Penguasaan tanah negara sebagai aset publik: tertib

57

4. Pemanfaatan tanah ulayat

Pemanfaatan tanah ulayat untuk pembangunan oleh pihak ketiga dan pemerintah sudah merupakan kelaziman sejak zaman kolonial sampai sekarang. Namun, persoalan-persoalan yang terkait dengan pemanfaatan tanah ulayat ini tidak pernah surut, bahkan cenderung meningkat. Tidak jarang pula persoalan tersebut berujung dengan sengketa besar yang tidak mudah untuk diselesaikan. Pengaturan tanah ulayat di dalam UUPA dan di luar UUPA tampaknya belum mampu memecahkan seluk beluk persoalan pemanfaatan tanah ulayat. Belum lagi dikaitkan dengan penetapan kawasan hutan oleh Menteri Kehutanan yang terdapat di dalam wilayah persekutuan masyarakat hukum adat. Untuk itu perlu ada undang-undang di bidang pertanahan yang menyinkronkan kegiatan-kegiatan dari seluruh sektor terkait tanah dalam hubungannya dengan tanah ulayat.

5. Penguasaan tanah negara sebagai aset publik: tertib

administrasi pertanahan di kalangan pemerintah dan pemerintah daerah Sejak asas pernyataan domein dari kolonial dicabut oleh Pasal 33 ayat 3 UUD 1945, dan dipertegas lagi oleh UUPA, maka kedudukan negara sebagai pemilik tanah sudah tidak berlaku lagi. Ketentuan ini berdampak terhadap tanah-tanah negara yang dikuasai oleh pemerintah termasuk pemerintah daerah sebagai aset publik atau barang milik negara. Pemerintah tidak bisa lagi berkedudukan sebagai pemilik tanah. Oleh karena itu, tanah- tanah yang dikuasai pemerintah berubah status dari tanah yang bisa diperdagangkan res commercium menjadi tanah non pedagangan res exra commersium. Negara tidak bisa menjual atau menyewakan tanah kepada orang lain, tetapi negara bisa memberikan hak atau mengizinkan orang lain memanfaatkan tanah. Walaupun tanah sebagai barang milik negara merupakan res exra commercium namun demi kepastian hukum atasnya maka tanah-tanah tersebut juga wajib didaftarkan oleh instansi pemerintah sebagai pengguna. Dengan demikian tertib administrasi pertanahan atas tanah-tanah tersebut juga dapat diwujudkan. Selain itu, hal ini juga menjadi penting dalam memberikan contoh kepada masyarakat untuk mendaftarkan seluruh bidang-bidang tanah di Indonesia. Fakta empiris menunjukkan bahwa sebagian besar tanah- tanah yang dikuasai instansi pemerintah termasuk pemerintah daerah ternyata belum terdaftar. Akibatnya, banyak tanah-tanah yang berstatus sebagai barang milik negara yang belum terdata dan tertata dengan baik. Oleh karena itu, proses pendaftaran tanah aset publik ini harus difasilitasi oleh negara. Instansi pemerintah yang bertugas di bidang adminisrasi pertanahan harus mendukung jalannya pendaftaran tanah barang milik negara. Persyaratan untuk pendaftaran tanah terhadap tanah- tanah negara tersebut harus dibedakan dengan pendaftaran 58 tanah komersial yang dimiliki oleh orang dan badan hukum perdata.

6. Sengketa tanah