UU No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun

38 dengan cara pertama yaitu melalui pemberian hak atas tanah terhadapt anah yang langsung dikuasai negara. Pasal 107 UU No. 1 Tahun 2011 menyatakan bahwa penyediaan tanah untuk perumahan dan kawasan permukiman yang berasal dari tanah yang dikuasai langsung oleh negara adalah melalui pemberian hak atas tanah kepada setiap orang yang melakukan pembangunan rumah, perumahan, dan kawasan permukiman. Pemberian hak tersebut didasarkan pada penetapan lokasi atau izin lokasi dari gubernur atau bupatiwalikota. Tidak hanya itu, bahkan jika atas tanah yang dikuasai langsung oleh negara dimaksud terdapat garapan masyarakat, maka pemberian hak atas tanah juga harus didahului dengan menyelesaikan ganti rugi atas seluruh garapan masyarakat berdasarkan kesepakatan. Dengan pemberian hak tersebut maka orang yang melakukan pembangunan rumah, perumahan, dan kawasan permukiman melakukan pendaftaran tanahnya sesuai dengan hak atas tanah yang diberikan kepadanya. Begitu juga dengan peralihan atau pelepasan hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 huruf c, yang baru dapat dilakukan setelah badan hokum memperoleh izin lokasi. Lebih lanjut Pasal 114 menegaskan bahwa terdapat perbedaan antara peralihan dan pelepasan hak. Peralihan hak atas tanah dibuat di hadapan pejabat pembuat akta tanah setelah ada kesepakatan bersama, sedangkan pelepasan hak atas tanah dilakukan di hadapan pejabat yang berwenang. Hasil penyediaan tanah tersebut baik melalui peralihan hak maupun pelepasan hak atas tanah wajib didaftarkan pada kantor pertanahan kabupatenkota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. Oleh karena itu, sekali lagi ditegaskan bahwa kedudukan RUU Pertanahan ini nantinya menjadi pedoman bagi pelaksanaan UU No. 1 Tahun 2011 terutama terkait dengan penyediaan tanah untuk perumahan dan kawasan permukiman.

g. UU No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun

Secara historis UU No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun UU No. 20 Tahun 2011 merupakan pengganti UU No. 16 Tahun 1985 dengan judul yang sama. Namun, secara delegatif, UU ini merupakan pelaksana dari UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman. Oleh karena itu kedudukan RUU Pertanahan ini bagi UU No. 1 Tahun 2011 nantinya adalah sama dengan kedudukannya terhadap UU No. 1 Tahun 2011, yaitu sebagai pedoman dalam penyediaan tanah untuk rumah susun. Oleh karena itu, ketentuan terkait pertanahan di dalam UU No. 1 Tahun 2011 ini juga tidak boleh bertentangan dengan UUPA dan UU di bidang pertanahan lainnya. Sesuai dengan judulnya “tentang Rumah Susun” maka UU ini fokus mengatur rumah susun itu sendiri. Rumah susun adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional, baik dalam arah horizontal maupun vertical dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat 39 dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama {Pasal 1 angka 1 UU No. 1 Tahun 2011}. Terkait dengan tanah tempat dibangunnya rumah susun, Pasal 17 UU No. 1 Tahun 2011 menyatakan,bahwa rumah susun dapat dibangun di atas tanah: a. hak milik; b. hak guna bangunan atau hak pakai atas tanah negara; dan c. hak guna bangunan atau hak pakai di atas hak pengelolaan. Selain itu, khusus rumah susun umum, yaitu rumah susun yang diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah, danatau rumah susun khusus, yaitu rumah susun yang diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan khusus, dapat dibangun dengan pemanfaatan barang milik negaradaerah berupa tanah; atau pendayagunaan tanah wakaf Pasal 18 UU No. 1 Tahun 2011. Cuma saja terkait dengan pemanfaatan tanah barang milik negaradaerah dan pendayagunaan tanah wakaf terdapat pertentangan dengan UUPA. Pasal 19 ayat 1 UU ini menyatakan, pemanfaatan barang milik negaradaerah berupa tanah untuk pembangunan rumah susun dilakukan dengan cara sewa atau kerjasama pemanfaatan. Dalam UUPA yang berhak menyewakan tanah hanyalah pemilik tanah, karena negara atau instansi pemerintah pengguna tanah barang milik negara itu bukan sebagai pemilik tanah maka dia tidak boleh menyewakan tanah kepada pengambang rumah susun. Begitu jua dengan tanah wakaf. Pasal 20 ayat 1 UU No. 1 Tahun 2011 menyatakan bahwa pendayagunaan tanah wakaf untuk pembangunan rumah susun dilakukan dengan cara sewa atau kerjasama pemanfaatan sesuai dengan ikrar wakaf. Nadhir wakaf bukan sebagai pemilik tanah ata tanah wakaf bukan tanah milik oleh karena itu ia tidak bisa disewakan kepada pihak lain. Apalagi Pasal 21 ayat 3 UU No. 1 Tahun 2011 menyatakan bahwa jangka waktu sewa atas tanah sebagaimana dimaksud diberikan selama 60 enampuluh tahun sejak ditandatanganinya perjanjian tertulis. Jangka waktu ini dirasa janggal karena melebihi jangka waktu HGU dan HGB dan Hak Pakai HP. Walaupun UUPA tidak menyebutkan jangka waktu sewa tanah untuk bangunan, namun kepatutannya jagka waktu sewa tidak boleh melebihi hak lain yang lebih kuat yaitu HGU, HGB, dan HP.

h. UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir