Efisiensi penggunaan air irigasi sumur pompa artesis pada usahatani lahan kering di Lombok Timur Nusa Tenggara Barat

(1)

EFISIENSI PENGGUNAAN AIR IRIGASI SUMUR POMPA

ARTESIS PADA USAHATANI LAHAN KERING DI

LOMBOK TIMUR NUSA TENGGARA BARAT

ABDULLAH USMAN

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

(3)

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi yang berjudul:

EFISIENSI PENGGUNAAN AIR IRIGASI SUMUR POMPA ARTESIS PADA USAHATANI LAHAN KERING DI LOMBOK TIMUR NUSA TENGGARA BARAT

adalah benar merupakan gagasan dan hasil karya saya sendiri dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program studi sejenis di perguruan tinggi lain. Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah dicantumkan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, Agustus 2012 Abdullah Usman NRP. H363070091


(4)

(5)

ABSTRACT

ABDULLAH USMAN. The Efficiency of Deep-Well Pump Irrigation For Dryland Farms in East Lombok, West Nusa Tenggara: A Non-Radial Approach. (YUSMAN SYAUKAT as Chairman, KUNTJORO and NUNUNG KUSNADI as Members of the Advisory Committee).

Since 1981 until now on, the local government has developed deep well pump irrigation to anticipate the decreasing of dryland area and fertility in Lombok. The increase use of dryland nowadays needs the farmers to run farms more efficiently. The variations of farmers backgrounds and their managerial capacities inevitably affect their efficiency rate. This study aims at (1) investigating the use of pump irrigation for dryland farms; (2) developing an approximation to figure out the distribution efficiency from pump house to individual farms; (3) identifying the irrigation efficiency levels achieved by individual farmers and determinant factors affecting the efficiency. The stratified random sampling was applied to get samples of corn and onion farms, differed by high and lowland. Primary data used in this research were collected using a survey technique by interviewing 246 farmers and 49 pump operators in East Lombok during two months periode, based on specific designed questionnaire which previously tested. The study found that (1) the deep well pump irrigation has increased the cropping intensity of dryland schemes from 100 to 261 percent per year; (2) the distribution of irrigation water from pump house to individual farms has been efficient, indicated by a high index of distribution efficiency; and (3) the application of existing technology for irrigation is inefficient. Improving irrigation efficiency can save water about 30, 42 and 44 percent from existing use for corn, lowland onion and higland onion respectively. Using 14 variables in linear additive model, it is found that 9, 5 and 2 variables are significant to explain the irrigation efficiency for the three crops respectively. Experience in running farms in schemes, formal education years, farm cost ratio, and farm income ratio indicate positive effects on the irrigation efficiency. While farmers‟ age, family size, frequency of attending training, and land area cultivated indicate negative effects for corn farms. Improving training and farmers organisation are adivisable to increase the irrigation efficiency.


(6)

(7)

RINGKASAN

ABDULLAH USMAN. Efisiensi Penggunaan Air Irigasi Sumur Pompa Artesis pada Usahatani Lahan Kering Di Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat. (YUSMAN SYAUKAT sebagai Ketua, KUNTJORO and NUNUNG KUSNADI sebagai Anggota Komisi Pembimbing).

Upaya peningkatan produksi pertanian dengan menggunakan lahan subur beririgasi dengan memanfaatkan air permukaan seperti air sungai, danau, disinyalir telah mengalami kejenuhan (level off). Selain pemanfaatannya sudah jenuh, luas dan kesuburan lahan pertanian terus menurun. Penggunaan lahan kering, sudah lama dilakukan dan terus ditingkatkan intensitasnya. Masalah klasik dalam pengelolaan lahan kering adalah langkanya air untuk irigas, degradasi dan fragmentasi lahan yang tinggi, topografi berbukit (peka erosi), infrastruktur terbatas, kelembagaan sosial ekonomi lemah, perhatian pemerintah dan partisipasi swasta kurang. Mengatasi masalah tersebut, Pemerintah Daerah NTB telah membangun pompa air tanah sejak tahun 1981 dan terus berlanjut hingga sekarang. Kini jumlahnya sudah mencapai 495 unit, dan mengairi 6.131 hektar dari potensi 385 ribu hektar.

Secara teoritis, keberadaan irigasi dapat meningkatkan produksi lahan baik melalui peningkatan intensitas pertanaman maupun peningkatan produktivitas lahan. Peningkatan produksi tersebut tidak merata antar petani karena berbedanya kemampuan manajerial petani, termasuk yang berkaitan dengan cara, waktu dan volume air irigasi yang diberikan. Pemberian air irigasi dikatakan efisiensi kalau jumlah air yang diberikan sesuai dengan kebutuhan tanaman pada masing-masing fase pertumbuhan. Pemberian air yang berlebih menyebabkan terjadinya inefisiensi sedangkan pemberian yang kurang menyebabkan tidak tercapai produksi maksimum. Untuk kasus skim irigasi pompa, efisiensi bisa dibedakan atas (1) efisiensi pada tingkat operator, menggambarkan efisiensi distribusi air dari rumah pompa ke lahan petani; dan (2) efisiensi pada tingkat usahatani, menggambarkan efisiensi pemanfaatan air untuk tanaman.

Umumnya, penelitian efisiensi menggunakan pendekatan radial, yaitu pendekatan yang berorientasi pada output. Proses produksi dikatakan efisiensi kalau output aktual sama dengan output frontier. Selisih antar output aktual


(8)

dengan output frontier menggambarkan inefisiensi. Ukuran inefisiensi dalam kajian produksi digambarkan oleh nilai error fungsi produksi. Berarti, nilai error tersebut menggambarkan inefisiensi keseluruhan input, tidak menjawab inefisiensi input secara individu. Akibatnya, pertanyaan seperti bisakah tingkat penggunaan air diturunkan tanpa terjadi penurunan produksi, tidak bisa dijawab. Penelitian ini berusaha mengisi celah (gap) tersebut dengan melakukan pengkajian efisiensi irigasi menggunakan pendekatan non-radial.

Berkaitan dengan masalah yang dipaparkan, dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui efisiensi irigasi pompa artesis. Secara rinci, tujuan tersebut terdiri dari: mendeskripsikan pengelolaan usahatani lahan kering, mengestimasi dan mengkaji efisiensi distribusi air irigasi dari sumur pompa ke lahan petani, mengukur tingkat efisiensi irigasi pada tingkat usahatani; menginventarisir dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi irigasi, dan merumuskan alternatif upaya untuk meningkatkan efisiensi irigasi.

Penelitian ini dilakukan di Pulau Lombok, menggunakan data primer yang dikumpulkan dengan metode survey, mewawancarai 246 responden yang ditentukan secara acak berstrata yang dibedakan atas jenis tanaman utama (jagung dan bawang merah) dan berdasarkan variabel agroekologi. Selain petani, juga diwawancarai 50 operator pompa. Melengkapi data primer, kajian ini juga menggunakan data sekunder yang dikumpulkan dari diinstansi terkait. Data diolah dan dianalisis menggunakan software SAS9.2, Frontier4.0 dan spread sheet exel. Model ekonometrika yang sudah divalidasi dan dipilih kecocokannya digunakan untuk mempelajari efisiensi irigasi dan faktor faktor yang mempengaruhinya. Selain dianalisis secara kuntitatif, data juga diolah secara deskriptif menggunakan tabulasi silang. Kajian diskriptif dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran umum variabel yang dikaji, juga untuk menghitung indeks efisiensi irigasi menggunakan pendekatan skoring.

Hasil kajian ini mengungkapkan bahwa (1) pemanfaatan sumur pompa artesis meningkatkan intensitas pertanaman dari 100 menjadi 261 persen per tahun, (2) distribusi air irigasi dari sumur pompa ke lahan petani sudah efisien, diindikasikan oleh banyaknya (sekitar 91 persen) petani yang memiliki indeks distribusi tinggi (0.8 atau lebih), dari rentangan nilai 0-1; (3) penyelenggaraan


(9)

usahatani lahan kering belum efisiensi dalam penggunaan irigasi ditunjukkan oleh rata rata tingkat efisiensi irigasi sekitar 0.57. Peningkatan efisiensi irigasi dapat mengurangi penggunaan air sebanyak 30, 42 dan 44 persen dari penggunaan sekarang masing-masing untuk jagung, bawang merah dataran rendah dan bawang merah dataran tinggi; (4) terdapat 9, 5 dan 2 variabel yang signifikan dalam menjelaskan efisiensi irigasi untuk masing-masing jagung, bawang merah dataran rendah dan bawang merah dataran tinggi. Variabel tersebut adalah pengalaman usahatani dalam skim, pendidikan, rasio biaya, dan rasio pendapatan menunjukkan pengaruh yang positif; sementara umur petani, jumlah anggota keluarga, frekuensi menghadiri pelatihan, dan luas lahan yang ditanami menunjukkan pengaruh yang negatif.

Untuk memperbaiki efisiensi irigasi di tingkat petani perlu upaya (1) peningkatan pemahaman dan keterampilan petani tentang aplikasi irigasi air artesis yang efisien; (2) peningkatan kemampuan manajerial petani yang berkaitan dengan manajemen penggunaan tenaga kerja luar keluarga dan juga yang berkaitan dengan sistem pencatatan usahatani. Untuk memperbaiki efisiensi irigasi di tingkat operator, perlu ditingkatkan efisiensi distribusi air dari rumah pompa ke lahan petani, melalui peningkatan kinerja organisasi petani (P3AT) dan operator agar keberadaan skim dan pompa menjadi lebih terawat. Untuk mengatasi permodalan, perlu dikembangkan skim bantuan modal lunak yang bisa diakses oleh petani dengan mudah agar tersedia dana stimulus sehingga lebih banyak petani yang bisa mengelola usahatani Musim Kemarau II dan Musim Kemarau III.


(10)

(11)

© Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

1 Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebut sumber.

a Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik dan tinjauan suatu masalah.

b Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2 Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau

seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis dari IPB.


(12)

(13)

EFISIENSI PENGGUNAAN AIR IRIGASI SUMUR POMPA

ARTESIS PADA USAHATANI LAHAN KERING DI

LOMBOK TIMUR NUSA TENGGARA BARAT

Oleh:

ABDULLAH USMAN

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

Pada

Mayor Ilmu Ekonomi Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(14)

(15)

Judul Disertasi : Efisiensi Penggunaan Air Irigasi Sumur Pompa Artesis pada Usahatani Lahan Kering di Lombok Timur Nusa Tenggara Barat

Nama Mahasiswa : Abdullah Usman

Mayor : Ilmu Ekonomi Pertanian

Nomor Pokok : H363070091

Menyetujui, 1. Komisi Pembimbing,

Dr. Ir. Yusman Syaukat, M.Ec. Ketua

Prof. Dr. Ir. Kuntjoro Anggota

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS. Anggota

Mengetahui,

2. Koordinator Mayor Ilmu Ekonomi Pertanian,

Dr. Ir. Sri Hartoyo, MS.

Tanggal Ujian: 24 Juli 2012

3. Dekan Sekolah Pascasarjana,

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr.


(16)

(17)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang atas inayat dan kehendakNya jualah penulisan Disertasi tentang Efisiensi Penggunaan Air Irigasi Sumur Pompa Artesis, selesai. Isu efisiensi produksi akan tetap relevan dikaji karena merupakan bagian yang tidak terhindarkan dalam penyelenggaraan produksi. Alasan lain perlunya penelitian efisiensi adalah adanya fenomena kenaikan hasil yang berkurang dan fenomena daya substitusi marjinal yang menurun sehingga kombinasi input yang berbeda, memiliki tingkat efisiensi yang berbeda. Umumnya, penelitian efisiensi teknis menggunakan pendekatan radial, yaitu pendekatan yang berorientasi pada output. Pendekatan ini tidak menjawab tingkat efisiensi input secara individu, karena error yang digunakan memberikan gambaran inefisiensi total semua input. Akibatnya, pertanyaan seperti bisakah tingkat penggunaan air diturunkan tanpa terjadi penurunan produksi, tidak bisa dijawab. Penelitian ini berusaha mengisi celah (gap) tersebut dengan melakukan pengkajian efisiensi irigasi menggunakan pendekatan non-radial.

