan Kering Lombok Timur, 2011.
Variable Paramete
Estimate Standard
Error t Value
Pr |t| Variance
Inflation Intercept
1.8952 0.7529
2.5200 0.0134
0.0000 LnAIR
0.5561 0.0633
8.7800 .0001
1.3147 LnBENIH
0.0569 0.0582
0.9800 0.3303
1.1230 LnUREA
0.0124 0.0798
0.1600 0.8765
1.1134 LnOBAT
0.0715 0.0782
0.9100 0.3625
1.1750 LnTKDK
0.0590 0.0881
0.6700 0.5043
1.2173 LnTKLK
0.2467 0.0643
3.8400 0.0002
1.4504 DAE
-0.4300 0.0833
-5.1600 .0001
1.1034 R-Square= 0.6629; Adj R-Sq = 0.6418; N observasi = 109
Terlihat dari Tabel 20 bahwa dari delapan parameter yang diestimasi, ada empat parameter yang signifikan pada tingkat kesalahan 0.05 atau kurang yaitu
intersept, variabel air, variabel tenaga kerja luar keluarga TKLK, dan variabel dummy agroekologi DAE. Uji siginifikansi dilakukan dengan melihat nilai
probabilitas melakukan kesalahan type 1 Pr|t| dengan keputusan menolak Ho padahal Ho benar. Hipotesis Ho dirumuskan sebagai nilai koefisien beta β sama
dengan nol, artinya koefisien variabel yang bersangkutan tidak berpengaruh nyata pada produksi. Jika probabilitasnya Pr|t| kecil misal 0.05 atau kurang, maka
117 dilakukan penolakan Ho, artinya peluang melakukan kesalahan karena penolakan
Ho adalah kecil yaitu 0.05 persen atau kurang. Ketika Ho ditolak, artinya Hi terima, maka hal itu menunjukkan bahwa parameter estimasi dari variabel yang
bersangkutan berpengaruh nyata signifikan. Menggunakan indikator nilai probabilitas tersebut, diketahui bahwa variabel
dummy agroekologi berpengaruh nyata dalam menjelaskan perbedaan produktivitas antara bawang merah dataran rendah dengan produktivitas bawang
merah dataran tinggi dengan nilai Pr|t| 0.001. Sebaliknya, variabel dummy input lain berpengaruh tidak nyata. Informasi lain yang dapat ditelaah selanjutnya
adalah bahwa koefisien parameter variabel dummy agroekologi tersebut bertanda negatif Tabel 20, menunjukkan bahwa produktivitas bawang merah dataran
rendah lebih tinggi dari produktivitas bawang merah dataran tinggi. Hal ini bisa dimengerti karena variabel dummy dirumuskan sebagai 0 untuk dataran rendah
dan 1 untuk dataran tinggi, sehingga negatifnya tanda parameter tersebut menunjukkan bahwa produktivitas dari observasi yang dummynya diberi nilai nol
dataran rendah lebih tinggi dari yang diberi nilai satu dataran tinggi. Hal ini sesuai dengan kecenderungan umum yang diketahui dari studi literatur bahwa
produktivitas bawang merah dataran rendah lebih tinggi dari produktivitas bawang merah dataran tinggi.
Selain menggunakan nilai estimasi parameter, perbedaan produktivitas bawang merah di dataran tinggi dengan yang di dataran rendah juga ditunjukkan
langsung oleh data, seperti terlihat pada Tabel 21. Menurut Tabel 21, rata rata produktivitas bawang merah di dataran rendah adalah 5,840 kilogram per hektar
dengan kisaran antara 1,000 - 8,469 kilogram per hektar, lebih tinggi dari produktivitas bawang merah di dataran tinggi yang rata ratanya 4,228 kilogram
per hektar dengan kisaran 1,548 – 9,000 kilogram per hektar. Dengan
signifikannya nilai parameter estimasi variabel dummy agroekologi DAE maka cukup alasan untuk membangun fungsi produksi secara terpisah antara fungsi
produksi bawang merah dataran tinggi dengan fungsi produksi bawang merah dataran rendah.
118 Tabel 21 Perbandingan Produktivitas Bawang Merah Dataran Rendah Dengan
Bawang Merah Dataran Tinggi, Usahatani Lahan Kering di Lombok Timur, 2011.
