Landasan Yuridis RUU NaskahAkademikTentangPertanahan 2013

58 tanah komersial yang dimiliki oleh orang dan badan hukum perdata.

6. Sengketa tanah

Berbagai konflik kepentingan di bidang pertanahan telah melahirkan sengketa tanah yang semakin hari semakin meningkat baik jumlah maupun kualitasnya. Peradilan negara terus berupaya memeriksa, mengadili, dan menyelesaikan sengketa tanah di seluruh Indonesia, tetapi upaya tersebut tidak menunjukkan hasil yang mengembirakan. Jumlah perkara yang berasal dari sengketa tanah terus meningkat sehingga terjadi tunggakan perkara. Beberapa perkara di antaranya memang sudah berhasil diputus oleh pengadilan negara, tetapi putusan tersebut justru cenderung menimbulkan sengketa baru karena eksekusinya tidak bisa dijalankan dengan baik. Jadi, walaupun pengadilan telah berhasil memutus perkara tanah, namun putusan tersebut belum mampu menyelesaikan sengketa tanah. Untuk itu, hukum pertanahan perlu memberikan jalan keluar bagi kesulitan pengadilan dalam menyelesaikan sengketa tanah. Sejalan dengan itu, fakta empiris juga menunjukkan bahwa proses penyelesian sengketa tanah di luar pengadilan terutama di kalangan masyarakat hukum adat terus berlangsung. Kondisinya memang bervariasi. Ada yang penyelenggaraannya sangat aktif seperti di Sumatera Barat, tetapi banyak juga yang sudah mulai mundur. Persoalan yang menyebabkan mundurnya penyelenggaraan penyelesaian sengketa tanah di luar pengadilan adalah kurangnya dukungan peradilan negara Mahkamah Agung terhadapnya. Mahkamah Agung malah membuat terobosan dengan memaksakan atau mewajibkan mediasi di pengadilan berdasarkan Perma No. 1 Tahun 2008, dan ironisnya tidak mengakui hasil mediasi di luar pengadilan. Akibatnya, ketentuan ini malah semakin menambah jumlah perkara tanah di pengadilan, dan membuat waktu penyelesaian perkara bertambah lama.

C. Landasan Yuridis

Pengaturan bidang pertanahan pada pokoknya sudah diatur di dalam UU No. 5 Tahun 1960 UUPA. Sebagai UU pokok, UUPA tidak mengatur secara rinci tentang obyek pengaturannya, termasuk tentang tanah yang menjadi obyek utama yang diatur UUPA. Oleh karena itu, diperlukan UU yang akan melengkapi atau merinci aturan-aturan pokok tentang pertanahan yang ada di UUPA. RUU Pertanahan ini dimaksudkan sebagai pelengkap dari kekurangan aturan yang terdapat di dalam UUPA. Dengan demikian RUU Pertanahan ini merupakan peraturan pelaksana dari UUPA sebagai lex generalis yang khusus mengatur tentang pertanahan saja sebagai lex specialis. Walaupun RUU Pertanahan ini bersifat lex specialis namun keberadaannya dimaksudkan untuk mewujudkan sinkronisasi dan harmonisasi pengaturan di bidang pertanahan. Hal ini merupakan konsekuensi dari sudah tersebarnya pengaturan pertanahan di 59 berbagai peraturan perundang-undangan, baik sebagai pelaksana dari UUPA sendiri maupun UU sektoral di bidang kehutanan, pertambangan, perkebunan, sumberdaya air, ketenagalistrikan, penanaman modal, dan sebagainya. Akibatnya, substansi atau materi muatan RUU Pertanahan ini akan berdampak terhadap pengaturan pertanahan yang sudah ada. Sejalan dengan itu RUU Pertanahan ini juga bermaksud menyatukan, menghimpun, atau mengkompilasi semua pengaturan di bidang pertanahan. Dalam perkembangannya, sejalan dengan perjalanan waktu ternyata tidak semua konsep materi muatan pengaturan di dalam UUPA yang jelas penafsirannya. Beberapa konsep materi muatan aturannya perlu kejelasan penafsiran, seperti badan hukum yang bisa memegang hak milik, orang asing yang boleh memegang hak pakai dan hak sewa tanah, tanah absentee, hak atas tanah untuk instansi pemerintah hak pakai pemerintah, salah kaprah hak pengelolaan dan sebagainya. Dengan demikian RUU Pertanahan ini juga dimaksudkan untuk memperjelas penafsiran konsep yang terdapat di dalam UUPA. Di samping itu juga terdapat beberapa pengaturan penting di bidang pertanahan yang diatur oleh peraturan pemerintah, seperti penertiban tanah terlantar, berbagai ketentuan terkait land reform khususnya larangan tanah absentee, redistribusi tanah yang seyogianya diatur dengan undang-undang. Karena itu, RUU Pertanahan ini juga akan meningkatkan pengaturan hal itu menjadi undang-undang, supaya mempunyai daya berlaku lebih kuat. Hal serupa juga terjadi pada dasar hukum pembentukan instansi pemerintah yang menjalankan urusan bidang pertanahan. Pengaturannya yang berlaku sekarang adalah dalam bentuk peraturan presiden. Hal ini tidak saja membuat kedudukan instansi pertanahan dalam hal ini Badan Pertanahan Nasional kurang kuat tetapi juga membatasi akses rakyat melalui DPR untuk merumuskan kelembagaan pemerintahan yang sangat penting di bidang pertanahan. Hendaknya pengaturan instansi pemerintah di bidang pertanahan juga ditingkatkan ke dalam bentuk undang-undang. 60 BAB V JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RUANG LINGKUP MATERI MUATAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PERTANAHAN

A. Ketentuan Umum