Penyusunan disertasi ini telah mengalami proses panjang, menguras pemikiran penulis dengan arahan dosen pembimbing sehingga masalah yang muncul dapat diatasi. Untuk itu, terimakasih dan penghargaan yang tinggi dihaturkan kepada seluruh dosen pembimbing yang terdiri dari Dr.Ir.Yusman Syaukat, M.Ec, Prof.Dr. Kuntjoro, dan Dr.Ir. Nunung Kusnadi, MS. yang telah memberikan banyak saran dan arahan yang berguna mulai dari penyusunan proposal hingga penulisan disertasi ini. Ucapan yang sama disampaikan kepada Prof. Bonar M. Sinaga, MA, Dr. Ir. Parulian Hutagaol, MS, Dr. Ir. Ratna Winandi, MS, Dr. Ir. Suharno, M.Adev dan Dr. Ir Sri Hartoyo, MS, Dr. Ir. Ana Fariana, MS yang telah memberi masukan melalui sejumlah pertanyaan kritis pada saat ujian kualifikasi lisan dan ujian tertutup sehingga disertasi ini mengalami banyak perbaikan. Demikian juga kepada Dr. Ir. Sumaryanto, MS dan Dr. Ir Rosiady Husaenie Sayuti M.Sc. anggota tim penguji luar komisi pada ujian terbuka, kami ucapkan terima kasih atas kesediaan dan keluangan waktu untuk menghadiri dan memberikan pertanyaan demi perbaikan dan penyempurnaan tulisan ini.


(18)

Ucapan yang sama ditujukan kepada Dekan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr, dan Rektor Institut Pertanian Bogor, Prof Dr. Ir. Hery Suhery, MS., atas kesempatan yg diberikan kepada penulis untuk menimba ilmu di kampus bergengsi. Juga terima kasih kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Republik Indonesia yang telah mengalokasikan beasiswa BPPS untuk promovendus selama tiga tahun, termasuk bonus Sandwich ke Ryukoku Jepang dan Hibah Percepatan Penyelesaian Doktor. Terimakasih juga ditujukan kepada jajaran pimpinan Universitas Mataram, mulai dari Rektor, Dekan Fakultas Pertanian, Ketua Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Ketua Program Studi Agribisnis yang secara kelembagaan memberikan izin kepada promovendus menimba ilmu di Institut Pertanian Bogor, termasuk kepada teman sejawat di Universitas Mataram yang telah banyak memberikan dukungan moril dan memberikan kesempatan penuh kepada promovendus untuk belajar dan menyelesaikan Program Doktor. Juga kepada Sri Utami Sudiarti, ST., MT dan Pak Dul Maret atas dukungan pada pasokan data sekunder tentang skim pompa air tanah Pulau Lombok; juga Pak Dayat, Pak Mas‟ud dan semua enumerator yang telah banyak membantu dalam pengumpulan data primer.

Terimakasih juga disampaikan kepada teman teman satu angkatan 2007 EPN SPs IPB (Dwi Rachmina, Netti Tinaprila, Wini Nahraeni, Lilis Imamah, Elinur, Dewi Sahara, Ita Novita, Sugiyono, Gatoet Sroe Hardono, Rizal Taufiqurrahman, Yannizar, Gatot Subroto, dan Eko Prasetianto Putro), atas kekompakan dalam memacu diri masing-masing dalam penyelesaian disertasi, sejak dari pemenuhan prasyarat berupa ujian Prelim 1, Ujian prelim 2, Kolokium, Seminar hingga disertasi selesai. Kesungguhan dan kekompakan kerja antara lain ditunjukkan oleh „karantina‟ belajar di Vila Bulqis Cisarua, meninggal keluarga di rumah demi untuk fokus belajar, membekali diri dengan „amunisi‟ yang mencukupi.

Tidak terlupakan ungkapan terimakasih yang tulus kepada istri tercinta (Siti Nurwahidah), anak-anak tersayang (Syakurrahman, Kurrataa‟yun, Fitri Rosadela, dan Putri Anggun Qudratullah) yang telah memberikan kekuatan dan semangat tersendiri dalam menyelesaikan disertasi ini dengan caranya masing-masing-masing, terutama pada saat awal pelamaran studi S3 di Institut Pertanian Bogor.


(19)

Pada saat itu, penulis di opname karena types, dan syukurnya kelengkapan berkas pendaftaran S3 termasuk pengiriman biayanya bisa ditangani mereka. Demikian juga pada masa “approved reading”, semua mengambil bagian (termasuk putri sulung yang baru duduk di kelas IV SD), membaca halaman demi halaman, menemukan kesalahan ketik.

Juga terimaksih kepada Bapak, Ibu, Bapak dan Ibu mertua, kakak, adik kandung, dan adik ipar atas dukungan materil, moril dan spiritualnya yang „ all-out’ dengan komitmen dan kesanggupannya mem-backup keuangan penulis bila keadaan menghendaki dan dengan do‟a mereka yang terus mengalir, sehingga disertasi ini dapat diselesaikan. Akhirnya, ucapan terimakasih dan penghargaan juga ditujukan kepada semua pihak yang telah membantu penulis, yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Menyadari kekurangan dan keterbatasan Disertasi ini, penulis terbuka untuk menerima saran dan kritik yang membangun, demi penyempurnaan tulisan ini. Semoga segala bantuan dan dukungan yang telah diberikan mendapat balasan yang lebih baik dari Allah SWT dan semoga disertasi ini berguna bagi penulis dan pembaca dalam memperkaya khasanah pengetahuan yang berkaitan dengan efisiensi irigasi, amin.

Dramaga, Agustus 2012 Penulis


(20)

(21)

RIWAYAT HIDUP SINGKAT

Penulis dilahirkan di Sila Bima Nusa Tenggara Barat pada tanggal 27 September 1961 sebagai putra keempat dari pasangan Bapak H Usman HAR dengan Siti Khadijah (almarhumah). Pendidikan SD dan SMP ditamatkan pada Kecamatan Bolo Bima, masing-masing pada SDN No 6 Sila tahun 1974 dan SMPN Sila tahun 1977, sedangkan pendidikan SMA ditamatkan pada kota kabupaten Bima yaitu SMAN Bima tahun 1981. Penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang S1-Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, masuk melalui jalur Proyek Perintis II (PPII) tahun 1981/82 (angkatan 18) dan tamat tahun 1985. Pada tahun 1994, penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang S2 pada Agricultural and Natural Resources Science Faculty, The Adelaide University, Adelaide, SA atas sponsor AIDAB Australia dan tamat tahun 1997. Sepuluh tahun kemudian, pada tahun 2007, penulis terdaftar sebagai Mahasiswa Program Doktor pada Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, disponsori oleh BPPS Dirjen Dikti untuk periode 2007 – 2010, selanjutnya menggunakan biaya sendiri.

Selama mengikuti program S3 penulis mendapat kesempatan melakukan perjalanan luar negeri: (1) ke India (New Delhi, Bangalore dan Hyderabad) sebagai Field Trip Organiser kegiatan studi banding pejabat Departemen Pertanian Republik Indonesia, Desember 2008; (2) ke Malaysia dan Singapore sebagai Ketua Penyelenggara Kegiatan International Roundtable Discussion di UPM, IIUM dan UKM bersama 40 orang anggota delegasi mahasiswa Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Juli 2009; (3) ke Korea Selatan (Incheon, Seoul, dan Busan) sebagai Field Trip Organiser kegiatan studi banding pejabat Deptan RI; Desember 2009; (4) ke Kyoto Jepang sebagai peserta kegiatan Sandwich di Ryukoku University, September 2010 s/d Januari 2011. Kegiatan tersebut dibimbing Prof Yoshio Kawamura (Prof Agricultural Economics and Rural Development) dan didanai oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Republik Indonesia. Selain itu, penulis aktif sebagai pengurus Forum Mahasiswa Pascasarjana (Forum Wacana) Institut Pertanian Bogor selama tiga periode (2008-2010), sebagai Ketua Bidang Hubungan Internasional, dan sebagai anggota tim


(22)

advokasi Dewan Mahasiswa (Dema). Selama pendidikan (2007-2012), penulis sempat menjadi redaksi pelaksana buletin arisan Saompu Sewaro yang berdomisili di jabodetabek.

Saat ini penulis bekerja sebagai staf pengajar pada Program Studi Agribisnis, Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian - Universitas Mataram sejak tahun 1988. Penulis menikah dengan Hj. Siti Nurwahidah pada tahun 1988 dan dikarunia satu putra yaitu Syakur Rahman dan tiga putri yaitu Kurrata A‟yun, Fitri Rosadela, dan Putri Anggun Qudratullah.


(23)

Ujian Tertutup : Selasa, 10 Juli 2012

Penguji Luar Komisi

: 1. Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA

Staf Pengajar pada Departemen Ilmu Ekonomi Pertanian, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor

: 2. Dr. Ir. Suharno, M.Adev

Staf Pengajar pada Departemen Agribisnis,

Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor

Ujian Terbuka : Selasa, 24 Juli 2012

Penguji Luar Komisi

: 1. Dr. Ir. Sumaryanto, M.S.

Peneliti pada Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Kementerian Pertanian

: 2. Dr. Ir. Rosiady Husaenie Sayuti, M. Sc.


(24)

(25)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ... i DAFTAR TABEL ... v DAFTAR GAMBAR ... ix DAFTAR LAMPIRAN ... xi I. PENDAHULUAN ... 1 1.1.Latar Belakang ... 1 1.2.Perumusan Masalah... 3 1.3.Tujuan Penelitian... 8 1.4.Kegunaan Penelitian ... 9 1.5.Kebaharuan Penelitian... 9

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 11 2.1.Model Produksi Frontier ... 11 2.2.Konsep Efisiensi Produksi ... 15 2.3.Efisiensi Teknis: Ukuran Non-radial ... 19 2.4.Sumber Inefisiensi Teknis ... 24 2.5.Penelitian Irigasi Pompa... 26 2.5.1. Tinjauan Ekonomi Irigasi Airtanah ... 26 2.5.2. Penelitian Efisiensi Irigasi ... 27 2.5.3. Kelembagaan P3A dan Efisiensi Produksi ... 30

III. KERANGKA PEMIKIRAN ... 33 3.1.Peranan Irigasi dalam Meningkatkan Produksi dan Pendapatan ... 33 3.2.Konsep Produksi dan Fungsi Produksi Cobb Douglass ... 35 3.3.Efisiensi dan Perubahan Teknologi ... 37 3.4.Mengukur Efisiensi Irigasi ... 39 3.4.1. Efisiensi Irigasi ... 41 3.4.2. Efisiensi ekonomi ... 52 3.4.3. Faktor yang Mempengaruhi Efisiensi irigasi ... 57 3.5.Kerangka Pemikiran Operasional dan Hipotesis ... 58


(26)

ii

IV. METODE PENELITIAN ... 63 4.1.Lokasi, Populasi dan Sampel ... 63 4.2.Data dan Analysis ... 66 4.2.1. Data Primer dan Sekunder ... 66 4.2.2. Teknik Pengumpulan Data ... 67 4.2.3. Analisis Data ... 68 4.3.Spesifikasi Model ... 68 4.3.1. Fungsi Produksi ... 68 4.3.2. Efisiensi Irigasi ... 70 4.3.3. Efisiensi Distribusi Air ... 73 4.3.4. Faktor yang Mempengaruhi Efisiensi ... 75 4.4.Pengujian Hipotesis ... 76

V. GAMBARAN UMUM PETANI RESPONDEN DAN

USAHATANI ... 79 5.1.Gambaran Umum Petani Responden ... 79 5.1.1. Karakteristik Petani dan Usahatani Responden ... 79 5.1.2. Lahan dalam Skim, Lahan Luar Skim dan Pekerjaan Lain .... 83 5.2.Manajemen Usahatani ... 86

5.2.1. Skim Pompa dan Penyelenggaraan Usahatani Lahan Kering ... 87 5.2.2. Sistem Tanam dan Intensitas pertanaman ... 91 5.2.3. Aplikasi Air Irigasi ... 94 5.2.4. Produksi, Biaya dan Pendapatan ... 95 5.3.Gambaran Umum Skim dan Operator ... 98

VI. MODEL EMPIRIS FUNGSI PRODUKSI FRONTIER JAGUNG

DAN BAWANG MERAH ... 101 6.1.Tingkat Penggunaan Air Irigasi ... 101 6.1.1. Efisiensi Distribusi Air Irigasi ... 102 6.1.2. Ukuran Efisiensi dan Debit Terkoreksi ... 107 6.2.Fungsi Produksi Jagung ... 110 6.3.Fungsi Produksi Bawang Merah ... 115 6.3.1. Fungsi Produksi Bawang Merah Dataran Rendah ... 118 6.3.2. Fungsi Produksi Bawang Merah Dataran Tinggi ... 120


(27)

iii

6.4.Elastisitas Input ... 121

VII. EFISIENSI IRIGASI DAN SUMBER EFISIENSI ... 127 7.1.Efisiensi Irigasi ... 127 7.2.Efisiensi Manajemen Irigasi ... 133 7.3.Analisis Komparasi Efisiensi Irigasi dengan Efisiensi Teknis... 136 7.4.Efisiensi Ekonomi ... 140 7.5.Sumber Efisiensi Irigasi ... 144

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN KEBIJAKAN ... 149 8.1.Kesimpulan... 149 8.2.Saran Kebijakan ... 150 8.3.Saran untuk Penelitian Selanjutnya ... 150

DAFTAR PUSTAKA ... 151 LAMPIRAN ... 159


(28)

(29)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Sebaran Lokasi Pompa Air Tanah Pulau Lombok dan Kabupaten Lombok Timur, 2011. ... 63 2 Distribusi Jumlah Sampel Petani Menurut Jenis Tanaman dan

Menurut Topografi, Kabupaten Lombok Timur, 2011. ... 65 3 Jenis Efisiensi dan Metode Pengukurannya. ... 72 4 Format Skoring Efisiensi Distribusi Seorang Responden ... 74 5 Hipotesis dan Model Pengujiannya yang digunakan dalam kajian

efisiensi irigasi. ... 77 6 Distribusi Responden Menurut Umur, Pendidikan Formal,

Pelatihan, Pengalaman di Skim, Jumlah Anggota Keluarga, Usahatani Lahan Kering Beririgasi Air Artesis Lombok Timur, 2011. ... 80 7 Distribusi Responden Menurut Lahan Dalam Skim, Lahan Luar

Skim, Status Petani, Pekerjaan Lain dan Status Milik, Usahatani

Lahan Kering Beririgasi Air Artesis Lombok Timur, 2011. ... 84 8 Sebaran Jumlah Responden Menurut Kondisi Saluran, Urutan

Petak Lahan, dan Menurut Frekuensi Rusak Mesin, Usahatani

Skim Pompa Air Tanah Lombok Timur 2011. ... 89 9 Sebaran Jumlah Responden Menurut Sistem Tanam, dan Frekuensi

Tanam, Usahatani Skim Pompa Air Tanah Lombok Timur 2011. ... 91 10 Sebaran Jumlah Responden Musim Tanam, dan Intensitas

Pertanaman, Usahatani Skim Pompa Air Tanah Lombok Timur 2011. ... 93 11 Rata rata Volume Air (m3/hektar/musim) Untuk Usahatani Jagung,

Bawang Merah Dataran Rendah dan Bawang Merah Dataran Tinggi Lahan Kering Skim Pompa Air Artesis Lombok Timur, 2011. ... 94 12 Produksi, Biaya Air, Rasio Biaya Air, Pendapatan dan Porsi

Pendapatan Usahatani Jagung, Bawang Merah Dataran Rendah dan Bawang Merah Dataran Tinggi Lahan Kering Skim Pompa Air Artesis Lombok Timur, 2011. ... 97 13 Gambaran Umum Skim dan Operator Pompa Sumur Air-Dalam,

Lahan Kering Lombok Timur, 2011. ... 98 14 Gambaran Penggunaan Pompa Musim Kemarau II dan Musim

Hujan Relatif Terhadap Penggunaan Pompa Pada Musim Kemarau I, Lahan Kering Pengguna Air Artesis di Lombok Timur, 2011. ... 99


(30)

vi

15 Indeks Efisiensi Distribusi Air Irigasi dari Rumah Pompa Ke

Lahan Petani, Pada Skim Irigasi Air Artesis Lombok Timur, 2011. ... 106 16 Rata Rata Tingkat Penggunaan Air (m3/Hektar/Musim) Oleh

Responden Untuk Tanaman Jagung, Bawang Merah Dataran Rendah dan Bawang Merah Dataran Tinggi, Usahatani Lahan

Kering Pengguna Air Artesis di Lombok Timur, 2011. ... 109 17 Distribusi Responden Menurut Agroekologi dan Penggunaan Input

Lain dari Usahatani Jagung di Lahan Kering Beririgasi Air Tanah,

2011. ... 111 18 Hasil Estimasi Parameter Fungsi Produksi Usahatani Jagung Lahan

Kering Lombok Timur, 2011. ... 112 19 Distribusi Responden Usahatani Bawang Merah di Lahan Kering

Beririgasi Air Tanah, Menurut Agroekologi dan Penggunaan Input

Lain, 2011. ... 115 20 Hasil Estimasi Parameter Fungsi Produksi Bawang Merah Lahan

Kering Lombok Timur, 2011. ... 116 21 Perbandingan Produktivitas Bawang Merah Dataran Rendah

Dengan Bawang Merah Dataran Tinggi, Usahatani Lahan Kering

di Lombok Timur, 2011. ... 118 22 Hasil Estimasi Parameter Fungsi Produksi Bawang Merah Dataran

Rendah Lahan Kering Lombok Timur, 2011. ... 119 23 Hasil Estimasi Parameter Fungsi Produksi Bawang Merah Dataran

Tinggi Lahan Kering Lombok Timur, 2011. ... 120 24 Elastisitas Produksi dan Share Elastisitas dari Tanaman Jagung,

Bawang Merah Dataran Rendah dan Bawang Merah Dataran Tinggi, Usahatani Lahan Kering Pengguna Air Artesis di Lombok

Timur, 2011. ... 122 25 Distribusi Frekuensi Tingkat Efisiensi Irigasi (IER) Jagung,

Bawang Merah Dataran Tinggi dan Bawang Merah Dataran Rendah, Usahatani Lahan Kering Pengguna Air Artesis di Lombok Timur, 2011. ... 128 26 Rata Rata Tingkat Penggunaan Air Aktual (m3/Hektar/Musim), Air

Optimum dan Air yang Dihemat Untuk Usahatani Jagung, Bawang Merah Dataran Rendah dan Bawang Merah Dataran Tinggi, Lahan Kering Pengguna Sumur Pompa Air Artesis di Lombok Timur,

2011. ... 131 27 Distribusi Frekuensi Tingkat Efisiensi Manajemen Irigasi (EMI)

Jagung, Bawang Merah Dataran Tinggi dan Bawang Merah Dataran Rendah, Usahatani Lahan Kering Pengguna Air Artesis di


(31)

vii

28 Rata-rata Tingkat Efisiensi Irigasi, Indeks Efisiensi Distribusi dan Tingkat Efisiensi Manajemen Irigasi Jagung, Bawang Merah Dataran Tinggi dan Bawang Merah Dataran Rendah, Usahatani

Lahan Kering Pengguna Air Artesis di Lombok Timur, 2011. ... 135 29 Perbandingan Tingkat Efisiensi Irigasi Dengan Tingkat Efisiensi

Teknis Usahatani Jagung, Usahatani Bawang Merah Dataran Rendah dan Usahatani Bawang Merah Dataran Tinggi Lahan Kering Pengguna Sumur Pompa Air Artesis di Lombok Timur,

2011. ... 137 30 Total Penggunaan Air, Total Biaya Air, Biaya Air, dan Tingkat

Penggunaa Optimum Air dari Usahatani Jagung, Bawang Merah Dataran Tinggi dan Bawang Merah Dataran Rendah, Usahatani

Lahan Kering Pengguna Air Artesis di Lombok Timur, 2011 ... 141 31 Distribusi Frekuensi Tingkat Efisiensi Ekonomi (EER) Jagung,

Bawang Merah Dataran Tinggi dan Bawang Merah Dataran Rendah, Usahatani Lahan Kering Pengguna Air Artesis di Lombok Timur, 2011 ... 142 32 Rata rata, Minimum, Maksimum dan Standar Deviasi dari Tingkat

Efisiensi Ekonomi (EER) Usahatani Jagung, Bawang Merah Dataran Tinggi dan Bawang Merah Dataran Rendah, Lahan Kering

Pengguna Air Artesis di Lombok Timur, 2011. ... 143 33 Hasil Estimasi Parameter Sumber Efisiensi Irigasi Pada Usahatani

Jagung, Bawang Merah Dataran Rendah, dan Bawang Merah


(32)

(33)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Kurva Fungsi Produksi Frontier Statistik Deterministik ... 14 2. Fungsi Produksi Stokastik Frontier ... 15 3 Konsep Efisiensi Non-Parametrik, Farrell ... 18 4. Efisiensi Teknis Pendekatan Non-radial ... 23 5. Dampak Pengembangan Irigasi Terhadap Peningkatan Produksi

dan Pendapatan ... 34 6. Pengaruh Perubahan Teknologi Terhadap Produksi ... 38 7. Konsep Ukuran Efisiensi Irigasi... 43 8. Fungsi Produksi Frontier dan Ukuran Efisiensi Irigasi ... 47 9. Kerangka Pemikiran Operasional ... 61 10 Bagan Alur Pemilihan Sampel Petani Responden ... 64


(34)

(35)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Perkembangan Lahan Kering Pulau Lombok dan NTB, 2003-2009 ... 159 2. Pemanfaatan dan Pengembangan Sumur Air Tanah Per

Kabupaten/Kota Prop NTB 2010 ... 159 3. Debit Pompa dan Kedalaman Sumur, Irigasi Air Tanah Pulau

Lombok, 2011 ... 160 4. Lama Pompa Beroperasi per Minggu dan Kondisi Pompa, Irigasi

Air Tanah Pulau Lombok, 2011 ... 160 5. Perkembangan Luas Lahan Padi dan Palawija NTB, 2005-2009 ... 160 6. Perbandingan Produktivitas (ku/ha) Palawija Lotim, NTB dengan

Indonesia, Tahun 2009 ... 161 7. Perkembangan Produktivitas Palawija Lahan Kering NTB,

2005-2009 ... 161 8. Kumpulan Syntax Aplikasi SAS3.1 dan Aplikasi Excel ... 162 9. Output Frontier 4.1c ... 169 10. Peta Lokasi Sumur Air Tanah Pulau Lombok... 171 11. Gambar Rumah Pompa, Mesin Air, Volumeter, dan Catatan

Operator ... 172 12. Layout Usahatani dalam Satu Skim ... 173


(36)

(37)

I.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Hakekat dan tujuan pembangunan nasional jangka panjang adalah mencapai masyarakat sejahtera yang merata, bebas dari kebodohan dan kemiskinan (Minardi, 2009). Untuk itu, sebagai negara agraris, Indonesia meletakkan landasan pembangunan pada sektor pertanian karena kemampuannya yang lebih dalam menyediakan lapangan kerja bagi mayoritas penduduk, kontribusinya yang tinggi pada PDB (lebih dari 70 persen PDB adalah untuk pangan), lebih ramah lingkungan dan lebih tahan terhadap goncangan ekonomi global (Rubio dan Soloaga, 2004).

