Efisiensi Irigasi Spesifikasi Model

84 Tabel 7 Distribusi Responden Menurut Lahan Dalam Skim, Lahan Luar Skim, Status Petani, Pekerjaan Lain dan Status Milik, Usahatani Lahan Kering Beririgasi Air Artesis Lombok Timur, 2011. Variabel Jagung BMDR BMDT Total Lahan dalam skim Hektar Rata-rata 0.75 0.88 0.85 0.84 Maksimum 2.00 3.00 2.00 3.00 Minimum 0.20 0.12 0.20 0.12 Lahan luar skim persen responden Tidak punya 88 100 95 92 =0.5 hektar 2 2 2 0.5 hektar 10 3 7 Total 100 100 100 100 Status petani Petani murni 75 84 83 79 Petani operator 25 16 17 21 Total 100 100 100 100 Pekerjaan lain Tidak punya 56 52 63 57 Punya 44 48 37 43 Total 100 100 100 100 Status Milik Milik 70 70 61 68 Sewa 27 28 34 29 Sakap 3 2 3 3 Lainnya 2 Total 100 100 100 100 N-observasi 137 50 59 246 Dari Tabel 7 diketahui bahwa hanya sedikit petani responden yang memiliki lahan di luar skim. Dengan kata lain, sebagian besar responden 92 persen menyelenggarakan usahatani dengan mengandalkan lahan dalam skim. Angka ini lebih kontras pada petani bawang merah, baik petani bawang merah dataran rendah maupun petani bawang merah dataran tinggi, dimana mereka tidak memiliki lahan di luar skim. Hal ini bisa dimengerti karena menyelenggarakan usahatani bawang merah memerlukan usaha yang lebih intensif, sehingga tidak tersedia cukup waktu untuk mengelola cabang usaha di luar skim. Responden yang memiliki lahan luar skim, komposisi yang lebih besar adalah yang memiliki lebih dari 0.5 hektar 7 persen, dan jumlah ini hampir semuanya berasal dari 85 responden usahatani jagung. Diperoleh informasi bahwa setidaknya terdapat 8 petani operator mengusahakan lahan dalam skim, juga memiliki lahan di luar skim. Hal ini mengindikasikan bahwa terjadi ketimpangan dalam penguasaan lahan, terutama karena terdapatnya lahan absente yaitu lahan yang pemiliknya tidak berdomisili dalam kecamatan yang sama dengan kecamatan dimana lahan berlokasi. Pemilik lahan absente, mempercayakan pengelolaan lahan umumnya kepada operator, berharap tidak akan ada kesulitan dalam irigasi. Dihubungkan dengan kajian efisiensi, diduga bahwa responden yang memiliki lahan luar skim, akan cenderung tidak lebih efisien dalam pengelolaan dan penggunaan air irigasi, karena keberadaan lahan luar skim menyebabkan mereka menjadi tidak fokus pada lahan dalam skim. Status petani. Dalam hal ini, status petani dibedakan atas petani murni dan petani yang juga operator. Dari Tabel 7 diketahui bahwa sebagian besar responden 79 persen berstatus sebagai petani murni, sisanya 21 persen berstatus sebagai petani operator. Terdapat kontroversial di kalangan petani akan status ini. Pada beberapa skim, petani lebih suka kalau operator pompanya adalah petani yang memiliki lahan dalam skim, dengan alasan operator yang demikian akan lebih sungguh sungguh mengelola pompa, karena dia sendiri punya kepentingan yang lebih pada pekerjaan tersebut, selain mendapatkan honor, juga lahannya menjadi terairi. Sebaliknya, mereka yang tidak setuju operator pompa dipegang oleh petani yang punya lahan dalam skim beralasan bahwa sulit bagi operator tersebut untuk berbuat adil, karena cenderung mengutamakan lahannya sendiri. Fakta di lapangan ditemukan beberapa operator yang bersedia menanggulangi biaya perbaikan pompa dikala rusak, menggunakan uang sendiri, yang mungkin hal ini ada hubungannya dengan dorongan menggunakan air untuk lahan sendiri. Dikaitkan dengan kajian ini, arah hubungan kausalitas variabel ini dengan efisiensi bersifat tidak mutlak, artinya bisa positif, bisa negatif. Jika kemudahan menggunakan air ini menyebabkan petani tersebut menggunakan air berlebih, maka terjadi inefisiensi irigasi, dan sebaliknya. Pekerjaan lain. Senada dengan variabel lahan di luar skim, dan variabel status petani operator, maka variabel pekerjaan lain memiliki sifat yang sama dalam kaitannya dengan efisiensi irigasi, yaitu mempengaruhi kesungguhan petani 86 dalam mengelola usahatani, termasuk di dalamnya penggunaan air irigasi. Dari Tabel 7 diketahui bahwa cukup banyak 43 persen petani yang mempunyai pekerjaan lain, selain mengelola lahan di dalam skim. Hal ini bisa dimengerti karena memiliki pekerjaan lain merupakan upaya mendapatkan tambahan penghasilan guna mencukupi kebutuhan keluarga. Indikator ini tidak membedakan jenis pekerjaan dan berapa macam pekerjaan lain yang dimiliki responden. Umumnya pekerjaan lain yang ditekuni responden adalah buruh tani, buruh pasar dan pelabuhan, berdagang asongan, dan menjadi tukang ojek. Kaitan variabel ini dengan isu yang dikaji bersifat ganda. Satu sisi, pekerjaan lain dapat menambah pendapatan rumahtangga petani, sehingga danabiaya usahatani menjadi lebih tersedia, sehingga dapat menggunakan input usahatani dengan efisiensi; di sisi lain, keberadaan variabel pekerjaan lain justru menjadi cabang usaha petani yang menyebabkan usaha dalam skim menjadi tidak fokus. Kedua kemungkinan itu bisa terjadi dan kelak akan ditunjukkan oleh data, yang akan dibahas pada sesi sumber efisiensi irigasi. Status kepemilikan lahan. Sebagian besar 68 persen lahan yang dikuasai responden merupakan lahan milik sendiri, selebihnya merupakan lahan orang lain dengan status sewa, gadai dan sakapbagi hasil. Menurut sejarahnya, lokasi yang menjadi lahan skim ini, sebagian besar merupakan bekas kawasan hutan, yang dibuka untuk transmigran dan juga pembukaan swadaya penduduk lokal, sehingga pada awalnya mereka memiliki lahan rata rata 3 hektar, namun karena terjadi fragmentasi lahan baik dikarenakan oleh proses pewarisan lahan, maupun terjadi jual beli lahan, maka luas lahan yang dikuasai masing-masing responden menjadi berkurang. Hal ini menjadi semakin terpuruk oleh krisis moneter yang terjadi berulang kali sejak tahun 1998 yang mempengaruhi perekonomian nasional sehingga sejumlah tenaga kerja mengalami pemutusan hubungan kerja PHK, sebagian kembali ke desa dan menggarap lahan yang ada. Akibatnya, penguasaan lahan per orang semakin berkurang.

