Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository © 2009
16 1.
Secara teoretis, penulisan skripsi ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan kajian terhadap perkembangan hukum khususnya yang berkaitan dengan jual
beli software secara elektronik. 2.
Secara praktis, dengan ditulisnya skripsi ini maka diharapkan akan dapat memberikan sumbangan pemikiran yuridis terhadap perkembangan hukum
agar nantinya lebih dapat mengikuti atau bahkan mengimbangi perkembangan teknologi informasi yang semakin cepat. Dan selain itu diharapkan agar dapat
memberikan pemahaman dan wawasan ilmiah baik secara khusus maupun secara umum berkenaan dengan masalah tanggung jawab para pihak atas
wanprestasi yang terjadi dalam jual beli software secara elektronik. Penulis sangat menyadari bahwa keberadaan skripsi ini masih sangat jauh
dari kata sempurna, namun besar harapan penulis agar skripsi ini dapat berguna menjadi bahan bacaan bagi peminat hukum serta yang berkenaan dengannya pada
khususnya dan masyarakat pencinta ilmu pengetahuan pada umumnya.
D. Keaslian Penulisan
Penulisan skripsi ini didasarkan pada ide, gagasan, maupun pemikiran penulis secara pribadi yang didasarkan dengan melihat perkembangan media
elektronik khususnya internet sebagai bagian dari teknologi informasi yang mendukung semakin canggih dan praktisnya sebuah proses jual beli.
Berdasarkan observasi yang penulis lakukan baik melalui media internet maupun perpustakaan maka sepengetahuan penulis didapat fakta bahwa belum
ada skripsi yang mengkhususkan diri untuk membahas masalah tentang tinjauan
Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository © 2009
17 hukum perjanjian terhadap tanggung jawab para pihak atas wanprestasi yang
terjadi dalam jual beli software secara elektronik. Sehingga penulis sampai kepada satu kesimpulan tulisan ini bukanlah hasil
penggandaan ataupun jiplakan dari karya tulis orang lain. Mengenai keberadaan kutipan pendapat dalam penulisan skripsi ini adalah hal yang tidak perlu untuk
diperdebatkan karena sebuah kutipan merupakan hal yang lumrah dan wajar karena diajukan semata-mata demi kesempurnaan tulisan ini, jadi sama sekali
tidak ada maksud penulis untuk melakukan suatu tindakan plagiat.
E. Tinjauan Pustaka
Sesuai dengan tujuan dari penulisan skripsi ini yang ingin membahas lebih lanjut mengenai tinjauan hukum perjanjian terhadap tanggung jawab para pihak
atas wanprestasi yang terjadi dalam jual beli software secara elektronik, maka ada baiknya penulis memaparkan terlebih dahulu tentang pendapat hukum yang
dianggap relevan dan sekiranya dapat digunakan sebagai landasan teori dalam penulisan skripsi ini. Adapun teori yang dimaksud adalah postal rule dan
acceptance rule yang akan menjelaskan tentang kepada siapa beban tanggung jawab akan dibebankan jika terjadi wanprestasi dalam suatu proses jual beli
melalui media elektronik. Karena permasalahan utama yang ingin diangkat dalam skripsi ini adalah
tentang masalah tanggung jawab akibat wanprestasi maka pada bagian lain penulis juga akan mencoba untuk melengkapi hal tersebut dari beberapa literatur.
1. Postal Acceptance Rule
Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository © 2009
18 Pendapat hukum ini antara lain menyatakan bahwa ketika syarat-syarat
dalam term of conditions yang ditentukan penjual dalam sebuah situs telah disetujui oleh pembeli, maka dengan menekan tombol send pembeli telah
menandakan persetujuan terhadap ketentuan perjanjian yang ditawarkan oleh penjual dalam internet. Pendapat hukum ini disebut juga dengan teori kantor pos.
Secara praktis teori ini mengandung pengertian bahwa dengan surat di tangan kantor pos, pembeli dianggap telah melepaskan tanggung jawabnya dan
apabila suatu saat terdapat keadaan dimana penjual mengatakan surat atau pesan melalui e-mail belum diterima sehingga barang yang dipesan pembeli belum dapat
dikirim maka pihak pembeli dapat menuntut pihak penjual bertanggung jawab karena telah melakukan wanprestasi.