Upaya peningkatan produksi pertanian dengan menggunakan lahan subur beririgasi dengan memanfaatkan air permukaan seperti air sungai, danau, disinyalir telah mengalami kejenuhan (level off). Hal ini diindikasikan oleh terjadinya stagnan produksi, sehingga target mempertahankan swasembada pangan yang dicanangkan pemerintah tidak tercapai, bahkan pada kuartal pertama 2011, Indonesia mengimpor 1,9 juta ton beras dari Vietnam dan Thailand untuk pengamanan stock, yang menyebabkan Indonesia sebagai negara agraris tercatat sebagai negara pengimpor beras kedua terbesar di dunia setelah Nigeria1.

Selain pemanfaatannya sudah jenuh, luas dan kesuburan lahan pertanian terus menurun dikarenakan oleh konversi lahan pertanian ke non-pertanian yang mencapai laju 100 ribu hektar per tahun pada dekade terakhir (Arifin, 2007), dan penggunaan lahan yang kurang mengindahkan aspek keseimbangan dan kelestarian lingkungan, termasuk penggunaan pupuk kimia yang kurang tepat (Priyanti, 2007). Perhatian penggunaan lahan kering sebagai lahan penghasil pangan dan produk pertanian lainnya, sudah lama dilakukan dan terus ditingkatkan intensitas penggunaannya dengan melakukan terobosan teknologi tepat guna sesuai dengan kebutuhan spesifik lokasi masing-masing wilayah.

Masalah klasik dalam pengelolaan lahan kering adalah langkanya air untuk irigasi, hanya mengandalkan air hujan sehingga intensitas pertanamannya rendah

1


(38)

2

yaitu sekitar 100 persen per tahun dibanding 300 persen bagi lahan beririgasi. Selain itu, mengandalkan air hujan adalah rentan, terlebih lagi kalau dikaitkan dengan kesulitan dalam peramalan iklim yang kini terus berubah. Kegagalan tanam atas 15.766 hektar lahan kering di Pulau Lombok, akibat musim kemarau yang berkepanjangan (El-Nino) tahun 2007 (Pemda NTB, 2009), merupakan salah satu contoh kerentanan mengandalkan air hujan. Selain menyebabkan intensitas pertanaman rendah, kelangkaan air juga menyebabkan rendahnya produktivitas lahan (hanya sekitar separoh dari produktivitas lahan beririgasi) (IRRI, 2009). Masalah lain dalam pengelolaan lahan kering adalah degradasi dan fragmentasi lahan yang tinggi, topografi berbukit (peka erosi), infrastruktur terbatas, kelembagaan sosial ekonomi lemah, perhatian pemerintah dan partisipasi swasta kurang (Suwardji dan Tejowulan, 2003).

Mengatasi masalah tersebut, Pemerintah Daerah NTB telah membangun pompa air tanah sejak tahun 1981 dan terus berlanjut hingga sekarang. Kini jumlahnya sudah mencapai 495 unit, termasuk 314 unit yang dibangun melalui Proyek Pengembangan Airtanah (P2AT) Departemen Pekerjaan Umum. Lahan yang sudah bisa diairi seluas 6.131 hektar dari potensi 385 ribu hektar. Pemerintah Daerah NTB sudah mengusulkan ke pusat untuk pengembangan areal irigasi seluas 35 ribu hektar sampai 20132.

Secara teoritis, keberadaan irigasi dapat meningkatkan produksi lahan baik melalui peningkatan intensitas pertanaman maupun peningkatan produktivitas lahan (Sudaryanto, 1980). Peningkatan produksi tersebut tidak merata antar petani karena berbedanya kemampuan manajerial petani yang berkaitan dengan cara, waktu dan volume air yang diberikan. Hal ini menyebabkan berbedanya tingkat efisiensi irigasi. Irigasi dengan cara mengalirkan air melalui parit bedengan lebih efisien dari yang menggenangi lahannya tanpa parit; irigasi yang waktu dan volume pemberiannya disesuaikan dengan fase pertumbuhan tanaman akan lebih efisien jika dibandingkan dengan yang tidak disesuaikan. Semua itu berkaitan dengan jumlah air efektif yang diserap akar tanaman sesuai dengan kebutuhan pada masing-masing fase pertumbuhan. Selain itu, kebutuhan air

2


(39)

3

berbeda antara tanaman satu dengan tanaman lain. Tanaman padi memerlukan 1.900-5.000 liter air untuk menghasilkan 1 kg gabah (Pemintel et al, 1979), jauh lebih banyak dari kebutuhan air untuk tanaman tembakau, misal. Pemberian air yang berlebih menyebabkan terjadinya inefisiensi sedangkan pemberian yang kurang menyebabkan tidak tercapai produksi maksimum. Karena itu, perlu pemahaman yang memadai tentang efisiensi. Untuk kasus skim irigasi pompa, efisiensi bisa dibedakan atas (1) efisiensi pada tingkat operator, menggambarkan efisiensi distribusi air dari rumah pompa ke lahan petani; dan (2) efisiensi pada tingkat usahatani, menggambarkan efisiensi pemanfaatan air untuk tanaman. Penelitian ini dititik-beratkan pada efisiensi pemanfaatan air untuk tanaman (selanjutnya disebut efisiensi irigasi), sedangkan efisiensi distribusi diperhitungkan dalam mengoreksi jumlah air yang sampai ke lahan petani.

Kajian efisiensi irigasi bermaksud untuk mendapatkan informasi dan pemahaman yang spesifik tentang penggunaan input secara individu, sehingga pertanyaan seperti berapa banyak air yang bisa dikurangi tanpa terjadi penurunan produksi, bisa dijawab. Dengan adanya pemahaman tersebut, upaya perbaikan tingkat efisiensi bisa dilakukan dengan lebih fokus, mudah, murah dan efektif. Jika dibandingkan dengan penelitian efisiensi produksi, penelitian efisiensi irigasi masih sangat jarang dilakukan. Hal ini disebabkan karena: (1) pada masa lalu, air merupakan sumberdaya melimpah, sehingga tidak memerlukan kajian ekonomi dalam penggunaannya; (2) tidak semua skim irigasi dilengkapi dengan alat pengukuran air seperti volumeter atau sejenisnya. Dengan semakin langkanya sumber daya air, diperburuk lagi oleh terjadinya degradasi lingkungan akibat perambahan hutan yang tidak terkendali (Dinas Pertanian Provinsi NTB, 2011; Dharma, 2011) menyebabkan kompetisi antar pengguna air irigasi makin tajam. Karena itu, kajian efisiensi irigasi adalah mendesak untuk dilakukan.

1.2. Perumusan Masalah

Lahan kering yang mendominasi Pulau Lombok terus mengalami penurunan luas. Dalam tujuh tahun terakhir, penurunannya mencapai 11 persen, dari indeks 100 pada tahun 2003 menjadi indeks 89 pada tahun 2009. Penurunan luas yang lebih tajam terjadi pada lahan kering potensial yaitu dari indeks 100 menjadi 35


(40)

4

pada periode yang sama (Tabel Lampiran 1). Penyebabnya adalah bahwa sebagian lahan pertanian dikonversi untuk penggunaan non-pertanian, baik untuk perumahan penduduk maupun untuk pembangunan infrastruktur jalan, jembatan, perkantoran, dan lain-lain. Petani juga punya andil dalam penurunan lahan ini dengan menjual lahannya untuk non-pertanian karena tertarik harga tinggi.

Selain turun luasnya, pemanfaatan lahan kering sangat terbatas, dikarenakan oleh kelangkaan air irigasi (Bappeda Propinsi Nusa Tenggara Barat, 2003). Untuk mengatasinya, Pemerintah Daerah Nusa Tenggara Barat membangun skim irigasi sumur pompa air tanah sejak tahun anggaran 1981/1982 yang hingga sekarang mencapai 495 unit dengan sebaran 314 unit di Pulau Lombok dan 181 unit di Pulau Sumbawa (Bagian Proyek Pengembangan Air Tanah Pulau Lombok NTB, 2000). Pengeboran terbanyak (112 pompa atau 36 persen) dilakukan pada periode 1986-1990 dengan debit air rata-rata 15 liter/detik; dan kedalaman sumur rata-rata 68 m dari permukaan tanah (Tabel Lampiran 3). Selain pengeboran baru, juga dilakukan redrilling dan rehabilitasi sejumlah sumur produksi agar fungsinya bisa optimal kembali (Ayu, 2008). Sebanyak 64 persen pompa beroperasi hingga 84 jam per minggu (12 jam per hari) (Tabel Lampiran 4) dan dengan sistem pendinginan yang baik, mesin dapat beroperasi hingga 112 jam per minggu (16 jam per hari). Lamanya pompa beroperasi tidak langsung menggambarkan banyaknya air yang dipasok pompa, karena tergantung pada debit pompa. Pompa yang debitnya besar, memerlukan waktu yang lebih singkat dibandingkan pompa yang debitnya kecil untuk menghasilkan jumlah air yang sama. Selama dua tahun pertama, perawatan mesin ditanggung pemerintah, dilanjutkan pengelolaannya oleh petani atau organisasi petani. Namun pada kenyataannya, pengelolaan sejumlah skim belum sepenuhnya mampu dilakukan oleh organisasi petani, masih bergantung pada bantuan pemerintah, terutama yang berkaitan dengan perbaikan pompa.

Air tanah dipompa menggunakan turbin dengan tenaga penggerak mesin diesel, keluar melalui pipa, ditampung dalam suatu kolam semen yang disekat menjadi tiga bak yang dilengkapi dengan alat ukur air. Setelah kolam penuh, air mengalir menuju petakan sawah melalui saluran tersier yang dibuat dari semen atau bahan cor (Bagian Proyek Pengembangan Air Tanah Pulau Lombok, NTB,


(41)

5

2000; Usman 1997). Setiap skim memiliki satu unit pompa dengan kapasitas tertentu, dikelola oleh seorang operator yang melayani 15-30 petani secara bergilir. Petani membayar biaya air berdasarkan lamanya pompa beroperasi yang berkisar antara Rp 10.000 – Rp 18.000 per jam. Besarnya biaya ini ditentukan oleh organisasi petani masing-masing skim melalui musyawarah dengan mempertimbangkan biaya operasi, biaya perawatan dan kemampuan petani. Petani mengusahakan tanaman semusim (palawija dan sayuran) baik secara monocrop maupun multiple crop, juga mengusahakan tanaman keras seperti mangga, jambu mete dan lain lain.

Bagi petani lahan kering Pulau Lombok, upaya peningkatan produktivitas dan pendapatan usahatani lahan kering adalah penting, mengingat besarnya kontribusi usaha tersebut ke dalam pendapatan rumahtangga mereka (lebih dari 55 persen). Irigasi pompa diperlukan sebagai jaminan ketersediaan air untuk mencukupi kebutuhan tanaman hingga panen, terutama pada musim kemarau, saat air hujan tidak tersedia. Dengan demikian, selain meningkatkan produktivitas, petani dapat meningkatkan intensitas pertanaman dengan bercocok-tanam di luar musim hujan, sampai tiga musim setahun. Dengan tersedianya irigasi, petani menjadi lebih mudah menyesuaikan tanaman yang diusahakan (Sumaryanto, 2006). Yusuf (2001) melaporkan bahwa dengan adanya skim irigasi airtanah, terjadi peningkatan intensitas pertanaman, perubahan pola tanam, peningkatan pendapatan rumahtangga petani irigasi airtanah hingga tiga kali lebih tinggi dibanding pendapatan petani non-irigasi, masing-masing Rp 14,2 juta dan Rp 4,9 juta/tahun.

