Keunggulan dan Kelemahan Model Pembelajaran Kooperatif

19 kegiatan belajar dengan cara bekerja sama dengan siswa lain untuk mencapai tujuan bersama. 17 Model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw ini pertama kali dikembangkan dan diujicobakan oleh Elliot Aronson dan teman-teman di Universitas Texas, dan kemudian diadaptasi oleh Slavin dan teman-teman di Universitas John Hopkins. 18 Pada dasarnya, dalam model ini guru membagi satuan informasi yang besar menjadi komponen-komponen lebih kecil. Selanjutnya guru membagi siswa ke dalam kelompok belajar kooperatif yang terdiri dari empat orang siswa sehingga setiap anggota bertanggung jawab terhadap penguasaan setiap komponensubtopik yang ditugaskan guru dengan sebaik-baiknya. Siswa dari masing-masing kelompok yang bertanggung jawab terhadap subtopik yang sama membentuk kelompok lagi yang terdiri atas dua atau tiga orang. Siswa-siswa ini bekerja sama untuk menyelesaikan tugas kooperatifnya dalam: a belajar dan menjadi ahli dalam subtopik bagiannya; b merencanakan bagaimana mengajarkan subtopik bagiannya kepada anggota kelompoknya semula. Setelah itu siswa tersebut kembali lagi ke kelompok masing- masing sebagai “ahli” dalam subtopiknya dan mengajarkan informasi penting dalam subtopik tersebut kepada temannya. Ahli dalam subtopik lainnya juga bertindak serupa. Sehingga seluruh siswa bertanggung jawab untuk menunjukkan penguasaannya terhadap seluruh materi yang ditugaskan oleh guru. Dengan demikian, setiap siswa dalam kelompok harus menguasai topik secara keseluruhan. 19 Model pembelajaran jigsaw ini dikenal juga dengan kooperatif para ahli. Karena anggota setiap kelompok dihadapkan pada permasalahan yang berbeda. Tetapi permasalahan yang dihadapi setiap kelompok sama, setiap utusan dalam kelompok yang berbeda membahas materi yang sama , kita sebut sebagai “tim ahli” yang bertugas membahas permasalahan yang dihadapi, selanjutnya hasil permasalahan itu dibawa ke kelompok asal dan disampaikan pada anggota kelompoknya. 20 Dalam model pembelajaran jigsaw ini akan memungkinkan masing-masing siswa yang tergabung dalam kelompok ahli, akan menjadi seorang ahli dalam 17 Rusman, Model-model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru, Jakarta: Rajawali Pers, 2012, Edisi ke-2, h. 217. 18 Sofan Amri dan Iif Khoiru Ahmadi, Konstruksi Pengembangan Pembelajaran, Jakarta: Prestasi Pustaka, 2010, Cet. Ke-1, h. 94. 19 Rusman, Loc. Cit. 20 Ibid, hal. 219 20 mengumpulkan informasi, konsep dan kemampuan lainnya yang terkait dengan topik yang mereka pelajari. Pemikiran dasar dari tipe ini adalah memberikan kesempatan siswa untuk berbagi dengan yang lain, mengajar serta diajar oleh sesama siswa merupakan bagian penting dalam proses belajar dan sosialisasi yang berkesinambungan. Jigsaw didesain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut pada anggota kelompoknya yang lain. Dengan demikiaan, siswa saling tergantung satu dengan yang lain dan harus bekerja sama secara kooperatif untuk mempelajari materi yang ditugaskan.

b. Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw

Pada model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, terdapat kelompok asal dan kelompok ahli. Kelompok asal, yaitu kelompok induk siswa yang beranggotakan siswa dengan kemampuan, asal, dan latar belakang keluarga yang beragam. Kelompok asal merupakan gabungan dari beberapa ahli. Kelompok ahli, yaitu kelompok siswa yang terdiri dari anggota kelompok asal yang berbeda yang ditugaskan untuk mempelajari dan mendalami topik tertentu dan menyelesaikan tugas-tugas yang berhubungan dengan topiknya untuk kemudian dijelaskan kepada kelompok asal. Hubungan antara kelompok asal dan kelompok ahli digambarkan sebagai berikut: 21 Gambar 2.1 Gambar Ilustrasi Kelompok Jigsaw 21 Sofan Amri dan Iif Khoiru Ahmadi, op. cit., h. 96 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 1 1 1 2 2 2 2 3 3 3 3 4 4 4 4 21 Untuk pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, disusun langkah- langkah pokok sebagai berikut: 22 1 Tahap pertama, siswa dikelompokkan dalam bentuk kelompok-kelompok kecil. Pembentukan kelompok-kelompok siswa tersebut dapat dilakukan guru berdasarkan pertimbangan tertentu. Untuk mengoptimalkan manfaat belajar kelompok, keanggotaan kelompok seyogyanya heterogen, baik dari segi kemampuannya maupun karakteristik lainnya. Dengan demikian, cara yang efektif unuk menjamin heterogenitas kelompok ini adalah guru yang membuat kelompok-kelompok itu. Jika siswa dibebaskan membuat kelompok sendiri maka biasanya siswa akan memilih teman-teman yang saangat disukainya, misalnya teman sesama jenis, sesama etnik, dan sama dalam kemampuan. Hal ini cenderung menghasilkan kelompok-kelompok yang homogen dan sering kali siswa tertentu tidak masuk dalam kelompok manapun. Oleh karena itu, memberikan kebebasan siswa untuk membentuk kelompok sendiri bukanlah cara yang baik, kecuali guru membuat batasan-batasan tertentu sehingga dapat menghasilkan kelompok-kelompok yang heterogen. Pengelompokan secara acak juga dapat digunakan, khusus jika pengelompokan itu terjadi pada awal tahun ajaran baru dimana guru baru sedikit mempunyai informasi tentang siswa-siswanya. Jumlah siswa yang bekerja sama dalam masing-masing kelompok harus dibatasi, agar kelompok-kelompok yang terbentuk dapat bekerja sama secara efektif, karena ukuran suatu kelompok mempengaruhi kemampuan produktivitasnya. Dalam hal ini, Soejadi mengemukakan, jumlah anggota dalam satu kelompok apabila makin besar, dapat mengakibatkan makin kurang efektif kerja sama antara para aggotanya. Menurut Edward, kelompok yang terdiri dari empat orang terbukti sangat efektif. Sedangkan Sudjana mengemukakan, beberapa siswa dihimpun dalam satu kelompok dapat terdiri 4-6 orang siswa. Jumlah yang paling tepat menurut hasil penelitian Slavin adalah hal itu dikarenakan kelompok yang beranggotakan 4-6 orang lebih sepaham dalam menyelesaikan suatu permasalahan dibandingkan dengan kelompok yang beranggotakan 2-4 orang. 22 Isjoni, Cooperative Learning: Efektivitas Pembelajaran Kelompok, Bandung: Alfabeta, 2012, Cet. 6, h. 54

Dokumen yang terkait

Peningkatan hasil belajar PKn melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe card sort di kelas III MI Al – Furqon Kecamatan Ciomas Kabupaten Bogor

1 3 108

Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Stad Dengan Game Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Konsep Momentum Dan Impuls (Kuasi Eksperimen Di Man 4 Jakarta)

0 9 291

Upaya meningkatkan hasil belajar IPS melalui pembelajaran kooperatif teknik jigsaw siswa kelas II MI Al Masthuriyah Bekasi

0 3 122

PENGERUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW TERHADAP HASIL BELAJAR IPA SISWA PADA KONSEP CAHAYA (KUASI EKSPERIMEN DI SDN CIRENDEU III, TANGERANG SELATAN)

1 5 177

Upaya meningkatkan aktivitas belajar siswa dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) kelas II dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw di Mi Al-Amanah Joglo Kembangan

0 6 103

Upaya meningkatkan hasil belajar siswa melalui model pembelajaran kooperatif tipe Stad (Student Teams Achievement Division) pada pembelajaran IPS kelas IV MI Miftahul Khair Tangerang

0 13 0

Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Time Token Arends Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Dalam Pembelajaran IPS Terpadu (Quasi Eksperimen di SMPN 87 Jakarta)

0 8 204

Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif tipe Numbered Heads Together terhadap Hasil Belajar Fiqih dalam pokok bahasan Riba, Bank, dan Asuransi. (Kuasi Eksperimen di MA Annida Al Islamy, Jakarata Barat)

0 13 150

Peningkatan hasil belajar PKN siswa kelas IV MI Attaqwa Bekasi Utara melalui penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Teams Achievement Divisions)

0 5 152

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW DAN AKTIVITAS BELAJAR TERHADAP HASIL BELAJAR EKONOMI SISWA KELAS X DI MAS AL-WASHLIYAH 12 PERBAUNGAN TP 2016/2017.

0 3 29