2. Acceptance Rule Pendapat yang kedua menyatakan bahwa kata sepakat dalam transaksi
internet terjadi pada saat surat pesanan suatu produk melalui e-mail diterima oleh penjual atau informasi telah ada di bawah kontrol penjual. Pendapat hukum ini
berpedoman, walaupun pembeli telah memenuhi segala terms of conditions dalam suatu transaksi jual beli melalui internet, misalnya telah melakukan pembayaran,
hal ini bukan merupakan jaminan penjual akan mengirimkan produknya karena pengiriman e-mail oleh pembeli harus diterima terlebih dahulu dan telah berada di
bawah kontrol pihak penjual.
13
Dengan demikian seandainya pesan atau surat e-mail hilang di perjalanan, tanggung jawab tidak dapat dibebankan kepada pihak penjual karena adanya
13
Zulfi Chairi. 2005. Aspek Hukum Perjanjian Jual Beli Melalui Internet. Medan: Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara: 41-43
Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository © 2009
19 wanprestasi atau tidak dipenuhinya kewajiban baru dapat ditentukan saat apakah
penjual telah menerima pesan e-mail. Dalam pendapat kedua ini pihak pembeli mempunyai hak untuk mengecek apakah informasi atau keterangan e-mail
tersebut benar-benar telah diterima atau tidak oleh pihak penjual.
14
Tanggung jawab adalah kewajiban dalam melakukan tugas tertentu, tanggung jawab timbul karena telah diterima wewenang, seperti wewenang
tanggung jawab juga membentuk hubungan tertentu interpersonal relationship antara pemberi wewenang dan penerima wewenang, tanggung jawab seimbang
dengan wewenang. Berkaca pada dua teori di atas maka terjawab sudah permasalahan tentang
pihak mana atau siapa yang harus bertanggung jawab, namun bila kita kembali kepada pokok masalah yang ingin dibahas dalam skripsi ini maka akan timbul
sebuah pertanyaan yaitu bagaimana bentuk pertanggung jawaban akibat wanprestasi tersebut ?.
3. Bentuk Tanggung Jawab Akibat Wanprestasi
15
Perjanjian adalah sesuatu yang sangat berkaitan dengan tanggung jawab sebab perjanjian yang dibuat akan menimbulkan hubungan hukum. Sebuah
perjanjian berisikan suatu tujuan bahwa pihak yang satu akan memperoleh prestasi dan pihak yang lain berhak atas pemenuhan prestasi atau kewajiban.
Dalam setiap perjanjian debitur wajib bertanggung jawab melakukan kewajiban
14
Ibid.
15
Ensiklopedia Umum. 1973. Jakarta: Penerbit Kanisius: 1078
Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository © 2009
20 sesuai dengan isi perjanjian termasuk di dalamnya kewajiban untuk bertanggung
jawab terhadap tuntutan kreditur akibat terjadinya wanprestasi. Prof. Dr. Mariam Darus Badrulzaman, S.H. berpendapat bahwa :
“....... hak-hak yang dimiliki kreditur apabila terjadi ingkar janji yaitu : a
Hak menuntut pemenuhan perikatan nokamen b
Hak menuntut pemutusan perikatan atau apabila perikatan itu bersifat timbal balik menuntut pembatalan perikatan outbinding
c Hak menuntut ganti rugi schade vergoeding
d Hak menuntut pemenuhan perikatan dengan ganti rugi
e Hak menuntut pemutusan atau pembatalan perikatan dengan ganti
rugi…….”.