Informasi awal yang diperoleh mengatakan bahwa petani membutuhkan air suplesi untuk penyelenggaraan usahatani. Hal ini didukung oleh: (1) sejak perencanaan dan survei lokasi pembangunan irigasi, dilibatkan petani setempat untuk mengetahui kebutuhan irigasi (need assessment), mengkaji jenis tanaman yang tepat, sekaligus menjadi calon pengguna irigasi yang akan bertanggung jawab atas skim yang dibangun (Direktorat Pengelolaan Air Irigasi, 2011); (2) petani yang bermodal, mengusahakan sendiri mesin diesel untuk menyedot air telaga, danau atau sungai, untuk mengairi lahannya terutama untuk tanaman yang bernilai ekonomis tinggi. Beberapa petani yang karena kedekatan hubungannya


(42)

6

dengan pemilik toko mesin pertanian, mengkredit mesin dan mencicilnya dari hasil usahataninya. Hal ini sulit dijangkau oleh sebagian besar petani lahan kering di Pulau Lombok yang penguasaan lahannya sempit, sebagiannya adalah penggarap, bahkan sebagai buruh tani (Pemda NTB, 2009). Mereka memerlukan air suplesi, namun tidak mampu berinvestasi untuk irigasi. Untuk pengeboran dan pembangunan skim irigasi airtanah, diperlukan modal besar (mencapai Rp.300 juta per skim), skill dan teknologi tinggi, dan karenanya memerlukan peranan pemerintah; (3) di kala petani tidak mampu membiayai perbaikan kerusakan mesin, petani menyewa dari sumur pompa terdekat dengan sewa yang lebih mahal, yakni sebesar Rp 26.000/jam; sementara jika dari sumur pompa sendiri tarifnya hanya Rp 18.000/jam (Ayu, 2008).

Umumnya lahan kering di NTB termasuk lahan yang beririgasi airtanah, digunakan petani untuk usahatani palawija, terutama kedelai dan jagung. Kedua jenis tanaman tersebut lebih disukai petani karena: umurnya pendek, tidak banyak membutuhkan air dibandingkan padi, juga bisa dikonsumsi sendiri. Pada periode 2005-2009, kedelai menduduki urutan pertama terluas (81.228 ha), kemudian jagung (53.141 ha), kacang hijau (42.701 ha), kacang tanah (29.938 ha), ubi kayu (7.103 ha), dan ubi jalar (1.301 ha) (Tabel Lampiran 5). Dalam periode yang sama, tanaman kedelai dan jagung mengalami pertambahan luas masing-masing 22,02 persen dan 4,16 persen, sedangkan kacang tanah, kacang hijau, ubi kayu, dan ubi jalar mengalami penurunan luas masing-masing 3,94 persen, 5,57 persen, 2,94 persen dan 10,52 persen (Tabel Lampiran 5). Perubahan pilihan komoditas yang diusahakan menjadi lebih mudah dilakukan karena tersedianya air pompa, selain karena adanya insentif berupa bantuan benih unggul jagung hibrida termasuk jaminan pasarnya3.

Dibanding rata-rata produktivitas nasional, produktivitas lahan kering di NTB lebih rendah. Sebagai gambaran, produktivitas ubi kayu di NTB rata-rata 12,1 ton/ha lebih rendah sekitar 64 persen% dibanding jika dibandingkan dengan produktiivitas nasional yang mencapai 18,9 ton/ha. Demikian juga dengan

3

Komunikasi langsung dengan tokoh tani lahan kering di Pringga Baya Lombok Timur, tanggal 19 September 2011.


(43)

7

produktivitas jagung, kedelai dan kacang hijau masing-masing 36,52, 11,64 dan 8,86 kw/ha, lebih rendah dari produktivitas nasional dengan selisih masing-masing 15, 14 dan 22 persen (Tabel Lampiran 6). Ironisnya, Lombok Timur yang merupakan lokasi dari sebagian besar sumur pompa air artesis, justru produktivitas jagungnya lebih rendah. Produktiivitas jagung Lombok Timur rata-rata 30.22 ku/hektar lebih rendah dar produktiivitas jagung NTB yang mencapai 36.52 ton/ha sementara produksi nasional sudah mencapai 42.1 ton/hektar.

Selama lima tahun terakhir (2005-2009) produktivitas jagung di NTB meningkat 12,14 persen dari 24,49 kw/ha tahun 2005 menjadi 36,52 kw/ha tahun 2009, sedangkan kacang tanah, kacang hijau, ubi kayu, dan ubi jalar, peningkatan produktivitasnya lebih rendah, masing-masing: 1,19 persen, 3,21 persen, 1,24 persen, dan 0,47 persen; kedelai justru turun produktivitasnya 0,53 persen (Tabel Lampiran 7).

Rendahnya peningkatan produktivitas lahan kering diduga disebabkan oleh rendahnya tingkat pemanfaatan irigasi airtanah baik karena rendahnya efisiensi irigasi, maupun karena rendahnya jumlah jam operasi pompa yang seringkali disesuaikan dengan kemampuan petani untuk membayar air (Ayu, 2008). Beberapa studi mengindikasikan bahwa pemanfaatan sumur pompa dan skim yang telah dibangun di Pulau Lombok, belum efisien, baik karena cara dan waktu pemberian yang kurang tepat, jumlah air yang digunakan masih belum mencukupi kebutuhan tanaman, maupun karena pemilihan jenis tanaman yang diusahakan yang belum tepat (Zairin, 2005; Yusuf, 2001; Usman, 1997). Selain itu, ketidak-mampuan petani dalam menerapkan teknologi bercocok tanam yang sesuai dengan kaidah-kaidah konservasi tanah menyebabkan terjadinya degradasi kesuburan tanah pertanian yang akhirnya menciptakan lahan-lahan kritis baru (Ayu, 2004).

Ada dugaan kuat bahwa pengaruh input air dalam penyelenggaraan usahatani lahan kering lebih besar dalam menghasilkan produksi dibanding dengan input pupuk dan input lain. Alasannya adalah: (1) air merupakan media larut hara agar bisa diserap oleh akar tanaman; tanpa air yang mencukupi, pemberian input lain tidak akan efektif; (2) air dapat mempertahankan struktur


(44)

8

tanah agar tetap gembur agar akar tanaman tidak terjepit dan patah seperti yang terjadi pada tanah kering, retak dan bongkah; (3) pada lahan yang airnya tidak mencukupi, tanaman menjadi kerdil, sementara gulma tumbuh lebih cepat sehingga menaungi tanaman utama, dan terjadi kompetisi penggunaan hara tanaman dan sinar matahari yang pada gilirannya menyebabkan rendahnya produksi. Peran air secara tunggal dalam subsistem produksi mencapai 16 persen, meningkat hingga 75 persen apabila perannya dikombinasikan dengan faktor produksi lainnya seperti benih dan pupuk (Dharma, 2011).

Dari paparan di atas, dirumuskan masalah yang diteliti yaitu:

1. Bagaimana pemanfaatan irigasi untuk penyelenggaraan usahatani jagung dan bawang merah di Lombok Timur?

2. Bagaimana tingkat efisiensi penggunaan air irigasi pompa pada usahatani lahan kering yang diteliti?

3. Faktor dominan apa yang mempengaruhi efisiensi penggunaan input tersebut? 4. Kebijakan apa yang diperlukan untuk memperbaiki efisiensi penggunaan input

tersebut?

1.3.Tujuan Penelitian

Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efisiensi irigasi pompa artesis dalam meningkatkan produksi dan pendapatan usahatani lahan kering di Lombok Timur dan faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi tersebut. Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mendeskripsikan pengelolaan usahatani lahan kering khususnya yang terkait dengan kebutuhan air suplesi dan yang terkait dengan manfaat pompa yang dibangun pemerintah dalam pemenuhan kebutuhan air irigasi;

2. Mengestimasi pengaruh penggunaan input air irigasi dalam penyelenggaraan produksi usahatani jagung dan bawang merah pada skim pompa air artesis di Lombok Timur;

3. Mengukur tingkat efisiensi (distribusi, irigasi, teknis, dan ekonomis) penggunaan air irigasi;


(45)

9

5. Merumuskan alternatif upaya upaya untuk meningkatkan efisiensi irigasi airtanah Lombok Timur.

1.4. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan berguna bagi petani, penyuluh, pemerintah dan akademisi. Bagi petani pengguna irigasi pompa, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu sumber informasi dan acuan tentang kombinasi penggunaan input optimum untuk usahatani jagung dan bawang merah. Dengan optimumnya penggunaan input diharapkan dapat meningkatkan produktivitas lahan dan efisiensi penggunaan air irigasi. Bagi penyuluh pertanian lapangan, hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya informasi dan memperluas wawasan penyuluh dalam menyusun program dan kegiatan yang berkaitan dengan upaya memperbaiki efisiensi irigasi usahatani lahan kering di Lombok Timur khususnya, dan daerah lain yang menggunakan irigasi pompa air tanah, umumnya. Bagi pemerintah, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu sumber informasi tentang pemanfaatan air irigasi pompa sumur dalam, tingkat efisiensi dan faktor faktor dominan yang diduga mempengaruhi efisiensi irigasi. Informasi tersebut diharapkan berguna sebagai bahan pertimbangan dalam penyusunan rencana pengembangan dan pemanfaatan sumur pompa artesis untuk irigasi lahan kering. Bagi akademisi dan peneliti selanjutnya, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan bidang penelitian efisiensi irigasi pompa khususnya yang menggunakan pendekatan non-radial. Penelitian ini mungkin dapat menambah dan melengkapi pendekatan yang digunakan dalam penelitian efisiensi. Juga, hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan awal dalam penyusunan rencana kajian lebih lanjut untuk kasus yang terkait.

1.5. Kebaharuan Penelitian

Kebaharuan (novelty) penelitian ini terletak pada metode pengukuran efisiensi irigasi. Umumnya, penelitian efisiensi produksi menggunakan pendekatan radial berorientasi output, sedangkan penelitian ini menggunakan


(46)

10

pendekatan non-radial yang berorientasi input. Selain itu, kebaharuan lain yang dilakukan penelitian ini berkaitan dengan metode pengukuran air irigasi. Air yang sampai ke lahan petani dikoreksi dengan menggunakan indeks efisiensi distribusi. Gagasan untuk mengoreksi dan ideks irigasi adalah dua hal yang merupakan kebaharuan bagi penelitian ini. Kebaharuan lainnya adalah berkaitan dengan pengayaan data untuk fungsi produksi. Umumnya fungsi produksi dibangun menggunakan data monocrop. Data fungsi produksi yang dibangun dalam kajian ini diperoleh dari petani sampel yang mengusahakan lahan kering baik secara mono cropping maupun secara multiple cropping. Lahan yang digunakan untuk usahatani multiple cropping didisagregasi menggunakan prinsip proporsionalitas sehingga diperoleh luas lahan untuk individual crop dan diperoleh data produksi tanaman tunggal yang diperlukan untuk membangun fungsi produksi. Begitu juga dengan fungsi biaya, tanaman yang diusahakan secara multiple cropping dipilah sehingga diperoleh proxy data biaya tanaman tunggal dengan pendekatan proporsionalitas.


(47)

II.

TINJAUAN PUSTAKA

Untuk mengetahui teori/konsep yang relevan digunakan dalam kajian ini, maka dilakukan kajian pustaka, termasuk didalamnya adalah tinjauan studi sebelumnya (previous study). Tinjauan studi sebelumnya dilakukan untuk mengetahui bagaimana cara peneliti sebelumnya melakukan kajian efisiensi dan bagaimana hasilnya. Untuk itu, dipaparkan berturut turut: model produksi frontier, konsep efisiensi produksi yang penekannnya pada konsep efisiensi teknis ukuran non-radial, sumber inefisiensi teknis, dan ditutup dengan penelitian irigasi pompa.

