68
kewenangan tersebut, dengan mendasarkan pada UUD Negara RI Tahun 1945 dan undang-undang beserta peraturan
pelaksanaannya, negara membentuk alat perlengkapannya baik di tingkat pusat maupun daerah, bahkan sampai di
tingkat desa.
Di tingkat pusat harus terdapat alat perlengkapan, khususnya di bidang kekuasaan eksekutif yang diberi
kekuasaan untuk melaksanakan kewenangan negara di bidang pertanahan. Demikian pula, di daerah harus terdapat
institusi yang melaksanakan kewenangan tersebut. Bahkan jika mengacu pada Pasal 18B ayat 2 UUD Negara RI Tahun
1945 serta Pasal 2 ayat 4 UUPA, masyarakat hukum adat juga harus diberi kewenangan untuk melaksanakan sebagian
kewenangan negara di bidang pertanahan.
Perkembangan politik pemerintahan sudah berubah atau bergeser dari semula yang berdasarkan asas sentralisasi
menjadi asas
desentralisasi kewenangan.
Artinya, tanggungjawab melaksanakan kewenangan negara termasuk
di bidang pertanahan tidak lagi dibebankan hanya kepada pemerintah pusat, sedangkan daerah hanya membantu
pelaksanaannya. Sesuai dengan asas desentralisasi, tanggung jawab pelaksanaan kewenangan negara di bidang pertanahan
harus terbagi kepada pemerintah pusat, pemerintah daerah provinsi dan kabupatenkota, dan pemerintah desa, serta
masyarakat hukum adat. Baik pemerintah daerah maupun masyarakat hukum adat diberi kewenangan otonom untuk
mengatur
dan melaksanakan
kewenangan di
bidang pertanahan.
c. Tanah yang dikuasai Negara dan Implikasinya
1. Tanah Negara.
Pengertian Tanah Negara adalah “tanah yang tidak
diberikan dengan sesuatu hak kepada pihak lain, atau tidak dilekati dengan suatu hak, yakni HM, HGU, HGB,
HP, tanah HPL, tanah ulayat dan tanah wakaf”
64
. Secara
yuridis-formal definisi
Tanah Negara
dirumuskan sebagai berikut. a.
Tanah Negara adalah tanah yang langsung dikuasai oleh Negara sebagaimana dimaksud dalam UU No. 5
Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria Peraturan Menteri AgrariaKa. BPN No. 9
Tahun 1999.
b. Tanah negara adalah tanah yang tidak dipunyai dengan
sesuatu hak atas tanah Pasal 1 angka 3 PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
64
Maria Sumardjono, Kebijakan Pertanahan, Antara Regulasi dan Implementasi, cetakan keenam, Penerbit Buku Kompas, Jakarta,2009, hlm. 62.
69
Secara tegas, dengan berlandaskan pada Penjelasan Umum UUPA II 2
65
, maka yang dimaksud dengan Tanah Negara adalah tanah yang tidak dipunyai dengan suatu
hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok-Pokok Agraria danatau tidak merupakan tanah ulayat masyarakat hukum adat.
2. Ruang lingkup Tanah Negara
Dalam praktik
administrasi pertanahan,
yang dikategorikan sebagai tanah negara adalah sebagai
berikut. a.
Tanah hak yang diserahkan secara sukarela oleh pemiliknya.
b. Tanah hak yang berakhir jangka waktunya dan tidak
diperpanjang atau diperbaharui. c.
Tanah hak yang dibatalkan haknya oleh pejabat berwenang sebelum jangka waktunya berakhir karena
tidak terpenuhidilanggarnya
kewajiban sesuai
peraturan perundang-undangan yang berlaku; atau tidak dipenuhinya syarat-syarat atau kewajiban yang
tertuang dalam perjanjian pemberian HGBHP di atas HM atau perjanjian penggunaan tanah HPL, atau
karena putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
d. Tanah yang pemegang haknya meninggal tanpa ahli
waris. e.
Tanah yang dinyatakan sebagai tanah terlantar. f.
Tanah yang diambil untuk kepentingan umum menurut UU No. 20 Tahun 1961 atau peraturan perundang-
undangan terkait pengadaan tanah UU No. 2 Tahun 2012.
g. 1 Tanah-tanah
eks penguasaan
tanah oleh
Balatentara Dai Nippon dan telah diberikan ganti kerugian;
2 Tanah-tanah milik perusahaan Belanda yang
terkena UU Nasionalisasi UU No. 86 Tahun 1958; 3
Tanah-tanah yang dikuasai negara berdasarkan PP No. 8 Tahun 1953;
4 Tanah-tanah yang dikuasai berdasarkan Perpu No.
3 Tahun 1960 tentang Benda-Benda Tetap Milik Perseorangan Warga Negara Belanda yang tidak
65
Penjelasan Umum II 2 UUPA berbunyi sebagai berikut: “Kekuasaan Negara atas tanah yang tidak dipunyai dengan sesuatu hak oleh
seseorang atau pihak lainnya adalah lebih luas dan penuh. Dengan berpedoman pada tujuan yang disebutkan diatas Negara dapat memberikan tanah yang
demikian itu kepada seseorang atau badan-hukum dengan sesuatu hak menurut peruntukan dan keperluannya, misalnya hak milik, hak-guna-usaha, hak guna-
bangunan atau hak pakai atau memberikannya dalam pengelolaan kepada sesuatu Badan Penguasa Departemen, Jawatan atau Daerah Swatantra untuk
dipergunakan bagi pelaksanaan tugasnya masing-masing pasal 2 ayat 4. Dalam pada itu kekuasaan Negara atas tanah-tanah inipun sedikit atau banyak dibatasi
pula oleh hak ulayat dari kesatuan-kesatuan masyarakat hukum, sepanjang menurut kenyataannya hak ulayat itu masih ada, hal mana akan diuraikan lebih
lanjut dalam nomor3 di bawah ini.
”
70
terkena UU No. 86 Tahun 1958, yang pemiliknya telah meninggalkan wilayah RI;
5 Tanah-tanah yang dikuasai menurut Peraturan
Presidium Kabinet Dwikora RI No. 5PRKTh 1965 tentang
Penegasan RumahTanah
Kepunyaan Badan-Badan
Hukum yang
ditinggalkan DireksiPengurusnya;
6 Tanah yang dikuasai menurut Penetapan Presiden
No. 6 Tahun 1964 tentang Penguasaan dan Pengurusan Perusahaan-Perusahaan Milik Inggris
di Indonesia tanggal 26-11-1964 jo SE Menag No. DHK295 tanggal 22-12-1964 tentang Larangan
Pembuatan
Akta Tanah
yang bermaksud
memindahkan hak atas tanah tanpa berikut bangunan di atasnya milik eks perusahaan Inggris;
7 Tanah yang berasal dari pelaksanaan UU No. 1
Tahun 1958 tentang Penghapusan Tanah Partikelir; 8
Tanah yang berasal dari tanah bekaseks swapraja atau swapraja berdasarkan Diktum ke IV huruf A
dan B UUPA kecuali, SAG dan PAG UU No. 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa
Yogyakarta.
h. Tanah-tanah kelebihan batas maksimum dan tanah
absentee. i.
Tanah kawasan hutan yang telah dilepaskan oleh pejabat yang berwenang .
j. Tanah bekas kawasan pertambangan.
k. Tanah timbul dan tanah reklamasi.
3. Pengelompokan tanah negara berdasarkan ruang