87 dihubungkan dengan keberadaan sumur pompa air artesis. Manajemen usahatani
lahan kering skim pompa di Lombok Timur umumnya bersifat subsisten, pengambilan keputusan lebih banyak dipengaruhi oleh keputusan rumahtangga
dibandingkan dengan keputusan perusahaan. Proses manajemen mulai dari tahap perencanaan hingga evaluasi dilakukan mengikuti kebiasaan yang diperolehnya
turun temurun. Praktek sosial dan upacara ceremonial adat berbaur dalam pengambilan keputusan produksi sehingga tidak jarang petani memutuskan untuk
mengurangi penggunaan input karena sebagian dana rumahtangga dipakai untuk kebutuhan keluarga. Keadaan ini menjadi semakin komplek tatkala dihubungkan
dengan kebiasaan umum masyarakat setempat terutama yang berkaitan dengan manajemen keuangan rumahtangga, dimana pada musim panen melakukan
belanja banyak tidak mengantisipasi kebutuhan besok, tidak ketat pada skala prioritas pemenuhan kebutuhan. Sebaliknya, dikala musim paceklik, barang aset
dan perabot yang tadinya dibeli mahal, terpaksa dijual murah, demi untuk memenuhi kebutuhan.
Pemilihan jenis tanaman lebih banyak ditentukan oleh penguasaan cara bercocok tanam, artinya petani cenderung mengusahakan tanaman yang sudah
biasa diusahakan. Pengambilan keputusan demikian dilakukan untuk menghindari risiko kegagalan, bilamana mengusahakan tanaman yang tidak biasa
dilakukan. Kebiasaan menanam tanaman konvensional bisa dilakukan dengan melakukan introduksi teknologi yang dilengkapi dengan pengawalan dan
pendampingan. Petani bersedia menerapkan teknologi yang diintrodusir, selama ada jaminan keberhasilan. Keberhasilan memperkenalkan jagung hibrida
bertongkol besar tahun 2004 dikarenakan adanya insentif untuk petani yaitu pemberian benih secara cuma cuma dan jaminan pasar produk.
5.2.1. Skim Pompa dan Penyelenggaraan Usahatani Lahan Kering
Penyelenggaraan usahatani lahan kering di lokasi penelitian umumnya dilakukan secara manual, tidak menggunakan mekanisasi, kecuali untuk air yang
menggunakan tenaga mesin disel untuk memompa air keluar. Umumnya petani melakukan persiapan lahan dengan memacul, karena kebanyakan lahan yang
dikaji ini merupakan lahan miring yang sudah dibuat terasering, sehingga tidak
88 mudah untuk menggunakan bajak. Selain itu, terdapat beberapa batu besar di
tengah lahan sehingga pengolahannya lebih cocok dilakukan dengan pacul. Rumah pompa yang dibangun di atas lahan milik petani, di dalamnya
terdapat mesin, sumur, pipa saluran dan bangunan. Air dipompa naik, dialirkan ke bak outlet yang dibangun menyebar pada beberapa titik dekat lahan petani, 3-5
bak tergantung keadaan sebaran lahan. Air mengalir melalui saluran parit yang terbuat dari semen, ada juga yang menggunakan paralon hingga jarak tertentu.
Kondisi saluran yang dihadapi masing-masing petani bervariasi, karena jarak lahan petani dari rumah pompa berbeda. Besarnya pembayaran biaya pelayanan
air irigasi ditentukan berdasarkan lama jam pompa beroperasi, bukan berdasarkan angka yang tertera pada volumeter yang terpasang pada pipa outlet di rumah
pompa. Penentuan titik sumur didasarkan hasil survei dan studi kelayakan intensif,
sehingga lokasi sumur tidak selalu berada di tengah lahan petani. Beberapa titik sumur terletak pada hamparan lahan kering yang belum dicetak, biasanya
digunakan untuk padang rumput, tempat penggembalaan ternak masyarakat lokal. Pada dua tahun pertama operasi pompa, petani mendapatkan pelayanan secara
cuma - cuma sebagai insentif agar mereka terdorong menggarap hamparannya menjadi petakan lahan. Gambaran statistik tentang jarak lahan, frekuensi rusak
mesin setahun terakhir, dan kondisi saluran irigasi disajikan pada Tabel 8. Tabel 8 juga menunjukkan bahwa sebagian besar pompa 81 persen berada
dalam kondisi tidak baik. Kondisi skim pompa pada usahatani jagung lebih buruk dibandingkan dengan skim yang digunakan oleh petani bawang merah. Hal ini
diduga ada kaitannya dengan sikap petani bawang merah yang lebih memperhatikan keberadaan skim irigasi mengingat sifat tanaman bawang merah
yang lebih peka terhadap kekeringan. Jarak lahan dari rumah pompa bervariasi antar petani, mulai dari petak ke-0, yaitu petak dimana rumah pompa berlokasi.
Sebanyak 148 petani 60 persen memiliki lahan yang jauh dari pompa, yang umumnya dijangkau dengan jalan kaki.
89 Tabel 8 Sebaran Jumlah Responden Menurut Kondisi Saluran, Urutan Petak
Lahan, dan Menurut Frekuensi Rusak Mesin, Usahatani Skim Pompa Air Tanah Lombok Timur 2011.
Frekuensi Jagung
BMDT BMDR
Total Persen
Kondisi saluran Sangat jelek
16 3
10 29
12 Jelek
46 19
18 83
34 Sedang
44 19
22 85
35 Baik
26 9
8 43
17 Sangat baik
5 1
6 2
Total 137
50 59
246 100
Urutan petak Urutan ke 0
Urutan ke 1 30
10 11
51 21
Urutan ke 2 30
13 13
56 23
Urutan ke 3 22
8 11
41 17
Urutan ke 4 18
5 9
32 13
Urutan ke 5+ 37
14 15
66 27
Total 137
50 59
246 100
Frekuensi rusak mesin Tidak pernah
47 22
30 99
40 Satu kali
34 4
12 50
20 Dua kali
24 6
5 35
14 Tiga kali
19 11
5 35
14 Empat kali
6 4
2 12
5 Lima kali ke atas
7 3
5 15
6 Total
137 50
59 246
100 Terlihat pada Tabel 8 bahwa sebanyak 147 petani 60 persen menyatakan
tidak pernah mengalami kerusakan pompa. Secara umum, semua pompa yang terdapat pada skim rata-rata mengalami kerusakan, sesuai dengan keterangan
mekanik yang bertugas di lapangan. Pernyataan petani tersebut bisa saja benar sesuai dengan yang dialaminya, mengingat petani pengelola lahan kering sering
berganti. Kondisi saluran air dari rumah pompa ke lahan petani didekati secara
kualitatif menggunakan skala likert 1-5, dari sangat jelek 1 hingga sangat baik 5. Penilaian kondisi saluran dilakukan petani menurut persepsi terbaiknya,
disetujui oleh operator. Sebagian besar responden 69 persen menilai saluran irigasinya sedang sampai jelek rata rata ke bawah Tabel 8. Hal ini