Fungsi Produksi Jagung Efisiensi penggunaan air irigasi sumur pompa artesis pada usahatani lahan kering di Lombok Timur Nusa Tenggara Barat
124 share masing-masing input tersebut ditotalkan maka besarnya dalah satu,
mendekati total nilai elastisitas masing-masing input dalam model yang dikaji ini. Karena itu sebaran angka elastisitas produksi memiliki banyak kesamaan dengan
sebaran angka share elastisitas produksi. Sebagaimana sudah diutarakan bahwa total nilai elastisitas produksi
mengindikasikan skala usaha return to scale: lebih besar, sama dengan atau lebih kecil dari satu, berturut turut mengindikasikan skala usaha yang menaik,
tetap dan turun. Dalam kajian ini, total nilai elastisitas produksi tanaman jagung adalah lebih kecil dari satu, berarti usaha tersebut berada pada skala usaha dengan
kenaikan hasil yang menurun, artinya kalau penggunaan semua input produksi dinaikan secara proporsional, maka akan diikuti oleh kenaikan produksi yang
makin berkurang, bahkan negatif. Hal ini didukung oleh hasil kajian parsial dari penggunaan input air menggunakan pendekatan efisiensi skala, dimana terdapat
23 dari 137 responden penggunaan airnya melampaui penggunaan lebih penggunaan optimum Tabel 26, artinya 23 responden tersebut beroperasi pada
daerah III fungsi produksi klasik, dicirikan oleh tidak lagi terjadi kenaikan produksi walaupun dilakukan penambahan penggunaan input kenaikan hasil
berkurang. Kajian ini juga memperkuat pernyataan bahwa tanaman yang berbeda
memberikan respon yang berbeda atas air yang diberikan kepada tanaman tersebut. Dalam kajian ini, bawang merah lebih responsif atas penggunaan air
dibanding dengan jagung, menggunakan indikator elastisitas produksi. Ini berimplikasi pada perlunya dilakukan pemilihan jenis tanaman yang diusahakan
menggunakan irigasi air pompa, agar diperoleh hasil yang lebih tinggi. Sebagai intisari, paparan pada sesi ini menggambarkan besarnya pengaruh
irigasi terhadap peningkatan produksi, yaitu bahwa secara rata rata air mempunyai pengaruh yang lebih besar dari input lainnya. Temuan ini sekaligus menjawab
pertanyaan apakah petani memerlukan air suplesi untuk penyelenggaraan usahatani di lahan kering? Jawabannya adalah perlu. Setidaknya ada tiga alasan
yang diramu berdasarkan kajian yang dilakukan: 1 nilai elastisitas produksi tanaman terhadap input air relatif lebih tinggi dibandingkan dengan yang nilai
elastisitas yang dimiliki input lain, seperti yang baru saja dipaparkan di atas;
125 selain magnitudenya yang relatif lebih besar dibanding dengan input lain, tanda
elstisitas produksi yang dimaksud adalah positif, artinya penambahan penggunaan input air akan diikuti oleh peningkatan produktivitas tanaman baik usahatani
jagung maupun usahatani bawang merah; dengan kata lain, input air lebih elastis dibanding input benih, urea, obat tanaman dan tenaga kerja; 2 dengan adanya
irigasi air suplesi tersebut, terjadi peningkatan intensitas pertanaman dari 100 persen menjadi 261 persen per tahun, bahkan berpotensi untuk mencapai 400
persen per tahun, jika dianggap tidak ada kendala biaya dan kendala lainnya, sehingga semua petani mampu menggunakan semua lahan yang dikuasainya
untuk bercocok tanam dengan frekuensi empat kali setahun; Pemikiran intensitas penggunaan tanah 400 persen per tahun perlu dielaborasi lebih lanjut