5.2. Manajemen Usahatani

Salah satu tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan tata kelola usahatani Tujuan I skim irigasi lahan kering di Lombok Timur 87 dihubungkan dengan keberadaan sumur pompa air artesis. Manajemen usahatani lahan kering skim pompa di Lombok Timur umumnya bersifat subsisten, pengambilan keputusan lebih banyak dipengaruhi oleh keputusan rumahtangga dibandingkan dengan keputusan perusahaan. Proses manajemen mulai dari tahap perencanaan hingga evaluasi dilakukan mengikuti kebiasaan yang diperolehnya turun temurun. Praktek sosial dan upacara ceremonial adat berbaur dalam pengambilan keputusan produksi sehingga tidak jarang petani memutuskan untuk mengurangi penggunaan input karena sebagian dana rumahtangga dipakai untuk kebutuhan keluarga. Keadaan ini menjadi semakin komplek tatkala dihubungkan dengan kebiasaan umum masyarakat setempat terutama yang berkaitan dengan manajemen keuangan rumahtangga, dimana pada musim panen melakukan belanja banyak tidak mengantisipasi kebutuhan besok, tidak ketat pada skala prioritas pemenuhan kebutuhan. Sebaliknya, dikala musim paceklik, barang aset dan perabot yang tadinya dibeli mahal, terpaksa dijual murah, demi untuk memenuhi kebutuhan. Pemilihan jenis tanaman lebih banyak ditentukan oleh penguasaan cara bercocok tanam, artinya petani cenderung mengusahakan tanaman yang sudah biasa diusahakan. Pengambilan keputusan demikian dilakukan untuk menghindari risiko kegagalan, bilamana mengusahakan tanaman yang tidak biasa dilakukan. Kebiasaan menanam tanaman konvensional bisa dilakukan dengan melakukan introduksi teknologi yang dilengkapi dengan pengawalan dan pendampingan. Petani bersedia menerapkan teknologi yang diintrodusir, selama ada jaminan keberhasilan. Keberhasilan memperkenalkan jagung hibrida bertongkol besar tahun 2004 dikarenakan adanya insentif untuk petani yaitu pemberian benih secara cuma cuma dan jaminan pasar produk.

5.2.1. Skim Pompa dan Penyelenggaraan Usahatani Lahan Kering

Penyelenggaraan usahatani lahan kering di lokasi penelitian umumnya dilakukan secara manual, tidak menggunakan mekanisasi, kecuali untuk air yang menggunakan tenaga mesin disel untuk memompa air keluar. Umumnya petani melakukan persiapan lahan dengan memacul, karena kebanyakan lahan yang dikaji ini merupakan lahan miring yang sudah dibuat terasering, sehingga tidak