Class Action Pelaksanaan Putusan KPPU
DAFTAR KASUS
Kasus III.1 Perkara Penetapan Tarif Angkutan Umum Bus Patas AC di Wilayah DKI Jakarta
62 Kasus III.2 Perkara Penetapan Tarif Angkutan Umum Laut Jalur Surabaya -
Makasar 62
Kasus III.3 Perkara Kartel SMS 63
Kasus III.4 Perkara Cineplex 21 78
Kasus III.5 Perkara Penguasaan Pasar Oleh PT. Artha Boga Cemerlang ABC 79 Kasus III.6 Perkara Praktek Monopoli dan Penguasaan Pasar di Wilayah
Pelabuhan dan Bandar Udara Hang Nadim, Batam 80
Kasus IV.1 Perkara Oligopoli Dalam Perdagangan Garam ke Sumatera Utara 90
Kasus IV.2 Perkara Penetapan Tarif Uang Tambang Trayek Jakarta - Pontianak - Jakarta
92 Kasus IV.3 Perkara Kartel Perdagangan Garam ke Sumatera Utara
94 Kasus IV.4 Perkara
Predatory Pricing Antara William Inglis Son Co. vs. ITT Continental Baking Co.
97 Kasus V.5
Perkara Distribusi Semen Gresik 99
Kasus IV.6 Perkara Pembagian Wilayah DPP AKLI Pusat 102
Kasus IV.7 Perkara Pemboikotan Northwest Wholesale Stationary, Inc. vs. Paciic Stationary Printing Co.
105 Kasus IV.8 Perkara Kartel Kargo Surabaya - Makasar
108 Kasus IV.9 Perkara Standard Oil Company of New Jersey vs. US
110 Kasus IV.10 Perkara Oligopoli Penetapan Harga Daging dan Peternak Sapi
112 Kasus IV.11 Perkara Integrasi Vertikal Abacus PT. Garuda Indonesia
116 Kasus IV.12 Perkara Distribusi Semen Gresik
119 Kasus IV.13 Perkara PT. Garuda Indonesia
122
Kasus IV.14 Perkara PT. Artha Boga Cemerlang ABC 123
Kasus IV.15 Perkara Temasek 126
Kasus V.1 Perkara Standard Oil Co. vs. US Dan American Tobaco Co. vs. US
134 Kasus V.2
Beberapa Perkara Persekongkolan Tender PengadaanPembelian Barang dan Jasa
154 Kasus V.3
Beberapa Perkara Persekongkolan Tender Penjualan Barang dan Jasa
154 Kasus VI.1 Perkara Temasek Group
178 Kasus VI.2 Perkara PT. Artha Boga Cemerlang ABC
181 Kasus VI.3 Perkara Penyalahgunaan Posisi Dominan Carefour
181 Kasus VI.4 Perkara Jabatan Rangkap PT. Garuda Indonesia
184 Kasus VI.5 Perkara Kepemilikan Saham Silang Cineplex 21
186 Kasus IX.1 Perkara Penjualan Saham PT. Indomobil Sukses
Internasional Tbk. 332
Kasus IX.2 Perkara Penjualan Saham PT. Indomobil Sukses Internasional Tbk. 333
KATA PENGANTAR
Ekonomi dunia dewasa ini bergerak sangat dinamis, dengan globalisasi sebagai motor penggeraknya. Pelan tapi pasti, globalisasi telah menjadi pendorong utama
bagi munculnya integrasi ekonomi dunia. Di satu sisi, globalisasi telah membuka peluang yang lebih luas bagi negara sedang berkembang untuk meningkatkan volume
perdagangan dengan melakukan ekspansi usaha ke pasar internasional. Melalui globalisasi pula dapat dilakukan peningkatan investasi, baik langsung maupun tidak
langsung yang akhirnya mendorong pertumbuhan ekonomi dan lapangan kerja.