memasukkan pertimbangan degradasi kesuburan tanah karena tingkat penggunaan tersebut mungkin „over loading’. Bahwa petani mengalami kendala biaya dalam
penyelenggaraan usahatani, diindikasikan oleh tingkat penggunaan air yang rendah ditilik dari efisiensi skala, artinya, dalam kondisi dana dan informasi
tersedia dengan cukup, petani berpotensi meningkatkan produksi dengan menaikan volume air yang digunakan. Mengetahui tingkat ekonomi rumahtangga
petani yang diteliti lemah, didukung oleh profil rumahtangga dan kehidupan mereka yang sederhana, maka cukup dasar untuk menyimpulkan bahwa petani
mengalami kendala biaya dalam memanfaatkan air. Hal ini tidak sama artinya dengan pernyataan bahwa air pompa tidak bermanfaat; 3 Pada tahun 2004,
petani yang mengusahakan lahan dalam skim pompa, melakukan protes dan demonstrasi ke kantor Kimpraswil Nusa Tenggara Barat agar pemerintah daerah
membatalkan rencananya untuk menghentikan proyek air tanah; hal ini searah dan ditunjukkan juga oleh sikap antusias petani yang terlihat dari cara
penyambutan positif mereka pada saat kedatangan petugas dan peneliti air tanah, suatu keadaan yang mencerminkan bahwa petani mendapatkan manfaat dari
proyek tersebut. Dari paparan di atas, jelaslah bahwa irigasi pompa air artesis adalah
bermanfaat sebagai sumber utama air suplesi bagi petani lahan kering di kawasan yang diteliti, dan sumur pompa itu sudah dibangun di Pulau Lombok secara
bertahap sejak tahun 1991 dan masih berlangsung hingga sekarang. Pemikiran
126 selanjutnya adalah bagaimana tingkat efisiensi penggunaan air irigasi tersebut,
dan jika rendah, maka bagaimana cara meningkatkannya. Untuk itu perlu dikaji efisiensi irigasi sebagaimana dilakukan pada Bab VII berikut ini.
VII. EFISIENSI IRIGASI DAN SUMBER EFISIENSI
Paparan pada Bab VII ini ditekankan pada efisiensi irigasi dan sumber efisiensinya, namun untuk memperkaya diskusi hasil temuan maka dilakukan
perbandingan statis komparatif antara efisiensi irigasi yang menggunakan pendekatan non radial dengan efisiensi teknis yang menggunakan pendekatan
radial, serta bagaimana penggunaan konsep efisiensi irigasi ini dikaitkan dengan efisiensi biaya produksi. Kajian menunjukkan bahwa ukuran efisiensi irigasi
berhasil memberikan informasi lebih rinci dibandingkan ukuran efisiensi teknis. Sebagai gambaran, ketika tingkat efisiensi teknis yang dicapai petani sudah 0.9 ke
atas misal, maka dikatakan bahwa aplikasi teknologi yang ada sudah mencapai klimaks, berarti operasi usahatani sudah efisiensi dan saran untuk meningkatkan
produksi adalah mengganti teknologi. Informasi ini bisa diperkaya oleh kajian efisiensi input seperti yang dilakukan saat ini pada input irigasi. Nilai tambah
yang diperoleh dari kajian irigasi adalah bahwa walaupun aplikasi teknologi dinilai sudah klimaks, karena produksi aktual sudah mendekati produksi frontier,
namun terdapat kemungkinan bahwa penggunaan input tertentu bisa dikurangi dihemat tanpa terjadi penurunan produksi. Pemikiran bukan terletak pada upaya
meningkatkan produksi, tetapi terletak pada meminimumkan penggunaan input untuk menghasilkan tingkat produksi tersebut.
Sehubungan dengan tujuan tersebut, maka pada sesi ini disampaikan hasil kajian dengan urutan pemaparan mulai dari efisiensi irigasi masing-masing jenis
tanaman, potensi penghematan air, analisis komparasi statis antara efisiensi irigasi dengan efisiensi teknis, efisiensi skala, efisiensi ekonomi, ditutup dengan sumber
efisiensi.