2.1. Model Produksi Frontier

Dalam suatu proses produksi, hubungan fungsional antara input yang digunakan dengan output yang dihasilkan dapat dikaji dengan menggunakan fungsi produksi (Debertin, 1986, Doll and Orazem, 1984). Secara umum, fungsi produksi dapat ditulis sebagai Y=f(X) dimana Y adalah output dan X adalah input. Untuk kajian efisiensi, banyak peneliti menggunakan produktivitas lahan sebagai Y dan penggunaan input per hektar sebagai X.

Seiring dengan tuntutan kajian, fungsi produksi mengalami perkembangan baik bentuk maupun metode estimasi parameter. Bentuk fungsi produksi dapat dibedakan atas fungsi produksi: Cobb-Douglass, Translog, Trancendental, Constant Elasticity of Substitution (CES), dan fungsi kuadratik. Parameter fungsi produksi bisa diestimasi dengan empat cara/metode (Coelli, et all. 1998), yaitu: (1) Least Square (LS) termasuk Ordinary Least Square (OLS) dan Corrected Ordinary Least Square (COLS); (2) Total Factor Productivity; (3) Data Envelope Analysis (DEA); dan (4) Stokastik Frontier (SF) dengan metode maximum likelihood (ML). Metode terakhir banyak digunakan untuk kajian efisiensi.

Pengukuran efisiensi dengan menggunakan produksi frontier dapat dibedakan atas 4 macam: Frontier non-Parametrik Deterministik; Frontier Parametrik Deterministik; Frontier Statistik Deterministik; dan Frontier Statistik Stokastik. Frontier non-Parametrik berbeda dengan frontier parametrik dalam hal ada tidaknya parameter. Frontier non-parametrik, menjelaskan ukuran efisiensi


(48)

12

tanpa menggunakan angka indeks (parameter) seperti yang dilakukan Farrell (1957). Adapun frontier deterministik berbeda dengan frontier stokastik dalam hal keberadaan variabel galat (error). Frontier stokastik mempertimbangkan adanya faktor kesalahan (galat) dalam model, dan galat tersebut dibedakan atas galat yang menggambarkan ukuran inefisiensi dan galat yang menggambarkan pengaruh faktor eksternalitas.

Bentuk lain dari fungsi produksi frontier adalah Frontier Statistik Deterministik yang menggunakan teknik statistika dengan model (Greene, 1980):

∑ ... (1)

Model tersebut bisa diestimasi dengan metode OLS (Ordinary Least Square), atau metode ML (Maximum Likelihood). Banyak peneliti menggunakan Metode OLS karena cara dan interpretasi hasilnya lebih sederhana. Model yang diestimasi dengan OLS memiliki simpangan total sama dengan nol karena simpangan positif saling meniadakan dengan simpangan negatif. Nilai duga dari model tersebut merupakan nilai rata-rata, belum merupakan nilai frontier. Untuk itu perlu dikoreksi dengan menggeser fungsi tersebut secara vertikal sampai tidak ada residual (simpangan) yang bernilai positif. Dengan cara itu, posisi fungsi berada pada titik terluar (frontier). Pendekatan tersebut juga dikenal sebagai pendekatan Corrected Ordinary Least Square (COLS). Model ini mengabaikan noise dari masing-masing observasi, padahal noise tersebut merupakan perilaku observasi yang tidak bisa dijelaskan oleh model (Aigner and Chu, 1968). Karena itu, model statistik deterministik dinilai lebih mengutamakan kecocokan statistik dengan memperlakukan semua penyimpangan dari frontier sebagai inefisiensi teknis.

Sebaliknya, model Produksi Frontier Stokastik memperhitungkan gangguan noise tersebut sehingga gambaran efisiensi yang dikaji menggunakan pendekatan model tersebut lebih mendekati kenyataan (Mahadevan, 2002). Model tersebut dikembangkan dari (Aigner dan Chu, 1968 dan Coelli et al., 1998):

untuk i = 1, 2,..., n ... (2)


(49)

13

... (3)

Atau bisa juga ditulis sebagai:

( ) ... (4)

Dimana:

ln yi = logaritma skalar output petani ke-i;

xij = vektor baris dari logaritma input j yang digunakan petani ke-i;

βj = vektor baris dari koefisien j yang dicari;

vi = galat acak yang diasumsikan menyebar normal, identik dan

independen dengan mean nol dan varians konstan;

ui = variabel acak non-negatif terkait dengan inefisiensi teknis dan

diasumsikan terdistribusi secara identik dan independen sebagai distribusi eksponensial atau setengah normal.

Kajian ini menggunakan model produksi frontier dengan pertimbangan bahwa: (1) model produksi frontier memungkinkan pergeseran non-neutral yang disebabkan oleh perubahan marginal rate of substitution dari faktor produksi, dan (2) adanya variasi proses produksi yang akan berimplikasi terhadap variasi efisiensi teknis antar perusahaan, menyebabkan tidak perlu adanya asumsi distribusi normal kondisi efisiensi teknis antar perusahaan.

Dengan memanfaatkan sifat hubungan input dengan output yang terekspresi pada fungsi produksi frontier, bisa dicari penggunaan input optimum. Hal ini dilakukan dengan cara menggeser titik output observasi yang tidak terletak pada fungsi frontier ke kiri secara horisontal menuju ke titik yang terletak pada fungsi frontier. Tingkat penggunaan input yang berkenaan dengan titik itu, merupakan tingkat penggunaan input optimum. Itulah titik yang digunakan sebagai acuan dalam menentukan efisiensi penggunaan input.

Agar lebih jelas, digunakan Gambar 1 sebagai ilustrasi. Petani yang beroperasi pada titik C menggunakan bundel input sebanyak Xa, memperoleh

hasil sebanyak Yb. Petani ini tidak efisien, karena penggunaan input sebanyak Xa

mestinya menghasilkan output sebanyak Ya, seperti yang dialami oleh petani pada


(50)

14

cukup digunakan input sebanyak Xb. Dengan kata lain, Xb merupakan tingkat

penggunaan input optimum untuk menghasilkan Yb.

Y

Ya

Yb

B

A

C

O Xb Xa

X Y=f(x)

Sumber: Coelli et al., 1998, dimodifikasi.

Gambar 1. Kurva Fungsi Produksi Frontier Statistik Deterministik

Dengan mengetahui tingkat penggunaan input optimum tersebut, bisa ditentukan tingkat efisiensi penggunaan input, yaitu dengan membandingkan input optimum dengan input observasi. Inilah konsep yang digunakan dalam pengukuran efisiensi irigasi. Walaupun sama sama berkaitan dengan ukuran fisik, efisiensi irigasi berbeda dengan efisiensi teknis. Efisiensi irigasi menggunakan pendekatan non-radial, sedangkan efisiensi teknis menggunakan pendekatan radial. Pendekatan non-radial akan dijelaskan lebih lanjut pada sesi Ukuran Non-radial.

Karena output frontier ditentukan oleh komponen determinsitik f(Xi;β) dan

komponen stokastik/galat (vj), dimana komponen stokastik bisa positif dan bisa

negatif, maka nilai outputnya bisa terletak di bawah (titik A) atau di atas (titik B) nilai ouput frontier deterministik (Gambar 2), tergantung pada faktor eksternal yang tidak bisa dikendalikan oleh unit produksi. Petani yang mendapatkan kondisi eksternal yang menguntungkan, akan mendapatkan output yang lebih tinggi dari output frontier (titik B), dan sebaliknya untuk titik A.


(51)

15

Y

O X

B

A y=exp(xjβ+vj)

jika vj>0

y=exp(xjβ+vj)

jika vj<0

Y=exp(xβ)

Sumber : Coelli et al. (1998)

Gambar 2. Fungsi Produksi Stokastik Frontier

Kemampuan model mengkoorporasi pengaruh stokastik dipandang sebagai keunggulan, sekaligus sebagai kesulitan. Kesulitan terjadi dalam membedakan pengaruh, apakah produksi yang lebih rendah dari produksi frontier dikarenakan oleh inefisiensi atau pengaruh galat eksternal dalam kondisi tidak menguntungkan. Kegagalan dalam membedakan dua pengaruh ini akan mengaburkan hasil kajian, dan berdampak pada biasnya implikasi kebijakan, misalnya, seharusnya mengganti teknologi, tetapi yang disarankan adalah memperbaiki efisiensi.Mengestimasi parameter fungsi produksi stokastik menggunakan metode ML (maximum likelihood) lebih efisien daripada metode COLS (corrected ordinary least square), di mana metode ML menghasilkan lebih banyak parameter yang signifikan memberikan kontribusi dalam menjelaskan efek inefisiensi teknis (Coelli, 1996).

2.2. Konsep Efisiensi Produksi

Kajian efisiensi produksi dilakukan untuk mengatasi sumberdaya yang terbatas guna memenuhi kebutuhan yang tidak terbatas. Tingkat efisiensi produksi menggambarkan ketepatan dalam mengalokasikan faktor produksi ke


(52)

16

dalam berbagai alternatif aktivitas produksi untuk mencapai tujuan tertentu. Penggunaan faktor produksi yang tidak efisien mengandung potensi untuk dimanfaatkan lebih efisien agar dicapai produksi lebih tinggi atau biaya lebih rendah yang pada gilirannya dapat memberi kontribusi kepada pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan rumahtangga petani (Weersink et al., 1990). Kajian ini berpijak pada asumsi bahwa produsen bertujuan memaksimumkan produksi, memaksimumkan keuntungan, atau meminimumkan biaya (Adiyoga, 1999). Untuk mencapai tujuan tersebut, produsen akan memanfaatkan setiap peluang perbaikan efisiensi untuk mendapatkan tambahan hasil atau mengurangi biaya.

Sejumlah literatur membedakan efisiensi produksi atas: efisiensi teknis dan efisiensi ekonomi. Efisiensi teknis menggunakan ukuran fisik, sedangkan efisiensi ekonomi memasukkan pertimbangan harga dan biaya. Secara rinci, efisiensi produksi terdiri atas: efisiensi teknis, efisiensi skala, efisiensi total, efisiensi alokatif dan efisiensi ekonomi. Kajian efisiensi teknis mengarah kepada upaya memaksimum produksi fisik dengan menggunakan jumlah input tertentu, atau meminimumkan penggunaan input yang ada untuk menghasilkan output tertentu (Fernandez-Cornejo, 1994). Efisiensi ini relevan dikaji karena adanya kesalahan dalam penggunaan input yang menyebabkan sebagian input menjadi terbuang, misal pemberian air yang tidak tepat cara, jumlah dan tempat. Lebih lanjut, efisiensi teknis bisa dikaji baik secara radial maupun non-radial. Efisiensi skala berkaitan dengan alokasi (menambah atau mengurangi) input agar dicapai produksi maksimum. Hal ini relevan dilakukan karena adanya sifat hubungan input output yang berupa kenaikan hasil yang berkurang (diminishing return to scale), sehingga diperlukan pemahaman tingkat penggunaan input yang optimum. Kajian efisiensi ekonomi berkaitan dengan alokasi (menambah atau mengurangi) input agar dicapai keuntungan maksimum atau biaya minimum. Hal ini relevan dilakukan karena adanya daya substitusi marjinal yang menurun antara input yang digunakan. Kondisi ini dikaji dengan menggunakan konsep isoquant dan isocost, yang selanjutnya digunakan sebagai dasar pemikiran efisiensi ekonomi.

