UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

45 b. Hak Guna Bangunan dapat diberikan dengan jumlah 80 delapan puluh tahun dengan cara dapat diberikan dan diperpanjang di muka sekaligus selama 50 lima puluh tahun dan dapat diperbarui selama 30 tiga puluh tahun; dan c. Hak Pakai dapat diberikan dengan jumlah 70 tujuh puluh tahun dengan cara dapat diberikan dan diperpanjang di muka sekaligus selama 45 empat puluh lima tahun dan dapat diperbarui selama 25 dua puluh lima tahun. Karena bertentangan dengan konstitusi dan rasa keadilan masyarakat serta perudang-undangan bidang pertanahan, maka Mahkamah Konstitusi MK melalui Putusan No. 21 ‐22PUU‐V2007 telah membatalkan ketentuan Pasal 22 ayat 1 UU 252007. Putusan tersebut dibacakan pada Sidang Pleno Terbuka pada 25 Maret 2008. MK berpendapat bahwa Pasal 22 Ayat 1 UUPM sepanjang menyangkut kata ‐ kata “di muka sekaligus” dan “berupa: a HGU dapat diberikan dengan jumlah 95 tahun dengan cara dapat diberikan dan diperpanjang di muka sekaligus selama 60 tahun dan dapat diperbarui selama 35 tahun; b HGB dapat diberikan dengan jumlah 80 tahun dengan cara dapat diberikan dan diperpanjang 449 di muka sekaligus selama 50 tahun dan dapat diperbarui selama 30 tahun; c HP dapat diberikan dengan jumlah 70 tahun dengan cara dapat diberikan dan diperpanjang di muka sekaligus selama 45 tahun dan dapat diperbarui selama 25 tahun, bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Dengan demikian, terkait dengan pengadaan tanah untuk penanaman modal, khusus menyangkut HGU, HGB dan HP, tetap harus berpedoman kepada UUPA.

d. UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang UU No. 26 Tahun 2007 sebetulnya juga tidak mengatur tanah, tetapi mengatur tentang ruang dan fungsi ruang bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat. Oleh karena itu, UU No. 26 Tahun 2007 tidak menentukan pemilikan dan penguasaan tanah. Namun demikian, dalam penetapan fungsi ruang oleh pemerintah terutama di ruang daratan, adakalanya berpengaruh terhadap pemilikan dan penguasaan tanah. Terkait dengan itu, pada umumnya ketentuan UU No. 26 Tahun 2007 mengacu kepada hukum pertanahan yang besumber pada pokoknya pada UUPA. Hak atas tanah orang yang sudah ada sebelum penetapan ruang atau hak atas tanah orang yang dirugikan akibat dari penetapan ruang tetap diakui, sehingga kepada pemegang hak diberikan penggantian. Pengakuan hak atas tanah di dalam UU No. 26 Tahun 2007 diawali dengan ketentaun Pasal 7 ayat 3 yang menyatakan, penyelenggaraan penataan ruang dilakukan dengan tetap menghormati hak yang dimiliki orang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.Hak yang dimiliki orang dimaksud bahkan mencakup pula hak yang dimiliki masyarakat 46 adat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan Penjelasan Pasal 7 ayat 3 UU No. 26 Tahun 2007. Sejalan dengan itu jika rencana tata ruang yang telah ditetapkan ditinjau kembali atau direvisi, maka revisi rencana tata ruang dilaksanakan dengan tetap menghormati hak yang dimiliki orang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan Pasal 16 ayat 3 UU No. 26 Tahun 2007. Tidak hanya itu, Insentif dan disinsentif dalam pelaksanaan pemanfatan ruang pun diberikan dengan tetapmenghormati hak masyarakat Pasal 38 ayat 4 UU No. 26 Tahun 2007. Sehingga, apabila jangka waktu 20 dua puluh tahun rencana tata ruang berakhir, maka dalam penyusunan rencana tata ruang yang baru hak yang telah dimiliki orang yang jangka waktunya melebihi jangka waktu rencana tata ruang tetap diakui Pasal 20 ayat 3 UU No. 26 Tahun 2007. Menurut UU UU No. 26 Tahun 2007, rencana tata ruang berpengaruh terhadap pelayanan adminsitrasi pertanahan. Pasal 26 ayat 3 menegaskan, bahwa rencana tata ruang wilayah kabupaten menjadidasar untuk penerbitan perizinan lokasipembangunan dan administrasi pertanahan. Jadi peruntukan ruang menentukan pelayanan administrasi pertanahan, misalnya sertipikat hak tanah tidak boleh diberikan di atas kawasan lindung. Oleh karena itu, jika akibat dari penetapan ruang ada orang yang kehilangan haknya yang telah diberikan sebelumnya harus diberi ganti kerugian. Berkaitan dengan itu, secara eksplisit Pasal 60 UU No. 26 Tahun 2007 menegaskan: Dalam penataan ruang, setiap orang berhak untuk: a. mengetahui rencana tata ruang; b. menikmati pertambahan nilai ruang sebagai akibatpenataan ruang; c. memperoleh penggantian yang layak atas kerugianyang timbul akibat pelaksanaan kegiatanpembangunan yang sesuai dengan rencana tataruang; d. mengajukan keberatan kepada pejabat berwenangterhadap pembangunan yang tidak sesuai denganrencana tata ruang di wilayahnya; e. mengajukan tuntutan pembatalan izin danpenghentian pembangunan yang tidak sesuai denganrencana tata ruang kepada pejabat berwenang; dan f. mengajukan gugatan ganti kerugian kepadapemerintah danatau pemegang izin apabila kegiatanpembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tataruang menimbulkan kerugian. Khusus mengenai penggantian yang layak sebagai Pasal 60 huruf c, UU No. 26 Tahun 2007 merasa perlu memberi penjelasan. Penggantian yang layak adalahbahwa nilai atau besarnya penggantian tidak menurunkantingkat kesejahteraan orang yang diberi penggantiansesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 47

e. Undang-undang Otonomi Khusus dan Daerah Istimewa