Rincian Dataran rendah
Dataran tinggi Rata rata
5,840 4,228
Maksimum 8,469
9,000 Minimum
1,000 1,548
Std Dev 2,428
2,192 N responden
59 50
Muncul pemikiran, kalau setingan variabel dummy dimaksud untuk menangkap beda intersep, maka model fungsi produksi tidak mesti dipisah, karena
pengaruh variabel input terhadap variabel produksi sama saja apakah model dipisah atau digabung. Kajian ini tetap mempertahankan pemisahan model fungsi
produksi bawang merah karena yang dipentingkan dalam kajian ini adalah fungsi produksi frontier. Siginifikannya parameter dummy, berarti akan muncul dua
nilai intersep yang berbeda. Perbedaan nilai intersep akan menyebabkan berbedanya nilai frontier yang selanjutnya menyebabkan berbedanya distribusi
tingkat efisiensi.
6.3.1. Fungsi Produksi Bawang Merah Dataran Rendah
Setelah dipisahkan, jumlah observasi data terbagi dua, 59 observasi mewakili dataran rendah dan 50 observasi mewakili dataran tinggi. Hasil estimasi
parameter fungsi produksi bawang merah dataran rendah disajikan pada Tabel 22. Dari Tabel 22 diketahui bahwa Model 1 fungsi produksi bawang merah dataran
rendah dinilai lebih baik fit. Kelebihan Model 1 terhadap Model 2 adalah: 1 Koefisien determinasi R
2
lebih tinggi, dan 2 bersifat lebih informatif dengan adanya pemisahan variabel tenaga kerja. Jumlah parameter yang signifikan dari
kedua model tersebut sama saja 2 variabel, yaitu variabel air dan variabel tenaga kerja dalam bentuk logaritma. Pada Model 1, variabel tenaga kerja luar keluarga
adalah signifikan dengan nilai Pr|t| = 0.0010, sedangkan variabel tenaga kerja dalam keluarga adalah tidak signifikan.
Tanda dari dari parameter estimasi sudah sesuai dengan yang diharapkan, yaitu positif, kecuali untuk variabel pupuk urea yang bertanda negatif. Ada
119 kemungkinan kenapa hubungan negatif itu terjadi: 1 penggunaan pupuk urea
sudah berlebih sehingga penambahan urea tidak lagi menambah produksi atau 2 aplikasi pemupukan yang tidak tepat dikaitkan dengan penggunaan air irigasi
pompa. Dari hasil kajian diketahui bahwa penggunaan air oleh sebagian petani sudah melebihi penggunaan optimum, ditunjukkan oleh adanya petani yang
memiliki angka efisiensi skala yang penggunaan lebih, seperti dibahas pada sesi efisiensi skala.
Tabel 22 Hasil Estimasi Parameter Fungsi Produksi Bawang Merah Dataran Rendah Lahan Kering Lombok Timur, 2011.
Variabel Model 1
Model 2 Parameter
Estimate Pr |t|
Variance Inflation
Parameter Estimate
Pr |t| Variance
Inflation Intercept
1.4082 0.3206
0.0000 0.4862
0.7474 0.0000
LnAIR 0.5829
.0001 1.5582
0.6423 .0001
1.3977 LnBENIH
0.0192 0.8211
1.0470 -0.0275
0.7466 1.0095
LnUREA -0.1058
0.3710 1.0557
-0.1276 0.2821
1.0166 LnOBAT
0.1257 0.3188
1.0548 0.1295
0.3123 1.0450
LnTKDK 0.0105
0.9330 1.1357
- -
- LnTKLK
0.4581 0.0010
1.6084 -
- -
LnTK -
- -
0.5887 0.0045
1.3620 Model 1
Model 2 R-Square
0.6690 0.6483
Adj R-Square 0.6308
0.6151 N-Observasi
59 59
Ditambahkan bahwa umumnya lahan di dataran rendah mengandung lebih banyak pasir dibanding lahan di dataran tinggi sehingga air lebih mudah mengalir
turun run off dan bisa jadi pupuk hanyut bersama air. Akibatnya penambahan dosis pupuk urea tidak lagi menambah produksi.
Variabel yang paling kuat pengaruhnya dalam menjelaskan variasi produksi bawang merah dataran rendah adalah variabel air dengan nilai koefisien parameter
estimasi sebesar 0.5829 dengan Pr|t| 0.0001. Angka parameter ini langsung merupakan angka elastisitas produksi dari input air yang menunjukkan persentase
penambahan produksi bawang merah apabila penggunaan air dinaikan 1 persen.