Di sisi lain, globalisasi juga mendorong masuknya barangjasa dari negara lain dan membanjiri pasar domestik. Pelaku usaha domestik kini harus berhadapan
dengan pelaku usaha dari berbagai negara, dalam suasana persaingan tidak sempurna. Pelaku usaha besar dan transnasional dapat menguasai kegiatan ekonomi
domestik melalui perilaku anti persaingan, seperti kartel, penyalahgunaan posisi dominan,
mergertakeover, dan sebagainya. Memperhatikan persaingan antar pelaku usaha yang bertambah ketat dan
tidak sempurna imperfect competition, maka nilai-nilai persaingan usaha yang
sehat perlu mendapat perhatian lebih besar dalam sistem ekonomi Indonesia. Penegakan hukum persaingan merupakan instrumen ekonomi yang sering digunakan
untuk memastikan bahwa persaingan antar pelaku usaha berlangsung dengan sehat dan hasilnya dapat terukur berupa peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Secara teoritis, dalam kondisi pasar yang bersaing tidak sempurna, pelaku usaha secara individual atau melalui concerted action dapat menetapkan harga
dan alokasi sumber daya ekonomi. Oleh karenanya, para ahli ekonomi industri telah menemukan sebuah dalil ekonomi yang menggambarkan hubungan korelasi
antara
structure S, conduct C, dan performance P. Pada awalnya, organisasi industri diatur dengan sebuah paradigma yang mengatakan adanya hubungan
searah antara structure, conduct and performance SCP. Sebuah hubungan yang
menggambarkan bahwa struktur S sebuah industrisektor akan mempengaruhi perilaku C, yang pada gilirannya akan menghasilkan kinerja P industrisektor
tersebut. Kinerja industri dapat berupa pertumbuhan industri, eisiensi, inovasi, deviden, proitabilitas, tingkat kepuasan konsumen dan sebagainya yang merupakan
bagian dari kesejahteraan masyarakat.
Dalam perkembangan selanjutnya hubungan structure, conduct and
performance tersebut ternyata tidak lagi bergerak satu arah sebagaimana disebutkan di atas. Hasil riset ekonomi menunjukkan adanya hubungan 2 dua arah, hubungan
saling mempengaruhi. Sebagai contoh, melalui eisiensi P, pelaku usaha dapat terdorong menetapkan harga lebih rendah C hingga ia menjadi monopoli S.
Dengan demikian kinerja dapat mengubah perilaku dan akhirnya struktur pasar. Akhirnya paradigma lama berubah karena monopoli tidak selalu mengakibatkan
penurunan kesejahteraan rakyat.
Pendekatan SCP dikenal sangat luas dan banyak diimplementasikan di beberapa negara maju seperti Amerika Serikat dan Kanada. Awalnya pendekatan
tersebut lebih menekankan pada upaya merubah struktur, dari monopoli menjadi banyak pelaku usaha yang terlibat dalam sebuah industrisektor. Dengan adanya
perbaikan struktur diharapkan akan menghasilkan iklim persaingan yang jauh lebih baik yang akan bermuara pada terjadinya peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Hal ini kemudian yang melatarbelakangi mengapa hukum persaingan pada awalnya lebih dikenal sebagai hukum anti monopoli yang mengedepankan perubahan struktur
sebagai syarat utamanya.
Dalam perkembangan terakhir, fokus peraturan perundanganhukum persaingan lebih mengarah pada
conductperilaku pelaku usaha. Paradigma baru ini lebih memandang conduct, yang selanjutnya disebut praktek monopoli dan persaingan
usaha tidak sehat, sebagai penyebab performansi industri rendah. Dengan demikian, boleh dikatakan bahwa hukum persaingan lahir berawal dari dalil ekonomi. Dan
hukum persaingan berkembang secara dinamis seiring dengan perkembangan paradigma
Structure Conduct Performance serta riset ekonomi dan hukum. Dalam perkembangan sistem ekonomi Indonesia, persaingan usaha menjadi
salah satu instrumen ekonomi sejak saat reformasi digulirkan. Hal ini ditunjukkan melalui terbitnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Undang-Undang Nomor 5 Tahum 1999 merupakan tonggak bagi diakuinya persaingan usaha yang sehat sebagai pilar
ekonomi dalam sistem ekonomi Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Kelahiran Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 juga merupakan
koreksi terhadap perkembangan ekonomi yang memprihatinkan, yang terbukti tidak tahan terhadap goncangankrisis pada tahun 1997. Krisis menjelaskan kepada kita
bahwa fondasi ekonomi Indonesia saat itu sangat lemah. Bahkan banyak pendapat yang mengatakan bahwa ekonomi Indonesia dibangun secara melenceng dari nilai
yang terkandung dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Tahun 1945.