Isu efisiensi akan tetap relevan dikaji, karena merupakan bagian yang tidak terhindarkan dalam penyelenggaraan produksi. Terjadinya perubahan jumlah hara


(53)

17

yang tersedia dalam tanah, perubahan lingkungan teknis dan ekonomis, mempengaruhi jumlah input yang harus diberikan agar diperoleh produksi maksimum. Selain itu, beragamnya latar belakang kapasitas manajerial petani, menyebabkan berbedanya kemampuan petani di dalam memilih kombinasi input yang efisien. Oleh karena itu, penelitian efisiensi diperlukan untuk mendapatkan kejelasan sifat hubungan antar tingkat efisiensi dan faktor yang mempengaruhinya sehingga bisa dirumuskan upaya upaya untuk memperbaiki efisiensi.

Untuk mengetahui efisien-tidaknya proses produksi, diperlukan patokan seperti misalnya produksi frontier, yaitu produksi batas yang bisa dicapai oleh produsen pada tingkat teknologi yang ada (existing technology). Produsen dikatakan sudah berproduksi secara efisien jika jumlah output yang dihasilkan sama dengan jumlah output frontier, dan sebaliknya. Dengan mengetahui produksi frontier maka tingkat efisiensi bisa kaji. Efisiensi teknis bisa diketahui dengan membandingkan antara output observasi dengan output frontier (Lass dan Gempesaw, 1992). Greene (2003) memberi batasan efisiensi teknis sebagai hubungan antara produksi aktual dengan produksi potensial. Prinsip yang sama berlaku untuk efisiensi alokatif dan efisiensi ekonomi, yaitu dengan membandingkan output observasi dengan output optimum. Perbedaannya terletak pada standar ukuran “output optimum”, dimana efisiensi teknis berpatokan pada produksi fisik maksimum, sedangkan efisiensi alokatif dan ekonomis berpatokan pada keuntungan maksimum atau biaya minimum. Variasi selisih antara output observasi dengan output optimum memberikan gambaran ukuran inefisiensi.

Lebih lanjut, berikut ini dibahas secara singkat konsep efisiensi tersebut, mulai dari konsep non-parametrik. Anggap petani menggunakan dua input (W dan X) untuk menghasilkan satu output (Gambar 3) maka kombinasi yang efisien dari penggunaan dua input tersebut digambarkan oleh kurva isoquant (IQ). Petani yang memilih kombinasi input sepanjang kurva isoquant, dikatakan sudah efisien secara teknis seperti yang terjadi pada titik Q dan S. Petani pada titik P dikatakan tidak efisien, baik secara teknis, alokatif maupun secara ekonomis. Kombinasi penggunaan input pada titik P (baik input W maupun input X) adalah terlalu banyak untuk menghasilkan output sebesar IQ. Tingkat efisiensi teknisnya adalah sebesar OQ/OP dimana 0<OQ/OP<1, dengan OQ/OP=1 berarti efisien penuh.


(54)

18

Atau bisa juga dibalik, tingkat inefisiensi=1-OQ/OP. Tingkat inefisiensi ditekan serendah mungkin, agar dicapai efisiensi setinggi mungkin.

X

X‟

O W‟

R

Q

P

W S

IQ IC

Sumber: Coelli et al., 1998.

Gambar 3 Konsep Efisiensi Non-Parametrik, Farrell

Petani yang memproduksi pada titik Q dikatakan sudah efisien secara teknik, tetapi belum efisien secara alokatif dan ekonomis. Dikatakan sudah efisien secara alokatif jika sumber dana sudah dialokasikan secara penuh, ditunjukkan oleh kombinasi input yang terletak pada garis isocost (IC) seperti yang terjadi pada titik R. Walau sudah efisiensi secara alokatif, kombinasi input pada titik R belum efisien secara ekonomis, karena produksi yang didapat dari penggunaan dana sebesar IC tersebut belum maksimum, masih lebih rendah dari IQ. Dengan memilih kombinasi input pada titik S, produksi sebesar IQ bisa dicapai tanpa menambah biaya. Proses demikian disebut maksimisasi produksi dengan menggunakan biaya tertentu.

Pengembangan pendekatan non-parametrik berupa data envelopment analysis (DEA) yang diperkenalkan oleh Farrell (1957) tidak menggunakan bentuk fungsional tertentu untuk menganalisis data yang tersedia, melainkan menggunakan linier programming untuk mencari nilai frontier dari data yang


(55)

19

tersedia. Akibatnya, sifat hubungan fungsional antara input output tidak diketahui yang justru diperlukan untuk kajian efisiensi penggunaan input. Selain itu, pendekatan ini tidak realistis karena menganggap setiap penambahan input akan diikuti oleh penambahan output secara proporsional (constant returns to scale) sehingga tidak mengenal produksi maksimum yang justru diperlukan sebagai patokan efisiensi. Juga, pendekatan ini rentan terhadap data outlier sebagai konsekuensi dari penggunaan nilai output frontier yang mengandung pengaruh faktor eksternalitas.

Pendekatan yang sesuai untuk kajian efisiensi input adalah pendekatan parametrik yang memiliki bentuk hubungan fungsional antara input dengan output. Parameter dari hubungan fungsional tersebut bisa diestimasi, baik dengan menggunakan metode OLS maupun dengan metode MLE. Dengan demikian, bisa diketahui sifat dan magnitud hubungan input output, termasuk gangguan stokastiknya (Daryanto, 2000).

Pendekatan parametrik dibedakan atas pendekatan parametrik deterministik dengan parametrik stokastik. Pada pendekatan deterministik, pengukuran output frontier dibatasi (bounded) dari atas oleh fungsi produksi yang tidak stochastik. Hal ini dilakukan dengan menggeser fungsi produksi ke atas sebesar nilai simpangan positif agar dicapai kondisi y<f(xi), yang tidak lain merupakan kondisi

output frontier. Cara ini dilakukan Aigner dan Chu (1968), dengan menggunakan model Cobb-Douglas yang dilogaritma berupa:

∑ ... (5) dan mengestimasi parameter a(a0,a1,...an) dengan menggunakan program linier atau kuadratik. Forsund dan Hjalmarsson (1979) merelaksasi asumsi homogen berordo satu pada fungsi Cobb-Douglas sehingga hubungan input dengan output frontier secara kuantitatif tidak konstan terhadap perubahan skala usaha.

2.3. Efisiensi Teknis: Ukuran Non-radial

Sebelum membahas efisiensi teknis non-radial, diawali dulu dengan pemahaman konsep ukuran efisiensi teknis orientasi output dan orientasi input,


(56)

20

karena ukuran non-radial berkaitan dengan efisiensi teknis orientasi input. Menurut Atkinson and Cornwell (1994); juga Kumbhakar and Lovell (2003), perbaikan efisiensi teknis bisa dilakukan dengan dua orientasi, yaitu (1) orientasi output, yaitu memaksimumkan output dengan menggunakan input tertentu; dan (2) orientasi input yaitu meminimumkan input untuk menghasilkan output tertentu.

Sehubungan dengan itu, Kumbhakar dan Lovell (2003) mengidentifikasi lima properti efisiensi teknik yaitu (1) normalisasi, yang menyatakan bahwa efisiensi teknik orientasi input (TEi(y, x)) dan efisiensi teknis orientasi output

(TEo(x, y)) dibatasi dari atas dengan satu, artinya dikatakan efisiensi jika nilai

TE=1; (2) monotonisitas lemah, yang menyatakan bahwa TEi(y, x) tidak akan

meningkat ketika penggunaan input diturunkan; dan TEo(x, y) tidak akan menurun

ketika output ditingkatkan; dengan kata lain penggunaan input yang sama jumlahnya bisa menghasilkan jumlah output berbeda (3) homogenitas, yang menyatakan bahwa perubahan secara equiproporsional dari semua input menghasilkan perubahan yang eqivalen pada TEi(y, x) dengan arah yang

berlawanan, dan perubahan secara equiproporsional dari semua output menghasilkan perubahan yang eqivalen pada TEo(x, y) dengan arah yang sama;

(4) invariance, yang menyatakan bahwa perubahan satuan ukuran misal dari hektar ke are, tidak akan merubah nilai efisiensi teknis; (5) berkaitan dengan strick monotonicity dari isoquant dimana kondisi ini bisa dipenuhi oleh fungsi produksi Cobb Douglass yang memiliki dualitas diri.

Umumnya peneliti mengukur efisiensi teknis secara radial menggunakan orientasi output, dengan fungsi isoquant sebagai standar (Kumbhakar and Lovell, 2003). Efisiensi yang diukur dari sisi output tersebut diinterpretasikan sebagai efisiensi input secara simultan, dan nilai efisiensi yang didapat berlaku sama untuk semua input. Perbaikan efisiensi dilakukan secara equiproporsional sepanjang garis array menuju titik asal (0,0). Cara ini tidak memberikan gambaran tingkat efisiensi penggunaan input tertentu karena semua input dipandang sebagai satu kesatuan (bundel), sehingga informasi spesifik tentang input tertentu menjadi kabur yang justru diperlukan dalam memperbaiki efisiensi penggunaan input. Dalam memberikan kontribusi kepada produksi, memang


(57)

21

semua input bekerja secara simultan dalam satu sistem produksi, bahkan input yang satu saling berinteraksi dengan input lain, menghasilkan sinergitas positif pada produksi. Namun pengaruh interaksi antar input, umumnya tidak dimunculkan secara eksplisit sebagai variabel dalam model, melainkan masuk sebagai komponen galat model yang tidak diukur dalam kajian. Walaupun semua input bekerja secara simultan seperti yang gambarkan oleh fungsi produksi, namun secara teoritis, dimungkinkan untuk mengukur dan menganalisis pengaruh masing-masing input tersebut.

Agar efisiensi teknis masing-masing input (subset) dapat dipelajari, Karagiannis et al., (2003) juga Dhehibi et al., (2007) mengusulkan pendekatan non-radial dalam pengukuran efisiensi teknik. Pendekatan ini cocok untuk menjawab pertanyaan, misal berapa banyak air yang bisa dikurangi untuk menghasilkan jumlah output yang sama, sementara jumlah input lain yang digunakan tidak berubah (status quo). Kedua kelompok peneliti tersebut menggunakan fungsi produksi frontier stokastik dalam kajiannya masing-masing, dan dituliskan sebagai:

... (6)

Dimana:

y ∈ R++ = jumlah output yang dihasilkan;

x ∈ = vektor dari jumlah input yang digunakan; w = air irigasi;

= error term composit yang terdiri dari vi dan ui;

vi merupakan error yang mewakili pengaruh faktor eksternal yang tidak bisa

dikendalikan petani seperti cuaca, dan lain lain, sedangkan ui merupakan error

non-negatif satu arah, yang merefleksikan inefisiensi teknis. Selanjutnya, efisiensi teknis orientasi output diperoleh dengan:

... (7)

Sedangkan efisiensi teknis orientasi input diturunkan dari fungsi produksi yang sudah ditambahkan sebagai ukuran efisiensi, dan ditulis sebagai:


(58)

22

Efisiensi teknis orientasi input dapat ditulis sebagai (Atkinson and Cornwell, 1994):

... (9)

Kedua ukuran efisiensi tersebut (yang berorientasi output dan yang berorientasi input) memiliki ranking yang sama tapi beda magnitud dari skor efisiensi. > terjadi pada skala kenaikan hasil berkurang; = terjadi pada skala kenaikan hasil yang konstan; dan < terjadi pada skala kenaikan hasil bertambah (Fare and Lovell, 1978); tidak bisa digunakan untuk mengukur efisiensi input karena ukuran tersebut memperlakukan input sebagai satu paket (bundel). Agar efisiensi input tertentu bisa diukur, maka digunakan pendekatan non-radial.