120
6.3.2. Fungsi Produksi Bawang Merah Dataran Tinggi
Dengan adanya pemisahan data dataran rendah dengan dataran tinggi, kemampuan model fungsi produksi bawang merah dataran tinggi menjadi
meningkat, diindikasikan oleh lebih banyak variabel yang menjadi signifikan, dibanding dengan profil model sebelum dilakukan pemisahan. Variabel benih,
obat tanaman, dan variabel tenaga kerja dalam keluarga TKDK yang ketika data digabung adalah tidak signifikan, menjadi signifikan setelah data dipisah. Hasil
estimasi parameter fungsi produksi bawang merah dataran tinggi disajikan pada Tabel 23.
Tabel 23 Hasil Estimasi Parameter Fungsi Produksi Bawang Merah Dataran Tinggi Lahan Kering Lombok Timur, 2011.
Variabel Model 1
Model 2 Parameter
estimate Pr |t|
Variance Inflation
Parameter Estimate
Pr |t| Variance
Inflation Intercept
1.7226 0.0101
0.0000 1.8680
0.0040 0.0000
LnAIR 0.2976
.0001 1.6616
0.2980 .0001
1.6731 LnBENIH
0.2290 0.0008
1.4584 0.2310
0.0008 1.4567
LnUREA 0.0484
0.5593 1.3231
0.0404 0.6017
LnOBAT 0.1703
0.0392 1.5791
0.1791 0.0284
LnTKDK 0.1733
0.0669 1.3644
- -
1.1426 LnTKLK
0.1833 0.0011
1.5511 -
- 1.5217
LnTK -
- -
0.2598 0.0020
1.2411 Model 1
Model 2 Adj R-Sq
0.7565 0.7536
N-Observasi 50
50 Dalam model yang terpilih, variabel tenaga kerja TK dipisahkan antara
tenaga kerja dalam keluarga TKDK dengan tenaga kerja luar keluarga TKLK. Hal ini sengaja dilakukan untuk mengetahu respon variabel tenaga kerja luar
keluarga terhadap produktivitas. Informasi ini penting sehubungan dengan instrumen kebijakan kelak, yang berkaitan dengan biaya tunai usahatani, karena
biaya sering kali menjadi kendala pada level petani. Ditambahkan bahwa variabel tenaga kerja yang tidak dipisahkan seperti di atas sudah diperiksa keberadaannya
dalam model fungsi produksi, namun hasilnya tidak lebih disukai, terutama karena tidak lebih informatif walaupun statistik lainnya tidak banyak beda antara data
121 yang dipisah Model 1 dengan yang tidak dipisah Model 2 seperti terlihat pada
Tabel 23. Selain keenam input kuantitatif yang dimasukkan dalam fungsi produksi,
petani juga menggunakan input lain, seperti herbisida roundup, pupuk organik dan lain lain, namun karena tidak banyak petani yang melakukannya, maka
penggunaan input lain tidak dimunculkan sebagai variabel kuantitatif tersendiri. Sebagai gantinya, digunakan variabel kualitatif dummy input lain, yang ternyata
pengaruhnya tidak signifikan. Demikian juga dengan variabel dummy yang lain seperti dummy operator DOPR, dummy status kepemilikan lahan DSM,
dummy pekerjaan lain DPL, dummy lahan luar skim DLLS, semuanya tidak siginifikan.
Seperti sudah dikatakan bahwa parameter estimasi fungsi produksi Cobb Douglass langsung menunjukkan elastisitas produksi dari masing-masing input
yang bersangkutan, yang dipaparkan lebih rinci pada sesi berikut.
6.4. Elastisitas Input
Pada sesi ini disajikan gambaran peranan air irigasi dalam meningkatkan produksi menggunakan indikator elastisitas produksi dari masing input. Secara
relatif, angka ini membandingkan peran masing-masing input yang bersangkutan terhadap perubahan produksi. Dengan mengetahui elastisitas produksi masing-
masing input, maka bisa ditentukan input mana yang paling besar mendapatkan respon produksi. Elastisitas produksi dalam kajian ini ditunjukkan langsung oleh
nilai parameter estimasi untuk masing-masing variabel, sebagai salah satu keunggulan dari penggunaan model fungsi Cobb Douglass. Hasilnya dirangkum
dalam Tabel 24 berikut. Secara umum, elastisitas produksi untuk masing-masing input dari usahatani
jagung, bawang merah dataran rendah dan bawang merah dataran tinggi semuanya bertanda positif kecuali input pupuk urea yang digunakan untuk tanaman bawang
merah dataran rendah yang bertanda negatif. Sesuai dengan dugaan awal, peranan air dalam meningkatkan produksi pada usahatani lahan kering mendominasi input
lain, baik dilihat dari nilai elastisitas masing-masing input, maupun dilihat dari share elastisitas. Rata rata nilai elastisitas produksi ketiga komoditas yang dikaji