Pada masa sebelum reformasi, perekonomian didominasi oleh struktur yang terkonsentrasi. Pelaku usaha yang memiliki akses terhadap kekuasaan
dapat menguasai dengan skala besar perekonomian Indonesia. Struktur monopoli dan oligopoly sangat mendominasi sektor-sektor ekonomi saat itu. Dalam
perkembangannya, pelaku-pelaku usaha yang dominan bahkan berkembang menjadi konglomerasi dan menguasai dari hulu ke hilir di berbagai sektor. Disamping struktur
yang terkonsentrasi, situasi perekonomian Indonesia ketika itu banyak diwarnai pula oleh berbagai bentuk perilaku anti persaingan, seperti perilaku yang berupaya
memonopoli atau menguasai sektor tertentu, melalui kartel, penyalahgunaan posisi dominan,
mergertakeover, diskriminasi dan sebagainya. Akibatnya, kinerja ekonomi nasional cukup memprihatinkan. Hal tersebut
ditandai dengan pilihan bagi konsumen yang terbatas, kelangkaan pasokan, harga yang tak terjangkau, lapangan kerja yang terbatas, pertumbuhan industri yang
lambat, daya saing produk melemah serta kesenjangan ekonomi dalam berbagai bidang kehidupan rakyat. Kondisi ini berujung pada runtuhnya bangunan ekonomi
Indonesia, yang telah dibangun selama puluhan tahun terhapus hanya dalam waktu singkat pada saat krisis 1997.
Kondisi tersebut pada akhirnya mendorong dilakukannya reformasi di sektor ekonomi, sebagai bagian dari reformasi di berbagai bidang kehidupan bernegara
dan berbangsa. Sebagaimana diketahui, secara garis besar terdapat tiga hal penting yang menjadi inti dari perubahan yang disepakati oleh bangsa ini saat reformasi
digulirkan, yang memiliki efek luar biasa bagi perkembangan bangsa ini ke depan. Tiga elemen penting tersebut adalah :
1. Membangun sistem politik yang demokratis melalui perbaikan peraturan perundangan tentang Pemilu, Partai Politik dan pembentukan Komisi Pemilihan
Umum. Hal ini menjadi dasar bagi proses demokrasi bangsa ini ke depan melalui perubahan dari pendekatan sentralistis menjadi demokratis.
2. Membuat kebijakan ekonomi yang pro persaingan sehat, dengan pengesahan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dan pembentukan Komisi Pengawas
Persaingan Usaha KPPU. Dengan demikian diharapkan adanya level playing
ield atar pelaku usaha, pemberdayaan UMKM, dan perlindungan konsumen. 3. Mengakomodasi secara utuh
Good Governance GG dalam sistem Pemerintahan dan
Good Corporate Government GCG di lingkungan dunia usaha, yang dilakukan antara lain melalui pengaturan secara khusus, seperti Undang-Undang Tindak
Pidana Korupsi Tipikor dan pembentukan Komisi Pemberantasan Korupsi KPK. Korupsi adalah salah satu hal yang paling krusial dalam perkembangan
bangsa ini, sehingga pemberantasannya menempati prioritas paling tinggi. Dengan adanya GCG dan upaya keras pemberantasan korupsi, maka bangsa ini
diharapkan akan memiliki pemerintahan yang bersih, profesional, dan akuntabel.
Selain alasan objektif dan rasional sebagaimana dipaparkan di atas, lahirnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 adalah sejalan dengan semangat Pancasila
dan Undang-Undang Dasar Tahun 1945, khususnya Pasal 27, Pasal 31, Pasal 33 dan Pasal 34. Hal ini dapat dilihat dari bunyi Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1999 mengenai asas dan tujuan pembentukan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999. Pasal 2 menyatakan,
“Pelaku usaha di Indonesia dalam menjalankan kegiatan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan
antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum”.
Sedangkan tujuan pembentukan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 adalah sebagaimana tercantum dalam Pasal 3, yang sesungguhnya memiliki tujuan akhir
yang sama, yakni peningkatan kesejahteraan masyarakat. Dalam Pasal 3 disebutkan bahwa tujuan pembentukan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 adalah :
a. menjaga kepentingan umum dan meningkatkan eisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat;
b. mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan persaingan usaha yang sehat sehingga menjamin adanya kepastian kesempatan berusaha yang
sama bagi pelaku usaha besar, pelaku usaha menengah, dan pelaku usaha kecil; c. mencegah praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang
ditimbulkan oleh pelaku usaha; dan d. terciptanya efektivitas dan eisiensi dalam kegiatan usaha.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 pada dasarnya berisi larangan terhadap perjanjian, kegiatan dan posisi dominan yang bertentangan dengan prinsip
persaingan usaha yang sehat. Pengaturan ini dilakukan dengan sangat ketat untuk mencegah pelaku usaha melakukan persaingan usaha tidak sehat yang dipandang
akan merugikan bagi masyarakat dan bangsa Indonesia.
