Gambaran Umum Skim dan Operator

112 Tabel 18 Hasil Estimasi Parameter Fungsi Produksi Usahatani Jagung Lahan Kering Lombok Timur, 2011. Variable Parameter Estimate Standard Error Pr |t| Variance Inflation Model 1 Intercept 3.2064 0.2951 .0001 0.0000 LnAIR 0.1143 0.0252 .0001 1.2218 LnBENIH 0.1477 0.0554 0.0087 1.7389 LnUREA 0.1595 0.0546 0.0041 1.9620 LnOBAT 0.1789 0.0424 .0001 1.9727 LnTKDK 0.0929 0.0239 0.0002 1.9203 LnTKLK 0.2442 0.0507 .0001 2.5823 DAE 0.0407 0.0261 0.1217 1.0933 DIL -0.0036 0.0257 0.8897 1.0489 Model 2 Intercept 2.7469 0.3158 .0001 0.0000 LnAIR 0.0913 0.0253 0.0004 1.2853 LnBENIH 0.1549 0.0533 0.0043 1.6830 LnUREA 0.1267 0.0540 0.0206 2.0128 LnOBAT 0.1563 0.0421 0.0003 2.0419 LnTK 0.4946 0.0903 .0001 2.1104 DAE 0.0391 0.0254 0.1263 1.0844 DIL -0.0111 0.0252 0.6597 1.0562 Model 3 Intercept 3.1256 0.2898 .0001 0.0000 LnAIR 0.1157 0.0251 .0001 1.2097 LnBENIH 0.1617 0.0545 0.0036 1.6730 LnUREA 0.1573 0.0546 0.0046 1.9533 LnOBAT 0.1811 0.0423 .0001 1.9588 LnTKDK 0.0976 0.0237 .0001 1.8840 LnTKLK 0.2492 0.0503 .0001 2.5299 Statistik Model 1 Model 2 Model 3 R-Square 0.7379 0.7477 0.7329 Adj R-Square 0.7215 0.7340 0.7205 Number of observation 137 137 137 Return to scale 0.9374 1.0238 0.9626 Simpangan maksimum 0.3086 Semua variabel input produksi, baik Model 1 5 variabel ataupun Model 2 6 variabel, adalah signifikan pada pada tingkat siginifikansi 1 persen atau kurang. Hal ini menunjukkan bahwa semua variabel kuantitatif yang dimasukkan 113 dalam model mempengaruhi produktivitas jagung baik secara sendiri sendiri maupun secara bersama sama simultan. Hasil Estimasi Parameter Fungsi Produksi Usahatani Jagung Lahan Kering Lombok Arah slope masing-masing variabel juga sudah sesuai dengan teori yaitu input produksi berhubungan positif dengan produksi, artinya bahwa akan terjadi kenaikan produksi dengan dinaikannya jumlah input yang digunakan. Kemampuan kedua model ini dalam mejelaskan fenomena yang dikaji cukup tinggi untuk kasus penelitian survei yaitu sekitar 74 persen. Satu satunya perbedaan yang patut dicatat adalah total nilai parameter estimasi yang menggambarkan return to scale, dimana model 1 bersifat increasing return to scale sedangkan model 2 tergolong bersifat decreasing return to scale, walaupun itu hanya berbeda tipis. Sifat tersebut relevan diketahui ketika membahas mengenai efisiensi skala dan efisiensi ekonomi, sedangkan pada kajian efisiensi irigasi, sifat tersebut tidak berpengaruh karena acuan efisiensi irigasi adalah garis produksi frontier, terlepas dari sifat skala usaha tersebut. Efisiensi irigasi mengukur berapa output yang bisa ditingkatkan dengan menggunakan input yang ada, atau mengukur berapa input yang bisa dihemat untuk menghasilkan tingkat produksi yang telah dicapai. Hal ini bisa dijelaskan karena jagung merupakan tanaman pangan yang sudah biasa diusahakan petani, lebih tolerir terhadap kekeringan, dan tidak membutuhkan banyak air seperti yang dibutuhkan bawang merah. Perbedaan kondisi yang ada pada kedua dataran tersebut tidak menyebabkan terjadinya perbedaan produksi jagung. Demikian juga dengan produktivitas jagung dari responden yang menggunakan input lain tidak berbeda nyata dengan responden yang tidak menggunakan input lain. Hal ini terjadi karena input lain yang digunakan bervariasi dalam jumlah sedikit dan sebagian besar petani tidak menggunakan input lain. Karena keadaannya demikian, penggunaan input lain tidak nyata pengaruhnya dalam meningkatkan produksi. Dengan tidak nyatanya pengaruh kedua variabel dummy tersebut, maka cukup dasar untuk tidak memisahkan model fungsi produksi jagung baik menurut variabel agroekologi maupun menurut variabel input lain. 114 Dari profil kedua model tersebut, maka dipilih Model 1 untuk kepentingan kajian selanjutnya, dengan alasan 1 Model 1 lebih informatif dengan dipisahkannya variabel tenaga kerja; 2 Model 1 memenuhi kriteria hukum kenaikan hasil yang berkurang sehingga aplikasi pendekatan „eqimarjinal‟ pada kajian efisiensi skala dan efisiensi ekonomi, memberikan hasil yang lebih konsisten. Karena variabel dummy agroekologi maupun dummy input lain tidak signifikan pengaruhnya pada variabel terikat, maka kedua dummy tersebut dikeluarkan dari Model 1, dan hasilnya adalah Model 3, model yang digunakan untuk kajian selanjutnya. Sesuai dengan harapan, Model 3 tidak berbeda secara substansial dengan Model 1, namun beberapa indikator statistik mengalami perubahan angka sebagai akibat dari pengurangan variabel dummy tersebut, seperti angka R-Square turun dari 0.7379 Model 1 menjadi 0.7329 Model 3; Ln TKDK menjadi lebih nyata, indikator return to scale meningkat angkanya dari 0.9374 Model 1 menjadi 0.9626 Model 3. Walaupun bedanya kecil, namun untuk mendapatkan hasil yang lebih teliti, maka digunakan Model 3. Agar fungsi produksi tersebut menjadi fungsi produksi fontier, maka dilakukan pergeseran fungsi produksi sebesar nilai simpangan positif maksimum, menggunakan metode COLS. Berdasarkan output SAS9.2 diperoleh nilai simpangan positif maksimum sebesar 0.2887. Nilai ini dijumlahkan dengan nilai konstanta model ln β =3.1256 , diperoleh nilai ln β = 3.4143. Dengan demikian diperoleh fungsi produksi frontier: ...........................................................78 Dimana: = produktivitas frontier jagung tonha; X 1 = volume air yang digunakan m 3 ha; X 2 = benih yang digunakan kgha; X 3 = pupuk urea yang digunakan kgha; X 4 = Nilai obat tanaman Rp100ha; X 5 = tenaga kerja dalam keluarga HKOha; X 6 = tenaga kerja luar keluarga HKOha; 115 i = obsevasike-i. Inilah fungsi produksi frontier yang digunakan untuk menduga tingkat penggunaan optimum dari air untuk masing-masing observasi responden usahatani jagung. Ditekankan bahwa setiap penggunaan input yang memungkinkan tercapainya produksi frontier, dikatakan sebagai penggunaan input optimum. Sebaliknya, ketika nilai produksi frontier ditentukan diawal, dan dibiarkan satu variabel untuk menjustifikasi agar dicapai kembali keseimbangan persamaan fungsi produksi frontier tersebut, maka nilai input yang didapat merupakan nilai input optimum, karena itulah jumlah yang memungkinkan tercapainya produksi frontier tersebut.