16
Sedangkan menurut J. Satrio,S.H. “....... akibat-akibat hukum berupa tuntutan dari kreditur dapat menimpa
debitur apabila debitur tidak memenuhi kewajiban-kewajibannya. Tuntutan dari kreditur ini dapat berupa :
a Pertama-tama sebagaimana yang disebutkan dalam pasal 1236 dan 1243
KUHPerdata bahwa dalam hal debitur lalai untuk memenuhi kewajibannya kreditur berhak untuk menuntut penggantian kerugian
yang berupa ongkos-ongkos kerugian dan bunga. Akibat hukum seperti ini menimpa debitur baik dalam perikatan untuk memberikan sesuatu
untuk melakukan sesuatu ataupun tidak melakukan sesuatu.
b Selanjutnya pasal 1237 KUHPerdata mengatakan bahwa sejak kreditur
lalai maka resiko atas objek perikatan menjadi tanggung jawab debitur. c
Yang ketiga ialah kalau perjanjian itu berupa perjanjian timbal balik maka berdasarkan pasal 1266 kreditur berhak untuk menuntut
pembatalan perjanjian dengan atau tanpa disertai tuntutan ganti rugi tetapi kesemuanya itu tidak mengurangi hak dari kreditur untuk tetap
menuntut pemenuhan prestasi…….”
17
Masih dalam hal akibat dari wanprestasi ini Subekti berpendapat “....... bahwa terhadap kelalaian atau kealpaan si berhutang debitur
diancam dengan beberapa sanksi atau hukuman, hukuman atau akibat-akibat yang tidak enak bagi debitur yang lalai tadi ada 4 empat macam, yaitu :
a Membayar kerugian yang diderita oleh kreditur atau dengan singkat
dinamakan dengan ganti rugi b
Pembatalan perjanjian atau juga dinamakan “pemecahan” perjanjian c
Peralihan resiko
16
Mariam Darus I. 1996. KUH Perdata Buku II Hukum Perikatan Dengan Penjelasan. Bandung: Alumni: 26
17
J.Satrio I. 1993. Hukum Perikatan: Perikatan Pada Umumnya. Bandung: Alumni: 144
Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository © 2009
21 d
Pembayaran biaya perkara, kalau sampai diperkarakan di muka hakim…….”
18
Kemudian untuk sekedar memenuhi prinsip kemutakhiran dalam sebuah
tinjauan pustaka serta agar dapat memberikan tambahan uraian tentang bentuk tanggung jawab maka di sini penulis juga akan mencoba sedikit memaparkan
sebuah artikel yang masih ada hubungannya dengan masalah bentuk tanggung jawab tersebut.
Dalam artikelnya yang berjudul “Product Liability dan Perlindungan Konsumen, Tanggung Jawab Pelaku Usaha ?”, Rosewitha Irawaty
mengungkapkan antara lain bahwa product liability meletakan beban tanggung jawab produk terhadap produsen atau dikenal dengan strict liability yaitu apabila
terdapat kesalahan atau cacat pada produk akibatdianggap kesalahan dari pihak produsen dan menyebabkan kerugian konsumen atau pihak lain, maka hal tersebut
menjadi tanggung jawab produsen secara mutlak. Dengan penerapan tanggung jawab mutlak ini maka pelaku usahapembuat produk dianggap bersalah atas
kerugian yang ditimbulkan, kecuali apabila pihak produsen dapat membuktikan bahwa kerugian yang terjadi tidak dapat dipersalahkan padanya.
Product liability diartikan sebagai tanggung jawab secara hukum dari produsen dan penjual untuk mengganti kerugian yang diderita oleh pembeli,
pengguna atau pihak lain akibat dari cacat dan kerusakan yang terjadi karena kesalahan pada saat mendapatkan barang, khususnya jika produk tersebut dalam
keadaan cacat yang berbahaya bagi konsumen dan pengguna.
19
18
Idris Zainal. 1996. Segi-Segi Hukum Pada Perjanjian Jual Beli. Medan: FH USU: 49-50
19
Rosewitha Irawaty. Product Liability dan Perlindungan Konsumen Tanggung Jawab Pelaku Usaha. http:www.lkht.netartikel lengkap.php?id=18
Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository © 2009
22 4. Ketentuan Ganti Rugi Dalam KUHPerdata
Uraian di atas menggambarkan bahwa ganti rugi merupakan hal dominan yang paling sering timbul akibat terjadinya suatu wanprestasi, ganti rugi sendiri
dapat diartikan sebagai sanksi yang dapat dibebankan kepada debitur yang tidak memenuhi prestasi dalam suatu perikatan untuk memberikan penggantian biaya,
rugi atau bunga, hal ini diatur dalam Pasal 1243 sampai dengan Pasal 1252 KUHPerdata.
