17
dengan yang lain, mengembangkan keterampilan me-manage waktu, dan sikap positif terhadap sekolah.
f Melalui model pembelajaran kooperatif dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk menguji ide dan pemahamannya sendiri, menerima umpan balik. Siswa dapat
berpraktik memecahkan masalah tanpa takut membuat kesalahan, karena keputusan yang dibuat adalah tanggung jawab kelompoknya.
g Model pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan kemampuan siswa menggunakan informasi dan kemampuan belajar abstrak menjadi nyata riil.
h Interaksi selama kooperatif berlangsung dapat meningkatkan motivasi dan memberikan rangsangan untuk berpikir. Hal ini berguna untuk proses pendidikan
jangka panjang.
2 KelemahanKeterbatasan Model Pembelajaran Kooperatif
Di samping keunggulan, model pembelajaran kooperartif juga memiliki keterbatasan, di antaranya:
15
a Untuk memahami dan mengerti filosofis model pembelajaran kooperatif memang butuh waktu. Sangat tidak rasional kalau kita mengharapkan secara otomatis siswa
dapat mengerti dan memahami filsafat cooperative learning. Untuk siswa yang dianggap memiliki kelebihan, contohnya, mereka akan merasa terhambat oleh siswa
yang dianggap kurang memiliki kemampuan. Akibatnya, keadaan semacam ini dapat mengganggu iklim kerja sama dalam kelompok.
b Ciri utama dari model pembelajaran kooperatif adalah bahwa siswa saling membelajarkan. Oleh karena itu, jika tanpa peer teaching yang efektif, maka
dibandingkan dengan pengajaran langsung dari guru, bisa terjadi cara belajar yang demikian apa yang seharusnya dipelajari dan dipahami tidak pernah dicapai oleh
siswa. c Penilaian yang diberikan dalam model pembelajaran kooperatif didasarkan kepada
hasil kerja kelompok. Namun demikian, guru perlu menyadari bahwa sebenarnya hasil atau prestasi yang diharapkan adalah prestasi setiap individu siswa.
d Keberhasilan model pembelajaran kooperatif dalam upaya mengembangkan kesadaran berkelompok memerlukan periode waktu yang cukup panjang, dan hal
ini tidak mungkin dapat tercapai hanya dengan satu kali atau sekali-sekali penerapan strategi ini.
15
Ibid., h. 130
18
e Walaupun kemampuan bekerja sama merupakan kemampuan yang sangat penting untuk siswa, akan tetapi banyak aktivitas dalam kehidupan yang hanya didasarkan
kepada kemampuan secara individual. Oleh karena itu, idealnya melalui model pembelajaran kooperatif selain siswa belajar bekerja sama, siswa juga harus belajar
bagaimana membangun kepercayaan diri. Untuk mencapai kedua hal itu, dalam model pembelajaran kooperatif memang bukan pekerjaan yang mudah.
2. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw
Seperti telah diuraikan di atas bahwa pembelajaran kooperatif memiliki beberapa model, salah satunya adalah jigsaw. Jigsaw merupakan salah satu variasi dari
model pembelajaran kooperatif yang pertama kali dikembangkan oleh Elliot Aronson dan teman-teman di Universitas Texas pada tahun 1978.
16
Jigsaw kemudian diadaptasi oleh Slavin dan teman-teman pada tahun 1980 di Universitas John Hopkins. Jigsaw
yang dikembangkan oleh Aronson dikenal dengan jigsaw I, kemudian jigsaw yang dikembangkan oleh Slavin dikenal dengan nama jigsaw II. Perbedaan antara jigsaw I
dan jigsaw II terletak pada waktu pelaksanaan, dimana waktu pelaksanaan jigsaw I lebih singkat dibandingkan dengan jigsaw II. Selain itu, dalam pembelajaran jigsaw I
siswa menyelesaikan permasalahan yang berbeda dalam kelompok ahli, sedangkan dalam jigsaw II siswa menyelesaikan permasalahan yang sama dalam kelompok ahli.
Jigsaw yang dikembangkan oleh Slavin lebih praktis dan mudah diterapkan ketika proses pembelajaran sedang berlangsung.
a. Pengertian Jigsaw
Pembelajaran kooperatif jigsaw merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang mendorong siswa aktif dan saling membantu dalam menguasai materi
pelajaran untuk mencapai prestasi yang maksimal. Arti jigsaw dalam bahasa Inggris adalah gergaji ukir dan ada juga yang menyebutnya dengan istilah puzzle yaitu sebuah
teka-teki menyusun potongan gambar. Pembelajaran kooperatif model jigsaw ini mengambil pola cara bekerja sebuah gergaji zigzag, yaitu siswa melakukan suatu
16
Robert E. Slavin, Cooperatif Learning: Teori, Riset dan Praktik, Jakarta: Nusamedia, 2005, h. 236
19
kegiatan belajar dengan cara bekerja sama dengan siswa lain untuk mencapai tujuan bersama.
17
Model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw ini pertama kali dikembangkan dan diujicobakan oleh Elliot Aronson dan teman-teman di Universitas Texas, dan kemudian
diadaptasi oleh Slavin dan teman-teman di Universitas John Hopkins.
18
Pada dasarnya, dalam model ini guru membagi satuan informasi yang besar menjadi komponen-komponen lebih kecil. Selanjutnya guru membagi siswa ke dalam
kelompok belajar kooperatif yang terdiri dari empat orang siswa sehingga setiap anggota bertanggung jawab terhadap penguasaan setiap komponensubtopik yang
ditugaskan guru dengan sebaik-baiknya. Siswa dari masing-masing kelompok yang bertanggung jawab terhadap subtopik yang sama membentuk kelompok lagi yang
terdiri atas dua atau tiga orang. Siswa-siswa ini bekerja sama untuk menyelesaikan tugas kooperatifnya dalam:
a belajar dan menjadi ahli dalam subtopik bagiannya; b merencanakan bagaimana mengajarkan subtopik bagiannya kepada anggota kelompoknya semula. Setelah itu
siswa tersebut kembali lagi ke kelompok masing- masing sebagai “ahli” dalam
subtopiknya dan mengajarkan informasi penting dalam subtopik tersebut kepada temannya. Ahli dalam subtopik lainnya juga bertindak serupa. Sehingga seluruh siswa
bertanggung jawab untuk menunjukkan penguasaannya terhadap seluruh materi yang ditugaskan oleh guru. Dengan demikian, setiap siswa dalam kelompok harus menguasai
topik secara keseluruhan.
19
Model pembelajaran jigsaw ini dikenal juga dengan kooperatif para ahli. Karena anggota setiap kelompok dihadapkan pada permasalahan yang berbeda. Tetapi
permasalahan yang dihadapi setiap kelompok sama, setiap utusan dalam kelompok yang berbeda membahas materi yang sama
, kita sebut sebagai “tim ahli” yang bertugas membahas permasalahan yang dihadapi, selanjutnya hasil permasalahan itu dibawa ke
kelompok asal dan disampaikan pada anggota kelompoknya.
20
Dalam model pembelajaran jigsaw ini akan memungkinkan masing-masing siswa yang tergabung dalam kelompok ahli, akan menjadi seorang ahli dalam
17
Rusman, Model-model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru, Jakarta: Rajawali Pers, 2012, Edisi ke-2, h. 217.
18
Sofan Amri dan Iif Khoiru Ahmadi, Konstruksi Pengembangan Pembelajaran, Jakarta: Prestasi Pustaka, 2010, Cet. Ke-1, h. 94.
19
Rusman, Loc. Cit.
20
Ibid, hal. 219