6.3. Fungsi Produksi Bawang Merah

Kondisi alam ideal untuk bawang merah adalah hamparan terbuka, tidak ternaungi pohon atau gunung sehingga sinar matahari mencukupi dengan angin yang sejuk Sumarni dan Hidayat, 2005. Dari literatur diketahui bahwa secara umum, bawang merah lebih cocok diusahakan di dataran rendah, karena produksinya lebih banyak dan umur relatif lebih pendek. Dataran rendah di lokasi penelitian merupakan hamparan terbuka dan sejuk, berdekatan dengan daerah pantai, dengan tanah yang relatif berpasir. Dari data yang terkumpul diketahui bahwa terdapat 54 persen responden menyelenggarakan usahatani bawang merah di dataran rendah, selebihnya 46 persen menyelenggarakan usahatani bawang merah di dataran tinggi seperti terlihat pada Tabel 19. Tabel 19 Distribusi Responden Usahatani Bawang Merah di Lahan Kering Beririgasi Air Tanah, Menurut Agroekologi dan Penggunaan Input Lain, 2011. Input\agroekologi Dataran rendah Dataran tinggi Total Persen Tanpa input lain 32 26 58 53 Dengan input lain 27 24 51 47 Total 59 50 109 100 Persen 54 46 100 - Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan produktivitas bawang merah antara kedua dataran tersebut maka dimasukkan dummy agroekologi ke dalam