Tanggung jawab pembeli dalam UU Hak Cipta dan UU Perlindungan Konsumen

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007. USU Repository © 2009 154 membedakan dengan perjanjian-perjanjian standart lainnya misalnya terms of use dalam suatu proses jual beli software secara elektronik yang umumnya tidak menyebutkan secara jelas tentang kewajiban-kewajiban dari pembeli dan hanya memuat tentang kewajiban-kewajiban dari pihak merchant yang cendrung terbatas. Dengan telah adanya perjanjian lisensi yang telah disepakati oleh pembeli tersebut walaupun sifatnya adalah perjanjian standar maka telah ada hubungan hukum dari para pihak karena suatu perjanjian yang sah secara yuridis adalah merupakan perikatan dan hal ini berarti kewajiban-kewajiban yang timbul dari perjanjian itu bila tidak dipenuhi dapat dipaksakan pelaksanaannya. Bila terdapat pihak yang berkewajiban debitur yang tidak memenuhi kewajiban wanprestasi atau breanch of contract, maka pihak yang berhak kreditur dapat menuntut melalui pengadilan agar debitur memenuhi kewajibannya atau mengganti biaya, biaya rugi dan bunga Pasal 1236 dan 1242 KUHPerdata. Atau secara sederhana dapat dikatakan suatu perjanjian lisensi dalam jual beli software secara elektronik akan melahirkan kewajiban dari pihak debitur untuk memenuhi prestasi dan hak dari kreditur untuk menuntut pemenuhan prestasi juga termasuk kewajiban dari debitur untuk bertanggung jawab memenuhi tuntutan dari kreditur misalnya tuntutan ganti rugi atas wanprestasi yang telah dilakukan debitur.

b. Tanggung jawab pembeli dalam UU Hak Cipta dan UU Perlindungan Konsumen

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007. USU Repository © 2009 155 Umumnya produk software yang dipasarkan secara elektronik melalui jaringan internet adalah diproduksi untuk pengguna akhir dengan perjanjian lisensinya merupakan and user licence agreement, hal ini menyebabkan umumnya bentuk wanprestasi yang dilakukan oleh pihak pembeli adalah melakukan sesuatu yang dalam perjanjian dilarang untuk dilakukan yaitu dalam bentuk memperbanyak atau menggandakan program dengan tujuan bukan untuk sekedar sebagai back up atau program cadangan melainkan telah ditujukan untuk tujuan komersil yang dalam klausul perjanjian lisensi adalah jelas-jelas dilarang. Namun dengan telah adanya produk perundang-undangan yang khusus mengatur tentang hak cipta yang telah ada hampir di setiap negara maka pada prakteknya jarang sekali terjadi tuntutan atas perbuatan pembeli yang merugikan pelaku usaha dalam jual beli software didasarkan atas perbuatan wanprestasi melainkan didasarkan atas perbuatan melawan hukum. Jadi yang menjadi pertanyaan bagaimana tanggung jawab pihak pembeli apabila tuntutan tersebut di dasarkan atas tindakan wanprestasi ?. Untuk melihat bagaimana tanggung jawab pihak pembeli apabila terjadi wanprestasi dalam jual beli software secara elektronik maka disebabkan belum adanya produk undang-undang Indonesia yang mengatur tentang transaksi jual beli secara elektronik terkhusus transaksi jual beli software secara elektronik maka setidaknya ada 3 tiga produk undang-undang yang ada yang dapat kita gunakan sebagai acuan yaitu ; UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, UU No.19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta dan KUHPerdata sendiri. Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007. USU Repository © 2009 156 Jual beli software secara elektronik dapat dikatakan sebagai bentuk khusus dari perjanjian jual beli yang diatur dalam buku ke-3 KUHPerdata dan dikategorikan sebagai perjanjian tidak bernama akan tetapi ketentuan hukum perjanjian tetap dapat diberlakukan dan diterapkan terhadapnya. Namun mengingat jual beli software secara elektronik merupakan bentuk hubungan antara pembeli dan penjual dan berdasarkan atas asas lex specialis derogat lex generalis maka cukup arif bila ditinjau bagaimana aturan dalam hukum konsumen untuk melihat sejauh mana tanggung jawab pembeli atas wanprestasi yang telah ia perbuat. Kemudian bila diamati ketentuan-ketentuan dalam UU Konsumen tersebut maka tidak akan ditemui aturan khusus mengenai tanggung jawab pembeli atas wanprestasi yang diperbuatnya dalam jual beli software secara elektronik, bahkan Undang-undang tersebut lebih menitik beratkan pengaturan terhadap tanggung jawab akibat suatu perbuatan melawan hukum dan umumnya yang diatur adalah tanggung jawab dari pelaku usaha. Ditambah lagi dalam penjelasannya dikatakan antara lain bahwa UU tentang Perlindungan Konsumen tidak mengatur tentang hal yang berkaitan dengan hak cipta sebab telah tersedia produk undang-undang yang mengatur tentang hak cipta. Ketika kita membuka Undang-undang No. 19 Tahun 2002 tentang hak cipta sebagai satu-satunya undang-undang hak kekayaan intelektual yang secara jelas mengatur tentang software, maka jawaban dari pertanyaan bagaimana tanggung jawab pihak pembeli atas wanprestasi dalam jual beli software secara elektronik Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007. USU Repository © 2009 157 juga tidak akan dijumpai karena di sana hanya disebutkan tentang pertanggungjawaban pidana sebagai sanksi atas suatu perbuatan melawan hukum. Jadi dapat dikatakan bahwa secara implisit baik UU Perlindungan Konsumen maupun UU tentang Hak Cipta mengembalikan kepada mekanisme yang ada dalam perjanjian yang keberadaanya diatur dalam KUHPerdata buku ke- 3 tentang perikatan untuk mengatur tentang bagaimana tanggung jawab bagi pihak pembeli atas wanprestasi yang terjadi dalam jual beli software secara elektronik. Kemudian tentang bagaimana bentuk tanggung jawab yang diatur dalam KUHPerdata tersebut akan diuraikan pada bagian lain dari bab ini.

2. Tanggung Jawab Pihak Penjual