UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir

39 dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama {Pasal 1 angka 1 UU No. 1 Tahun 2011}. Terkait dengan tanah tempat dibangunnya rumah susun, Pasal 17 UU No. 1 Tahun 2011 menyatakan,bahwa rumah susun dapat dibangun di atas tanah: a. hak milik; b. hak guna bangunan atau hak pakai atas tanah negara; dan c. hak guna bangunan atau hak pakai di atas hak pengelolaan. Selain itu, khusus rumah susun umum, yaitu rumah susun yang diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah, danatau rumah susun khusus, yaitu rumah susun yang diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan khusus, dapat dibangun dengan pemanfaatan barang milik negaradaerah berupa tanah; atau pendayagunaan tanah wakaf Pasal 18 UU No. 1 Tahun 2011. Cuma saja terkait dengan pemanfaatan tanah barang milik negaradaerah dan pendayagunaan tanah wakaf terdapat pertentangan dengan UUPA. Pasal 19 ayat 1 UU ini menyatakan, pemanfaatan barang milik negaradaerah berupa tanah untuk pembangunan rumah susun dilakukan dengan cara sewa atau kerjasama pemanfaatan. Dalam UUPA yang berhak menyewakan tanah hanyalah pemilik tanah, karena negara atau instansi pemerintah pengguna tanah barang milik negara itu bukan sebagai pemilik tanah maka dia tidak boleh menyewakan tanah kepada pengambang rumah susun. Begitu jua dengan tanah wakaf. Pasal 20 ayat 1 UU No. 1 Tahun 2011 menyatakan bahwa pendayagunaan tanah wakaf untuk pembangunan rumah susun dilakukan dengan cara sewa atau kerjasama pemanfaatan sesuai dengan ikrar wakaf. Nadhir wakaf bukan sebagai pemilik tanah ata tanah wakaf bukan tanah milik oleh karena itu ia tidak bisa disewakan kepada pihak lain. Apalagi Pasal 21 ayat 3 UU No. 1 Tahun 2011 menyatakan bahwa jangka waktu sewa atas tanah sebagaimana dimaksud diberikan selama 60 enampuluh tahun sejak ditandatanganinya perjanjian tertulis. Jangka waktu ini dirasa janggal karena melebihi jangka waktu HGU dan HGB dan Hak Pakai HP. Walaupun UUPA tidak menyebutkan jangka waktu sewa tanah untuk bangunan, namun kepatutannya jagka waktu sewa tidak boleh melebihi hak lain yang lebih kuat yaitu HGU, HGB, dan HP.

h. UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir

dan Pulau-pulau Kecil UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil UU No. 27 Tahun 2007 juga termasuk UU yang mengatur sumberdaya alam sektoral yaitu wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Dengan demikian UU ini sebetulnya juga sebagai turunan dari Pasal 8 UUPA sebagaimana disinggung di atas. Sebagaimana diketahui bahwa UU No. 27 Tahun 2007 ini sudah mengalami perubahan berdasarkan Putusan MK Nomor 3PUU-VIII2010,tanggal 16 Juni 2011. Beberapa pasal dari UU 40 No. 27 Tahun 2007, terutama terkait dengan Hak Pengusahaan Perairan Pesisir HP-3, dinyatakan tidak mempunyai kekuatan mengikat, yaitu: Pasal 1 angka 18, Pasal 16, Pasal 17, Pasal 18, Pasal 19, Pasal 20, Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23 ayat 4 dan ayat 5, Pasal 50, Pasal 51, Pasal 60 ayat 1, Pasal 71 serta Pasal 75. Pasal 1 angka 18, yang sudah dibatalkan MK, menyatakan HP-3 adalah hak atas bagian-bagian tertentu dari perairan pesisir untuk usaha kelautan dan perikanan, serta usaha lain yang terkait dengan pemanfaatan sumber daya pesisir dan pulau- pulau kecil yang mencakup atas permukaan laut dan kolom air sampai dengan permukaan dasar laut pada batas keluasan tertentu. Dengan demikian keberadaan dan status HP-3 tidak terlalu berkaitan dengan tanah, sehingga UU ini tidak mempersoalkan status tanah kecuali dalam hal HP-3 itu berbatas langsung dengan garis pantai. Oleh karena itu, Pasal 21 ayat 3 Huruf d, yang juga dinyatakan tidak mempunyai kekuatan mengikat oleh MK, menyatakan bahwa dalam hal HP-3 berbatasan langsung dengan garis pantai, maka pemohon wajib memiliki hak atas tanah. Berkaitan dengan itu, ketentuan yang terasa aneh dan bertentangan dengan UUPA adalah Pasal 20 ayat 1 UU No. 27 Tahun 2007 yang menyatakan, bahwa HP-3 dapat beralih, dialihkan, dan dijadikan jaminan utang dengan dibebankan hak tanggungan. Untunglah ketentuan Pasal 20 ini pun dibatalkan oleh MK. Seperti telah dikemukakan di atas bahwa HP-3 itu sendiri telah dibatalkan oleh MK, maka pengaturan UU No. 27 Tahun 2007 ini tidak lagi berkaitan langsung dengan pertanahan. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah bagaimana jika HP-3 diganti dengan izin pengusahaan pantai dan pulau-pulau kecil. Apakah persyaratan hak atas tanah masih harus diwajibkan bagi pemohon dalam wilayah izin berbatasan dengan garis pantai?

i. UU No. 7 Tahun 2004 tentang Pengelolaan Sumberdaya Air