Pelaksanaan Hak Menguasai Negara yang Bias

14 Hak Menguasai Negara tidak secara inheren sudah melekat dengan sendirinya pada negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat. Wewenang dari hak menguasai Negara diberikan oleh rakyat yang bersatu sebagai bangsa Indonesia agar dilaksanakan untuk mewujudkan tujuan sebesar-besar kemakmuran rakyat. Dalam pelaksanaannya, wewenang tersebut didelegasikan kepada daerah-daerah dan masyarakat hukum adat sebagai pelaksanaan asas medebewind. 29 Berlandaskan ketentuan Pasal 2 ayat 2 UUPA, arti menguasai adalah “mengatur” dan “menyelenggarakan” yang oleh Mahkamah Konstitusi melalui putusannya memberikan ketegasan lingkup makna ”menguasai” yaitu membuat kebijakan, mengatur, mengurus, mengelola, dan mengawasi. Wewenang tersebut berkaitan dengan : a penggunaanperuntukan use, persediaan reservation, dan pemeliharaannya maintainance atas bumi, air, ruang angkasa, dan kekayaan alam di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia NKRI; b penentuan dan pengaturan macam hak atas tanah; c penentuan dan pengaturan hubungan-hubungan hukum antar orang danatau badan hukum yang berobyekkan tanah. wewenang tersebut harus ditujukan pada upaya mencapai kemakmuran rakyat secara maksimal. Hak menguasai dari negara ini merupakan hak rakyat pada tingkat negara. 30

B. Praktik Empiris

Secara teoritis konseptual, manusia mempunyai hubungan yang abadi dengan tanah. Tidak ada manusia di muka bumi yang tidak membutuhkan tanah, karena itu tanah menjadi sangat penting dan sakral. Sesungguhnya tanah harus dijadikan sebagai sarana untuk mencapai kesejahteraan dan keadilan bagi seluruh rakyat. Namun dalam praktiknya, saat ini tanah tidak lagi dianggap sebagai sarana menciptakan kesejahteraan dan keadilan, tanah sudah menjadi sarana untuk menimbun kekayaan, alat spekulasi para pemilik modal untuk menguasai perekonomian. Amanah bangsa Indonesia kepada Negara untuk membuat kebijakan, mengatur, mengurus, mengelola, dan mengawasi urusan pertanahan belum sepenuhnya dapat dilaksanakan. Kebijakan pembangunan yang propertumbuhan yang diterapkan oleh Indonesia sejak Orde Baru sampai sekarang telah menyebabkan banyak hal, yang di antaranya :

1. Pelaksanaan Hak Menguasai Negara yang Bias

Pemberian Hak Menguasai Negara oleh bangsa Indonesia kepada Negara Indonesia dimaksudkan agar penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah dapat membawa kemakmuran seluruh rakyat Indonesia. Realitas yang 29 Maria S.W. Sumardjono, “Redefinisi Hak atas Tanah: Aspek Yuridis dan Politis Pemberian Hak di Bawah Tanah dan Ruang Udara ”, dalam Seminar Nasional Hak Atas Tanah dalam Konteks Masa Kini dan yang akan Datang, Kerjasama BPN-Fak. Hukum UGM, Yogyakarta, 15 Oktober 1991. 30 A. P. Parlindungan, Komentar atas Undang-Undang Pokok Agraria, Bandung: Mandar Maju, 1991, hal. 38-40. 15 terjadi menunjukkan tugas yang dibebankan kepada negara belum sepenuhnya memberikan kemakmuran kepada seluruh rakyat Indonesia secara merata. Kekurangan berhasilan tersebut ditunjukkan oleh data BPN, hampir 80 delapan puluh persen tanah di Indonesia dikuasai tidak lebih dari 2 dua persen Penduduk Indonesia. 31 Data tersebut menunjukkan bahwa struktur kepemilikan tanah di Indonesia sangat tidak adil. Hal ini telah mengakibatkan makin sulitnya pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan. Ketidakadilan terjadi dimana-mana, karena sebagian besar penduduk Indonesia tidak memiliki lahan tanah sementara sebagian kecil penduduk menguasai tanah tanpa batas. Kasus-kasus tanah yang muncul ke permukaan selama ini di dominasi karena faktor penguasaan lahan yang tidak seimbang. Seperti kasus tanah yang terjadi di Mesuji Lampung, kasus tanah Pupuk Kaltim di Bontang Kalimantan Timur, kasus tanah di Provinsi Riau, Papua, dan lain-lain. Kasus-kasus tanah tersebut telah menimbulkan konflik yang berkepanjangan. Masyarakat memprotes pemerintah karena memberikan tanah yang tidak terbatas kepada korporasi, padahal tanah yang dikuasai korporasi itu bukan saja tidak memberikan manfaat kepada masyarakat sekitar tetapi justru merusak lingkungan yang pada akhirnya, lagi-lagi masyarakat kecil yang dirugikan. Tanah-tanah yang dikuasai korporasi tidak sepenuhnya di manfaatkan, tanah itu banyak hanya digunakan untuk spekulasi, memanfaatkan sertifikatnya untuk kepentingan ekonomi, seperti jaminan perusahaan di bank, sehingga tidak sedikit dari tanah negara yang ditelantarkan para pengusaha. Ironisnya masyarakat di sekitar tanah tersebut banyak yang tidak memiliki lahan sama sekali. Mereka hidup miskin dan bergantung kepada belas kasihan para pengusaha. Banyak pemilik lahan pertanian terutama di Pulau Jawa yang bukan petani yang hidup dan tinggal di kota tetapi mereka dapat menikmati hasil pertanian di desa-desa. Lahan pertanian mereka dikerjakan oleh para buruh tani yang tidak memiliki lahan. Hasil pertanian yang dikerjakan oleh buruh tani tersebut tidak pernah membawa kesejahteraan bagi hidup mereka, karena hasilnya lebih banyak dinikmati para pemilik lahan.

2. Tanah Masyarakat Hukum Adat