42
j. UU No. 5 Tahun 1990 tentang Perlindungan Sumberdaya Alam
Hayati dan Ekosistemnya
UU No. 5 Tahun 1990 tentang Perlindungan Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya UU No. 5 Tahun 1990 pada
pokoknya sebagai pelaksana dari UU No. 5 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketantuan Pokok Kehutanan. Di samping itu, UU ini
juga merujuk kepada UU No. 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan- ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup; UU No. 20
Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan Negara Republik Indonesia sebagaimana telah diubah
dengan UU No. 1 Tahun 1988; UU No. 9 Tahun 1985 tentang Perikanan, yang berlaku saat itu. Jadi UU ini memang tidak
dimaksudkan sebagai pelaksana UUPA yang membahas tentang status pemilikan dan penguasaan tanah.
Sesuai dengan judulnya, maka fokus pengaturan UU ini ialah sumber daya alam hayati adalah unsur-unsur hayati di alam
yang terdiri dari sumber daya alam nabati tumbuhan dan sumber daya alam hewani satwa yang bersama dengan unsure
nonhayati
di sekitarnya
secara keseluruhan
membentuk ekosistem Pasal 1 angka 1 UU No. 5 Tahun 1990. Namun
demikian, di dalam materi muatannya ternyata UU ini juga menyinggung mengenai hak atas tanah. UU ini tidak menjelaskan
status tanahnya tetapi memberi kewajiban khusus bagi pemegang hak atas tanah yang berada di wilayah penyangga kehidupan,
yaitu wajib menjaga kelangsungan fungsi perlindungan wilayah tersebut {Pasal 9 ayat 1 UU No. 5 Tahun 1990}. Dalam kerangka
itu, pemerintah bahkan diberi kewenangan mengatur serta melakukan tindakan penertiban terhadap penggunaan dan
pengelolaan tanah dan hak penguasaan di perairan yang terletak di wilayah penyangga kehidupan {Pasal 9 ayat 2 UU No. 5 Tahun
1990}. Tidak tanggung-tanggung, Penjelasan Pasal 9 ayat 3 UU ini menegaskan lagi, bahwa termasuk dalam pengertian
penertiban meliputi pencabutan hak atas tanah diberikan ganti rugi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
dan hak pengusahaan di perairan. Misalnya dalam penetapan dan pemanfaatan wilayah suaka alam, Pasal 16 ayat 2 UU No. 5
Tahun 1990 menegaskan, bahwa ketentuan lebihl anjut yang diperlukan bagi penetapan dan pemanfaatan suatu wilayah
sebagai kawasan suaka alam dan penetapan wilayah yang berbatasan dengannya sebagai daerah penyangga diatur dengan
Peraturan Pemerintah. Penjelasan Pasal 16 ayat 2 menguraikan sebagai berikut:
Yang dimaksud dengan daerah penyangga adalah wilayah yang berada di luar kawasan suaka alam, baik sebagai kawasan hutan
lain, tanah negara bebas maupun tanah yang dibebani hak yang diperlukan dan mampu menjaga keutuhan kawasan suaka alam.
Pengelolaan atas daerah penyangga tetap berada di tangan yang berhak, sedangkan cara-cara pengelolaan harus mengikuti
ketentuan-
ketentuan yang
ditetapkan dalam
Peraturan Pemerintah.
43
3. Undang-Undang Lainnya Terkait dengan Bidang Pertanahan