Faktor yang Mempengaruhi Efisiensi

89 Tabel 8 Sebaran Jumlah Responden Menurut Kondisi Saluran, Urutan Petak Lahan, dan Menurut Frekuensi Rusak Mesin, Usahatani Skim Pompa Air Tanah Lombok Timur 2011. Frekuensi Jagung BMDT BMDR Total Persen Kondisi saluran Sangat jelek 16 3 10 29 12 Jelek 46 19 18 83 34 Sedang 44 19 22 85 35 Baik 26 9 8 43 17 Sangat baik 5 1 6 2 Total 137 50 59 246 100 Urutan petak Urutan ke 0 Urutan ke 1 30 10 11 51 21 Urutan ke 2 30 13 13 56 23 Urutan ke 3 22 8 11 41 17 Urutan ke 4 18 5 9 32 13 Urutan ke 5+ 37 14 15 66 27 Total 137 50 59 246 100 Frekuensi rusak mesin Tidak pernah 47 22 30 99 40 Satu kali 34 4 12 50 20 Dua kali 24 6 5 35 14 Tiga kali 19 11 5 35 14 Empat kali 6 4 2 12 5 Lima kali ke atas 7 3 5 15 6 Total 137 50 59 246 100 Terlihat pada Tabel 8 bahwa sebanyak 147 petani 60 persen menyatakan tidak pernah mengalami kerusakan pompa. Secara umum, semua pompa yang terdapat pada skim rata-rata mengalami kerusakan, sesuai dengan keterangan mekanik yang bertugas di lapangan. Pernyataan petani tersebut bisa saja benar sesuai dengan yang dialaminya, mengingat petani pengelola lahan kering sering berganti. Kondisi saluran air dari rumah pompa ke lahan petani didekati secara kualitatif menggunakan skala likert 1-5, dari sangat jelek 1 hingga sangat baik 5. Penilaian kondisi saluran dilakukan petani menurut persepsi terbaiknya, disetujui oleh operator. Sebagian besar responden 69 persen menilai saluran irigasinya sedang sampai jelek rata rata ke bawah Tabel 8. Hal ini 90 memberikan indikasi awal bahwa air yang dipasok operator, kemungkinan tidak semuanya sampai ke lahan petani. Dari sisi urutan petak lahan, tidak ada responden yang memiliki lahan urutan ke 0, paling dekat urutan ke 1, artinya agar air sampai ke lahannya, harus melalui paritsaluran sepanjang satu petak lahan sekitar 20-30 m, bagi responden yang lahannya urutan ke 1. Makin jauh dari rumah pompa, makin tinggi urutannya. Data Tabel 8 menunjukkan bahwa jarak lahan petani dari rumah pompa menyebar dengan dominansi urutan ke 1 dan urutan ke 2. Ada skim yang petaninya memiliki lahan hingga urutan ke 10 bahkan lebih, tetapi ada juga yang hanya sampai urutan ke 5, tergantung pada posisi rumah pompa dari skim yang bersangkutan, apakah berada di tengah lahan layanannya, atau dipinggir. Tidak bisa dikatakan bahwa petani bawang merah cenderung menyelenggarakan usahatani sekitar pompa, karena ada 29 responden bawang merah yang lahannya menempati urutan ke 5 atau lebih. Keuntungan petani yang lahannya dekat pompa adalah air cepat sampai, lebih mudah berkomunikasi dengan operator, dan lebih kecil peluang mengalami saluran yang jelek. Berkaitan dengan frekuensi rusak mesin, ada 99 responden 40 persen mengatakan mesinnya tidak pernah rusak setahun terakhir. Hanya 6 persen responden yang mengatakan mesinnya rusak 5 kali atau lebih. Petani menjawab mesin rusak kalau permintaan atas air tidak bisa dilayani operator hari itu juga, dikarenakan oleh mesin rusak. Kalau kerusakan ringan dan dapat ditanggulangi oleh operator sehingga permintaan petani tetap bisa dipenuhi, maka tidak dikategorikan rusak untuk kajian ini. Variabel ini diduga memiliki kontribusi di dalam menjelaskan efisiensi distribusi air dari rumah pompa ke lahan petani. Kinerja mesin yang kondisinya tidak prima adalah rendah, artinya air yang dipasok menggunakan mesin tersebut dalam kurun waktu tertentu rendah. Padahal, biaya penggunaan air dihitung berdasarkan lama jam mesin beroperasi Tabel 9 menunjukkan bahwa sebagian besar petani 59 persen, mengusahakan tanaman tunggal monocrop. Diperoleh keterangan bahwa sebelum tersedia air pompa, petani umumnya menggunakan sistem tanam ganda multiple crop untuk mengantisipasi risiko produksi. Bila tanaman yang satu gagal panen, maka diharapkan panen diperoleh dari tanaman lain. Resiko