Dalam kajiannya yang menggunakan pendekatan non-radial, Karagiannis, et al. (2007) mendefinisikan efisiensi irigasi (EI) sebagai efisiensi teknis yang berorientasi input tunggal, dan dirumuskannya sebagai:

...(10)

Definisi di atas mengandung pengertian bahwa yang dihemat adalah input air (w) secara fisik. Hal ini tidak bisa diartikan sebagai penghematan biaya, sebagai konsekuensi dari pendekatan non-radial. Dengan pendekatan tersebut, input yang dikurangi (dihemat) penggunaannya dalam kajian efisiensi irigasi hanya input air, sedangkan input lainnya digunakan dalam jumlah yang tidak berubah (status quo). Meminimumkan jumlah air yang digunakan tidak sama dengan meminimumkan biaya produksi, kecuali penghematan air tersebut memberikan kontribusi terbesar pada penghematan biaya.

Gambar 4 berikut digunakan untuk menjelaskan pendekatan non-radial. Pada Gambar 4, petani melakukan proses produksi menggunakan input air (W) dan input lainnya (X) untuk menghasilkan produksi sebesar isoquant Y0. Petani

yang beroperasi pada titik A, menggunakan input air sebanyak W1 dan input lain

sebanyak X1 untuk mendapatkan hasil sebesar Y0. Petani tersebut tidak efisien,

karena untuk mendapatkan hasil sebesar Y0, cukup menggunakan air sebanyak


(59)

23

penggunaannya hanya input air, sedangkan input lain tidak berubah jumlahnya. Inilah yang dimaksud dengan pendekatan non-radial.

X

1

B

O

A

Y

0

Input air, W

W

1

W

2

W

3

C

Input X

Sumber: Karagiannis, 2003.

Gambar 4. Efisiensi Teknis Pendekatan Non-radial

Berbeda dengan pendekatan non-radial, perbaikan efisiensi pendekatan radial dilakukan dengan mengurangi penggunaan semua input secara eqiproporsional dari titik A ke titik B seperti terlihat pada Gambar 4. Hal ini mengklaim bahwa semua input memiliki respon efisiensi yang sama terhadap produksi. Padahal input tersebut diberikan secara terpisah oleh petani kepada tanamannya dengan cara yang dimiliki masing masing petani. Tanamanlah yang memadukan input tersebut sesuai dengan karakternya masing-masing, ada yang tinggi responsifnya terhadap air, ada yang tidak. Bisa jadi petani tertentu memahami dengan baik cara pemberian pupuk, tetapi tidak mengetahui cara, waktu dan jumlah air yang diberikan ke tanaman agar efisien. Artinya, dimungkinkan untuk terjadi perbedaan efisiensi antara input. Inilah gap teoritis yang dihadapi yaitu kontroversial antara pendekatan radial dengan non-radial.

Dari Gambar 4 dijelaskan bahwa efisiensi teknis (irigasi) ukuran non-radial adalah W2/W1, sedangkan efisiensi teknis ukuran radial adalah W3/W1 dimana


(60)

24

sedangkan nilai efisiensi teknis non-radial berlaku spesifik hanya untuk input tertentu, dalam hal ini hanya untuk input air irigasi saja. Bilamana dikehendaki mengetahui efisiensi input lainnya, maka dilakukan pengukuran efisiensi untuk input lain tersebut dengan menggunakan cara yang sama. Bila hal ini dilakukan untuk semua input, maka akan bisa diketahui input mana yang paling tidak efisien untuk dijadikan prioritas dalam perbaikannya. Selama ini, kajian efisiensi teknis spesifik input belum dilakukan, sehingga upaya perbaikan efisiensi umumnya dilakukan secara generik dengan hasil yang tidak efektif.

Memang ukuran efisiensi non-radial melanggar properti ketiga (homogenitas, berkaitan dengan perubahan yang eqiproporsional), namun selama perbaikan efisiensi tersebut menuju ke isoquant yang sama, maka tidak ada kepentingan untuk mempermasalahkan pelanggaran tersebut. Terlebih lagi jika terdapat alasan tertentu yang menghendaki digunakannya pendekatan non-radial, misal perlu diketahui efisiensi teknis air irigasi pompa untuk lahan kering secara khusus karena air merupakan sumberdaya yang semakin langka. Adanya proses pengisian kembali (recas) air tanah, tidak menggugurkan argumentasi tadi, karena proses pengisian kembali air tanah, banyak ditentukan oleh pengaruh alam dan iklim yang tidak bisa dikendalikan. Hal ini berbeda dengan input pupuk urea misal, yang proses produksi dan pasokannya bisa dikendalikan oleh unit produksi. Dengan demikian, pengukuran efisiensi spesifik input diperlukan.

2.4.Sumber Inefisiensi Teknis

Sumber inefisiensi penting diketahui sebagai bahan pertimbangan dalam upaya meningkatkan efisiensi; sedangkan tingkat efisiensi perlu untuk mengetahui apakah produksi bisa ditingkatkan dengan memperbaiki efisiensi dan manajemen produksi, atau harus dengan mengganti teknologi. Ada dua alternatif pendekatan untuk mengetahui penyebab efisiensi teknis dan juga sumber inefisiensi teknis (Daryanto, 2000). Alternatif yang pertama adalah prosedur dua langkah, yaitu mengestimasi nilai efisiensi atau efek-efek inefisiensi untuk usahatani individu setelah estimasi fungsi produksi frontier; kemudian melakukan estimasi model regresi dimana nilai efisiensi atau inefisiensi dinyatakan sebagai fungsi variabel sosioekonomi yang diasumsikan mempengaruhi inefisiensi. Alternatif yang


(1)

WHERE Tanaman = 1; Run;

Title "Sumber Efisiensi EER BMDT"; PROC REG DATA = TEST.BASE;

Model EER = Umur EXPSKIM FSIZE EDUC TRAIN LSTANAM FREQAIR RBIAYA RDAPAT RTK DOPR DPL DSM DLLS DEER /DW dwprob VIF;

WHERE Tanaman = 2; Run;

Title "Sumber Efisiensi EER BMDR"; PROC REG DATA = TEST.BASE;

Model EER = Umur EXPSKIM FSIZE EDUC TRAIN LSTANAM FREQAIR RBIAYA RDAPAT RTK DOPR DPL DSM DLLS DEER /DW dwprob VIF;

WHERE Tanaman = 3; Run;

Title "Sumber Efisiensi EER"; PROC REG DATA = TEST.BASE;

Model EER = Umur EXPSKIM FSIZE EDUC TRAIN LSTANAM FREQAIR RBIAYA RDAPAT RTK DOPR DPL DSM DLLS DEER /DW dwprob VIF;

Run;

Macros Syntax Excel

IF(OR(AND(TANAMAN=1, AIROPTJG>AIR),AND(TANAMAN=2, AIROPTBNMDT>AIR),AND(TANAMAN=3, AIROPTBNMDR>AIR)), AIR/IF(TANAMAN=1, AIROPTJG, IF(TANAMAN=2, AIROPTBNMDT, AIROPTBNMDR)), IF(TANAMAN=1, AIROPTJG, IF(TANAMAN=2, AIROPTBNMDT, AIROPTBNMDR))/AIR)

MODEL LnPRO = LnAIR LnBNENIH LnUREA LnOBNAT LnTKDK LnTKLK DAE DIL /DW dwprobn VIF;

MODEL LnPRO = LnAIR0 LnBNENIH LnUREA LnOBNAT LnTK DAE DIL /DW dwprobn VIF;

MODEL IER= UMUR EXPSKIM FSIZE EDUC TRAIN LSTANAM FREQAIR RBNIAYA RDAPAT DOPR DAE DPL DSM DLLS;

MODEL TERK =IF(AI2>0.9,0.9,IF(AI2>0.8,0.8,IF(AI2>0.7,0.7,IF(AI2> 0.6,0.6,IF(AI2>0.5,0.5,IF(AI2<=0.5,0.4))))))

MODEL SERK=IF(AW2>0.9,0.9,IF(AW2>0.8,0.8,IF(AW2>0.7,0.7, IF(AW2> 0.6,0.6, IF(AW2>0.5,0.5,IF(AW2<=0.5,0.4))))))

ln W=(R2-($AH$146+$AH$148*T2+$AH$149*U2+$AH$150*V2+ $AH$151*W2 +$AH$152*X2))/$AH$147


(2)

Lampiran 9.

Output Frontier 4.1c

Output from the program FRONTIER (Version 4.1c) Instruction file = terminal

Data file = jagungf.txt

Error Components Frontier (see B&C 1992) The model is a production function

The dependent variable is logged The ols estimates are :

coefficient standard-error t-ratio

beta 0 0.31255936E+01 0.28980046E+00 0.10785330E+02 beta 1 0.11570158E+00 0.25131155E-01 0.46039102E+01 beta 2 0.16167644E+00 0.54459762E-01 0.29687320E+01 beta 3 0.15734682E+00 0.54566618E-01 0.28835728E+01 beta 4 0.18109575E+00 0.42274463E-01 0.42838096E+01 beta 5 0.97567543E-01 0.23692188E-01 0.41181313E+01 beta 6 0.24916784E+00 0.50285593E-01 0.49550541E+01 Sigma-squared 0.21048630E-01

Log likelihood function = 0.73671015E+02

The estimates after the grid search were : beta 0 0.32659519E+01

beta 1 0.11570158E+00 beta 2 0.16167644E+00 beta 3 0.15734682E+00 beta 4 0.18109575E+00 beta 5 0.97567543E-01 beta 6 0.24916784E+00 Sigma-squared 0.39673624E-01 Gamma 0.78000000E+00 Mu is restricted to be zero Eta is restricted to be zero The final mle estimates are :

coefficient standard-error t-ratio

beta 0 0.45808464E+01 0.44808025E+00 0.10223272E+02 beta 1 0.85489582E-01 0.25220631E-01 0.33896686E+01 beta 2 0.10577454E+00 0.49517463E-01 0.21361057E+01 beta 3 0.15784076E+00 0.50873882E-01 0.31025893E+01 beta 4 0.12172297E+00 0.34195265E-01 0.35596441E+01 beta 5 0.67440681E-01 0.22207329E-01 0.30368659E+01 beta 6 0.18264149E+00 0.42572873E-01 0.42900907E+01


(3)

Mu is restricted to be zero Eta is restricted to be zero

Log likelihood function = 0.81995563E+02 LR test of the one-sided error = 0.16649097E+02 With number of restrictions = 1

[note that this statistic has a mixed chi-square distribution] number of iterations = 11

(maximum number of iterations set at : 100) number of cross-sections = 137

number of time periods = 1 total number of observations = 137 thus there are: 0 obsns not in the panel

Catatan:

Fungsi produksi frontier dalam kajian ini dibangun menggunakan

pendekatan COLS dengan aplikasi SAS9.1; Kritikan pada pendekatan COLS

adalah sifatnya yang deterministik yang dicirikan oleh terabaikannya pengaruh

stokastik yang menggambarkan pengaruh faktor eksternal, seperti musim dan

bencana alam. Pengaruh ini sejogjanya dieliminasi dari model, karena tidak

merupakan ukuran efisiensi. Survei lapangan diperoleh keterangan bahwa kondisi

penyelenggaraan usahatani Musim Kemarau yang diteliti berada dalam keadaan

normal, tidak ada serangan hama, atau bencana alam. Karena itu, pengaruh faktor

eksternal dianggap bisa diabaikan dan karenanya digunakan pendekatan COLS.

Hal ini sejalan dengan analisis data menggunakan program Frontier 4.1c yang

hasilnya hampir sama dengan hasil output SAS9.1 seperti nampak pada sajian di

atas berupa contoh output frontier 4.1c tentang fungsi produksi jagung.


(4)

(5)

Lampiran 11.

Gambar Rumah Pompa, Mesin Air, Volumeter, dan Catatan Operator

Gambar Rumah Pompa

Mesin Air

Volumeter

Catatan Operator


(6)