56
sejalan dengan UUPA untuk mendorong pelaksanaan program land reform, tidak berdaya mengatasi persoalan ini. Apalagi
pembatasan pemilikan dan penguasaan tanah menurut UU ini tidak berlaku untuk tanah yang dikuasai dengan hak guna usaha
atau hak-hak lainnya yang bersifat sementara dan terbatas yang didapat dari Pemerintah, dan yang dikuasai oleh badan-badan
hukum Pasal 1 ayat 4 UU No. 56Prp1960.
2. Pelanggaran oleh pemegang hak atas tanah
Ketimpangan pemilikan dan penguasaan tanah pertanian diperparah dengan terjadinya pelanggaran dari pemegang hak
atas tanah misalnya penghilangan tanda batas tanah hak guna usaha HGU. Penghilangan tanda batas tanah ini biasanya
diiringi dengan pelanggaran selanjutnya yaitu menguasai tanah melebihi dari luas yang diberikan oleh negara sesuai sertipikat
hak tanahnya. Modus ini dimaksudkan sebagai kiat untuk mengeruk keuntungan yang lebih besar lagi dari tanah pertanian
yang dikuasainya. Jika HGU-nya berbatasan dengan tanah negara maka tindakan pelanggaran tersebut cenderung tidak
dipersoalkan, karena memang pengawasan dari negara terhadap HGU tidak efektif. Namun, jika HGU-nya berbatasan dengan
tanah milik atau tanah ulayat masyarakat hukum adat, tindakan ini sering menimbulkan sengketa dengan masyarakat.
Pelanggaran lainnya yang juga menonjol adalah pemanfaatan daerah pantai oleh pemilik tanah yang berbatasan dengan pantai
sehingga menutup akses publik ke dan dari laut; penutupan akses pemilik tanah oleh perusahaan pengambang sehingga
mereka terisolasi; penyewaan tanah hak pakai pemerintah oleh BUMN kepada rakyat; dan sebagainya.
3. Alih fungsi tanah dari lahan pertanian menjadi non pertanian
Sebagai akibat
dari lemahnya
pengawasan terhadap
pemegang hak atas salah satunya adalah terjadinya alih fungsi tanah dari lahan pertanian menjadi non pertanian. Pilihan alih
fungsi tanah lahan pertanian kepada non pertanian, sebetulnya merupakan pilihan yang logis dari masyarakat. Hasil yang
diperoleh oleh pemegang hak atas tanah dari kegiatan pertanian pada
umumnya tidak
bisa diandalkan
sebagai sumber
pendapatan. Oleh kerana itu, pilihan alih fungsi tanah ke non pertanian seperti rumah tinggal sewa, rumah toko ruko,
bengkel, dan lain-lain merupakan langkah yang tepat untuk meningkatkan hasil pemanfaatan tanah. Jika kondisi ini
dibiarkan terus menerus maka ancaman defisit pangan semakin besar bagi bangsa Indonesia. Hukum pertanahan diharapkan bisa
mendorong semangat warga untuk aktif mengolah tanah pertaniannya terutama untuk pertanian tanaman pangan. Profesi
sebagai petani hendaknya dapat dibanggakan oleh rakyat Indonesia, karena itu petani harus dijamin untuk mempunyai
penghasilan memadai untuk hidup layak.
57
4. Pemanfaatan tanah ulayat
Pemanfaatan tanah ulayat untuk pembangunan oleh pihak ketiga dan pemerintah sudah merupakan kelaziman sejak zaman
kolonial sampai sekarang. Namun, persoalan-persoalan yang terkait dengan pemanfaatan tanah ulayat ini tidak pernah surut,
bahkan cenderung meningkat. Tidak jarang pula persoalan tersebut berujung dengan sengketa besar yang tidak mudah
untuk diselesaikan. Pengaturan tanah ulayat di dalam UUPA dan di luar UUPA tampaknya belum mampu memecahkan seluk beluk
persoalan pemanfaatan tanah ulayat. Belum lagi dikaitkan dengan penetapan kawasan hutan oleh Menteri Kehutanan yang
terdapat di dalam wilayah persekutuan masyarakat hukum adat. Untuk itu perlu ada undang-undang di bidang pertanahan yang
menyinkronkan kegiatan-kegiatan dari seluruh sektor terkait tanah dalam hubungannya dengan tanah ulayat.
5. Penguasaan tanah negara sebagai aset publik: tertib