Sedangkan biaya merupakan segala pengeluaran atau pengongkosan yang nyata-nyata telah dikeluarkan oleh kreditur. Sedangkan rugi adalah segala
kerugian karena musnahnya atau rusaknya barang-barang milik kreditur akibat kelalaian debitur. Kemudian bunga adalah segala keuntungan yang diharapkan
atau sudah diperhitungkan. Dalam hal kerugian ini tidak dapat dituntut dengan sekehendak hati oleh
kreditur, melainkan dibatasi oleh undang-undang yang meliputi : a
Pembatasan pertama yaitu untuk segala macam wanprestasi disebutkan dalam Pasal 1248 KUHPerdata yang menentukan tentang tuntutan ganti rugi
disebabkan karena adanya akibat langsung dari tidak dipenuhinya perikatan. b
Pembatasan kedua termuat dalam Pasal 1247 KUHPerdata yang menentukan bahwa penggantian kerugian oleh debitur jujur hanya terbatas pada ganti rugi
yang sejak semula dapat dikira akan terjadi, sedangkan untuk debitur yang tidak jujur juga harus mengganti kerugian yang tidak dapat diperkirakan orang
akan terjadi.
Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository © 2009
23 c
Pembatasan berikutnya diatur dalam Pasal 1250 KUHPerdata yang mengatur bahwa debitur yang lalai membayar sejumlah uang kepada kreditur
diwajibkan membayar penggantian kerugian berupa bunga yaitu bunga maratoir, bunga maratoir ini hanya terdiri atas bunga yang ditentukan
undang-undang dan terhitung mulai gugatan diajukan di muka pengadilan.
20
Dalam hal ganti rugi ini Mariam Darus berpendapat bahwa “rugi schade adalah kerugian nyata faitelijknadee yang dapat diduga atau diperkirakan pada
saat perikatan itu diadakan yang timbul sebagai akibat ingkar janji, jumlahnya ditentukan dengan suatu perbandingan diantara keadaan kekayaan seandainya
tidak terjadi ingkar janji”. Pada dasarnya bentuk ganti rugi yang lazim digunakan adalah uang, oleh
karena menurut ahli hukum perdata maupun yurisprudensi uang merupakan alat yang paling praktis dan paling sedikit menimbulkan perselisihan dalam
menyelesaikan suatu sengketa. Selain uang masih ada bentuk lain yang dipergunakan sebagai bentuk ganti rugi yaitu pemulihan pada keadaan semula in
natura dan larangan utuk mengulangi. Mengenai masalah ganti kerugian immateril tidak ada pengaturannya di
dalam KUHPerdata tetapi berdasarkan yurisprudensi dan pendapat para ahli hukum perdata, dinyatakan bahwa ganti rugi juga layak diberikan kepada kerugian
immateril.
21
Dari pendapat-pendapat di atas, maka kiranya telah terjawab tentang hal konkrit apa yang harus ditanggung oleh seorang debitur apabila ia melakukan
20
Ridwan Syahrani. 1992. Seluk Beluk dan Asas-asas Hukum Perdata. Bandung: Alumni: 232-236.
21
Mariam Darus I. Op;cit: 29-30
Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository © 2009
24 wanprestasi. Namun sekali lagi penulis ingin menyatakan bahwa uraian tersebut
dianggap masih bersifat sangat umum dan dapat dianggap belum dapat menjawab pokok permasalahan seutuhnya, seperti apakah ketentuan tersebut berlaku juga
bagi debitur mancanegara yang tunduk pada mekanisme hukum yang berbeda, kemudian apakah bentuk pertanggungjawaban tersebut juga berlaku bagi pihak
ketiga yang juga ikut berperan dalam sebuah proses jual beli software secara elektronik.
Ketidakmampuan teori, pendapat dan artikel di atas memberikan jawaban atas beberapa pertanyaan yang dianggap menjadi substansi utama permasalahan
yang ingin diangkat, mendorong penulis untuk melakukan penelitian dalam hal tersebut yang kesemuahasilnya akan dituangkan dalam skripsi ini.
F. Metode Penulisan