Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository © 2009
174 Asas kebebasan berkontrak di Amerika bahkan dijamin dalam konstitusi
Amerika pada Artikel 1 section 10 1 yang terkenal dengan doktrin pelarangan pembatasan transaksi dagang the restraint of trade doctrine yang intinya adalah
melarang negara-negara bagian Amerika untuk membuat undang-undang yang ikut mencampuri atau merusak kewajiban-kewajiban dari perjanjian-perjanjian.
147
147
Hardijan Rusli. Op:cit. 38
Jadi dapat dikatakan bahwa pada dasarnya keberadaan perjanjian baku dalam sebuah proses jual beli software secara elektronik adalah dibenarkan
selama sejalan dan tidak bertentangan dengan ketentuan yang berlaku.
b. Kejelasan klausula baku
Hal lain yang kiranya perlu dikemukakan dalam masalah perjanjian baku ini adalah mengenai kejelasan dari isi perjanjian baku itu sendiri yaitu dalam hal
tanggung jawab terhadap klausula baku apabila kurang dimengerti oleh pihak debitur misalnya karena perbedaan bahasa, karena dalam praktek di Indonesia
umumnya standart kontrak yang digunakan dalam jual beli software secara elektronik umumnya menggunakan bahasa asing.
Walaupun dalam UUPK mengenai masalah kejelasan dari sebuah klausula baku telah diatur, namun pengaturan yang ada di sana hanya terbatas pada
larangan untuk membuat suatu perjanjian baku yang sulit dimengerti tanpa disertai dengan bagaimana ketentuan hukum dari klausula baku yang dianggap
tidak jelas tersebut. Untuk itu kiranya apa yang diatur dalam UNIDROIT atau UPICCs sebagai perangkat hukum dalam perdagangan internasional dapat
digunakan sebagai refrensi.
Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository © 2009
175 Pasal 4.6 UPICCs mengatur “contra proferentem rule” yang menyatakan
bahwa jika syarat-syarat kontrak yang diajukan oleh salah satu pihak tidak jelas, maka penafsiran yang berlawanan dengan pihak tersebut harus di dahulukan.
Satu pihak harus bertanggung jawab atas rumusan syarat kontrak, baik karena ia telah merancang sendiri kontrak itu maupun karen ia telah mengajukan
syarat-syarat tersebut. Misalnya dengan menggunakan syarat-syarat baku yang telah dipersiapkan lebih dahulu pihak pembuat seyogyanya menanggung resiko
atas ketidakjelasan rumusan yang dibuatnya itu. Hal ini merupakan alasan mengapa pasal ini menentukan bahwa jika syarat-syarat kontrak yang diajukan
oleh salah satu pihak tidak jelas maka diberikan prefensi yang berlawanan dengan pihak yang membuat syarat baku tersebut. Cara pemberlakuan aturan ini akan
bergantung pada hal-hal berikut ini : 1
Keadaan dari kasus yang dihadapi 2
Sifat kekurangan syarat kontrak yang merupakan pokok objek lebih lanjut antara para pihak
3 Pembenaran untuk menafsirkan syarat itu yang melawan pihak pembuat
klausula baku tersebut. Demikian pula apabila terjadi ketidakcocokan bahasa dapat menimbulkan
masalah dalam pelaksanaan kontrak komersial tersebut. Pasal 4.7 UPICCs menentukan bahwa apabila kontrak dibuat dalam dua atau lebih versi bahasa yang
keduanya berlaku, apabila terjadi ketidakcocokan diantara kedua versi tersebut, prioritas penafsiran digunakan menurut versi asli dari kontrak tersebut.
148
148
Mariam Darus badrulzaman II. Op;cit. 205-206
Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository © 2009
176
5. Ganti Rugi Remedies