Fungsi Produksi Spesifikasi Model

82 meningkatkan ilmu dan keterampilan petani sehubungan dengan rendahnya tingkat pendidikan mereka. Metode pendidikan orang dewasa adalah lebih populer untuk petani, disesuaikan dengan alamnya dimana petani memikul banyak beban, tidak seperti siswa anak sekolah yang bisa fokus menghadapi pelajaran. Sayangnya, cara ini tidak cukup intensif dilakukan. Menurut Tabel 6, sebagian besar responden 75 persen mengaku kalau dirinya tidak pernah menghadiri pelatihan yang berkaitan dengan pengelolaan lahan kering dalam tiga tahun terakhir. Angka ini sedikit lebih besar terjadi pada responden usahatani bawang merah, 84 persen untuk responden bawang merah dataran rendah dan 75 persen untuk responden bawang merah dataran tinggi. Berkaitan dengan peningkatan produksi dan efisiensi, secara umum, hasil penelitian menyarankan untuk meningkatkan keterampilan petani melalui pelatihan, penyuluhan atau cara sejenisnya, karena ada indikasi bahwa variabel pelatihanpenyuluhan berkorelasi positif dengan produksi. Praktek yang dilakukan di lapangan adalah bahwa pelatihan yang dilakukan bersifat umum generik sehingga tidak memberikan hasil yang memadai. Hal ini bisa dimengerti karena informasi spesifik tidak tersedia, jenis pelatihan apa yang diperlukan petani. Akibat kelangkaan informasi tersebut, petugas penyuluhan lapangan menyusun materi yang lebih bernuansa kognitif ketimbang psikomotor. Penelitian ini berupaya mengatasi gap informasi tersebut dengan mengungkapkan efisiensi sisi input, sehingga pelatihan bisa lebih fokus kepada input yang rendah tingkat efisiensinya. Pengalaman di skim dimaksudkan sebagai pengalaman responden menyelenggarakan usahatani di skim. Semua sampel yang menjadi responden adalah petani secara historis, artinya mereka dilahirkan dan dibesarkan oleh keluarga petani. Namun pengalaman menjadi petani, tidak identik dengan pengalaman menyelenggarakan usahatani dalam skim, karena usahatani dalam skim menggunakan irigasi air tanah yang dipasok dari rumah pompa ke lahan petani, dan memerlukan pemahaman dan keterampilan teknis yang memadai agar dicapai efisiensi dalam pengelolaan. Hal ini didukung oleh data dimana pengalaman bertani tidak nyata pengaruhnya dalam menjelaskan perilaku efisiensi baik pada usahatani jagung maupun pada usahatani bawang merah dataran tinggi 83 dan dataran rendah. Sebaliknya variabel pengalaman di skim EXPSKIM mempengaruhi tingkat efisiensi irigasi secara nyata Tabel 6. Variabel yang dibahas selanjutnya adalah jumlah anggota keluarga. Rata rata jumlah anggota keluarga adalah 4 orang, yang paling tinggi 10 orang dan yang paling rendah 1 orang Tabel 6, yaitu petani itu sendiri dengan status bujang. Angka ini menggambarkan kapasitas tenaga kerja dalam keluarga, yang merupakan sumber tenaga kerja dalam usahatani. Dalam analisis usahatani, tidak ada pola yang baku dari hubungan antara tenaga kerja dalam keluarga dengan produksi dan efisiensi usahatani. Hubungannya bisa positif yaitu ketika tenaga kerja dalam keluarga memberikan kontribusi dalam meningkatkan produksi, artinya sebagian besar anggota keluarga merupakan tenaga kerja untuk usahatani. Sebaliknya, hubungan tersebut bisa juga negatif yaitu tak kala jumlah anggota keluarga yang besar justru menjadi beban keluarga, karena diperlukan banyak anggaran untuk mencukupi kebutuhan hidup sehingga anggaran rumahtangga yang bisa digunakan untuk membiayai usahatani menjadi sedikit, yang berakibat pada penggunaan input produksi yang rendah dan pada gilirannya akan menurunkan produksi.

5.1.2. Lahan dalam Skim, Lahan Luar Skim dan Pekerjaan Lain

Variabel lain yang diduga berpotensi menjelaskan perilaku efisiensi adalah lahan dalam skim, lahan luar skim, status petani, pekerjaan lain dan status milik. Indikator statistik dari variabel tersebut disajikan pada Tabel 7. Lahan dalam skim pada Tabel 7 dimaksudkan sebagai luas lahan yang ditanami petani pada musim yang diteliti, tidak mesti sama dengan luas lahan yang dikuasai. Rata rata luas lahan yang ditanami petani responden adalah 0.84 hektar dengan kisaran dari 0.12 hektar sampai 3.00 hektar. Sebanyak 167 responden 68 persen menanami lahan yang dikuasainya secara tidak penuh, karena keterbatasan modal. Selain lahan dalam skim, responden juga memiliki lahan luar skim baik lahan beririgasi, maupun lahan kering lainnya yang tidak menjadi objek utama kajian ini. 84 Tabel 7 Distribusi Responden Menurut Lahan Dalam Skim, Lahan Luar Skim, Status Petani, Pekerjaan Lain dan Status Milik, Usahatani Lahan Kering Beririgasi Air Artesis Lombok Timur, 2011. Variabel Jagung BMDR BMDT Total Lahan dalam skim Hektar Rata-rata 0.75 0.88 0.85 0.84 Maksimum 2.00 3.00 2.00 3.00 Minimum 0.20 0.12 0.20 0.12 Lahan luar skim persen responden Tidak punya 88 100 95 92 =0.5 hektar 2 2 2 0.5 hektar 10 3 7 Total 100 100 100 100 Status petani Petani murni 75 84 83 79 Petani operator 25 16 17 21 Total 100 100 100 100 Pekerjaan lain Tidak punya 56 52 63 57 Punya 44 48 37 43 Total 100 100 100 100 Status Milik Milik 70 70 61 68 Sewa 27 28 34 29 Sakap 3 2 3 3 Lainnya 2 Total 100 100 100 100 N-observasi 137 50 59 246 Dari Tabel 7 diketahui bahwa hanya sedikit petani responden yang memiliki lahan di luar skim. Dengan kata lain, sebagian besar responden 92 persen menyelenggarakan usahatani dengan mengandalkan lahan dalam skim. Angka ini lebih kontras pada petani bawang merah, baik petani bawang merah dataran rendah maupun petani bawang merah dataran tinggi, dimana mereka tidak memiliki lahan di luar skim. Hal ini bisa dimengerti karena menyelenggarakan usahatani bawang merah memerlukan usaha yang lebih intensif, sehingga tidak tersedia cukup waktu untuk mengelola cabang usaha di luar skim. Responden yang memiliki lahan luar skim, komposisi yang lebih besar adalah yang memiliki lebih dari 0.5 hektar 7 persen, dan jumlah ini hampir semuanya berasal dari