70
terkena UU No. 86 Tahun 1958, yang pemiliknya telah meninggalkan wilayah RI;
5 Tanah-tanah yang dikuasai menurut Peraturan
Presidium Kabinet Dwikora RI No. 5PRKTh 1965 tentang
Penegasan RumahTanah
Kepunyaan Badan-Badan
Hukum yang
ditinggalkan DireksiPengurusnya;
6 Tanah yang dikuasai menurut Penetapan Presiden
No. 6 Tahun 1964 tentang Penguasaan dan Pengurusan Perusahaan-Perusahaan Milik Inggris
di Indonesia tanggal 26-11-1964 jo SE Menag No. DHK295 tanggal 22-12-1964 tentang Larangan
Pembuatan
Akta Tanah
yang bermaksud
memindahkan hak atas tanah tanpa berikut bangunan di atasnya milik eks perusahaan Inggris;
7 Tanah yang berasal dari pelaksanaan UU No. 1
Tahun 1958 tentang Penghapusan Tanah Partikelir; 8
Tanah yang berasal dari tanah bekaseks swapraja atau swapraja berdasarkan Diktum ke IV huruf A
dan B UUPA kecuali, SAG dan PAG UU No. 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa
Yogyakarta.
h. Tanah-tanah kelebihan batas maksimum dan tanah
absentee. i.
Tanah kawasan hutan yang telah dilepaskan oleh pejabat yang berwenang .
j. Tanah bekas kawasan pertambangan.
k. Tanah timbul dan tanah reklamasi.
3. Pengelompokan tanah negara berdasarkan ruang
lingkupnya adalah sebagai berikut:
1. Tanah negara yang di atasnya belum pernah diberikan
dengan sesuatu hak kepada pihak lain. 2.
Tanah negara yang berasal dari tanah yang sebelumnya terdapat atau dipunyai dengan sesuatu hak oleh pihak
lain, yang karena: 1
peristiwa hukum; 2
perbuatan hukum; 3
peraturan perundang-undangan; atau 4
peristiwa alam kemudian menjadi Tanah Negara
66
. Julius Sembiring mengelompokkan Tanah Negara
sebagai berikut: 1 sejak semula merupakan Tanah Negara; 2 menjadi Tanah Negara ketika hak masih
berlangsung; dan 3 menjadi Tanah Negara karena berakhirnya haktidak diperpanjang lagi
67
66
Maria Sumardjono, “Tanah Negara, Barang Milik Negara Daerah BMND, dan PenghunianPenggarapan oleh Masyarakat di atas BMND
”, Bahan diskusi Rakertas “Konsepsi Penyelesaian Sengketa Tanah Negara”, diselenggarakan oleh
Sekjen Dewan Ketahanan Nasional, Jakarta, 29 November 2011.
67
Julius Sembiring, Tanah Negara, STPN Press, Yogyakarta, 2012, hlm 17-18.
71
4. Pengaturan tentang Tanah Negara.
Sampai dengan saat ini belum ada pengaturan terkait tanah negara yang komprehensif.
Hambatan utamaadalah belum adanya kesamaan persepsi
tentang pengaturan
tanah negara,
yang seharusnya meliputi seluruh tanah di wilayah Republik
Indonesia, yang di atasnya tidak dilekati dengan suatu hak atas tanah, dan tidak merupakan hak ulayat
masyarakat hukum adat.
Dengan kata lain, tanah-tanah yang terletak di kawasan hutan pun, selama belum dilepaskan dan
kemudian diberikan dengan sesuatu hak kepada pihak ketiga, seharusnya termasuk dalam ruang lingkup tanah
negara karena UUPA,khususnya dalam Pasal 19 tidak membedakan antara tanah-tanah kehutanan dan non
hutan.
Akibat belum adanya kesamaan persepsi tersebut adalah 1 penetapan status tanah negara tidak selalu
mudah; dan 2 pengadministrasian tanah hak lebih menonjol dibandingkan dengan tanah negara, bahkan
dapat dikatakan, pengadministrasian tanah negara merupakan residu pengadministrasian tanah hak.
68
Hambatan lain karena belum adanya pengaturan tentang Tanah Negara, maka persepsi tentang implikasi
yuridis ketika hak atas tanah hapus pun menjadi beragam.
Otoritas pertanahan, berpendapat bahwa walaupun hak atas tanah berakhir, hubungan hukum dengan
kewenangan bekas
pemegang hak
masih diakui,
contohnya: ganti rugi diberikan terhadap tanah-tanah obyek landreform, tanah absentee, dan tanah-tanah yang
terkena nasionalisasi. Sebaliknya, otoritas kejaksaan berpendapat jika hak atas tanahnya berakhir, hubungan
hukum antara bekas pemegang hak dengan tanahnya juga berakhir. Segala bentuk bentuk ganti rugi kepada
bekas pemegang hak dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi
69
.
3. Hak Pengelolaan