Sayangnya rumusan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tidak tegas dan konsisten melarang perilaku yang mengakibatkan performakinerja
industrisektor menurun sebagaimana diuraikan dalam paradigma Structure Conduct
Performance yang baru. Oleh karena itu tidaklah berlebihan jika pada kesempatan ini disampaikan bahwa terdapat kebutuhan yang mendesak untuk mengelaborasi hukum
persaingan usaha agar sesuai dengan paradigma Structure Conduct Performance
tersebut dan sekaligus mengatur perilaku mana yang dilarang secara rule of reason
dan perilaku mana yang per se illegal. Dengan demikian, apabila ketentuannya
secara rule of reason, maka suatu perilaku yang dilarang harus dapat dibuktikan
telah mengakibatkan salah satu atau beberapa unsur performansi industrisektor menurun, misalnya menurunnya kesejahteraan rakyatkonsumen, eisiensi atau
mengurangi persaingan lessening competition. Kiranya perlu diperjelas ketentuan
yang mengatakan “….. dapat mengakibatkan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.” yang ada dalam berbagai pasal dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999.
Terlepas dari kelemahan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 yang disebutkan di muka, secara umum analisis dengan menggunakan pendekatan ekonomi sangat
dimungkinkan dalam implementasi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, sehingga telah dapat digunakan untuk menjerat berbagai perilaku pelaku usaha yang
merugikan masyarakat. Dalam rangka memberikan pemahaman yang lebih baik mengenai Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, khususnya dari sisi ilmu hukum,
maka disusunlah buku ajar hukum ini. Dalam Buku ini diberikan teori ilmu hukum persaingan, yang sejak 10 tahun lalu telah membawa dimensi baru dalam disiplin
ilmu hukum ekonomi di Indonesia.
Penulis buku ini adalah para pakar hukum yang sudah memiliki banyak pengalaman di bidang persaingan usaha. Buku ini merupakan sumbangan yang
sangat berharga, tidak hanya dalam memahami dan mendalami substansi Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1999, tetapi juga dapat memberi gambaran perkembangan
penerapan hukum persaingan di berbagai negara. Kiranya buku ini dapat pula menjadi literatur hukum persaingan usaha dalam pengembangan kurikulum fakultas
hukum di seluruh perguruan tinggi di Indonesia.
Dalam kesempatan ini, saya sebagai ketua KPPU mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada rekan-rekan yang telah
bekerja keras dalam menyusun buku ini sehingga dapat diterbitkan. Harapan saya, semoga buku ini memberikan manfaat bagi pengguna, khususnya kalangan civitas
akademika hukum dan ekonomi, kalangan dunia usaha, peneliti dan praktisi hukum dan ekonomi, serta seluruh
stakeholder persaingan usaha umumnya sehingga persaingan usaha yang sehat ke depan akan semakin diterima dan dipahami
oleh masyarakat dan dapat diimplementasikan dengan sebaik-baiknya, sehingga peningkatan kesejahteraan masyarakat dapat terus dilakukan.
Jakarta, 17 November 2009 Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha
Dr. Benny Pasaribu, MEc.
KATA PENGANTAR
Deutsche Gesellschaft für Technische Zusammenarbeit GTZ GmbH mendukung kerjasama pembangunan internasional melalui proyek-proyek di lebih dari 100 negara
di seluruh dunia. Melalui penugasan dari Pemerintah Republik Federal Jerman, GTZ mendampingi proses pembaruan yang kompleks serta menyediakan solusi tepat guna
dan tepat waktu sesuai dengan tantangan-tantangan yang muncul dalam bidang- bidang politik, ekonomi, lingkungan dan kemasyarakatan di dalam dunia global.
Selama lebih dari 30 tahun, GTZ aktif di Indonesia dan menjadi fasilitator antara berbagai pemangku kepentingan baik dari dari sektor publik dan swasta maupun
masyarakat sipil di tingkat lokal dan nasional. Karya GTZ yang khas dan berhasil di Indonesia berpegang pada asas-asas pembangunan yang berkesinambungan serta
mengacu pada nilai-nilai dan pengalaman terbaik dari ekonomi pasar sosial di Jerman.
Persaingan usaha yang berfungsi dengan baik dan berlangsung jujur adalah prasyarat utama bagi pertumbuhan dan tersedianya lapangan kerja di dalam
sebuah ekonomi pasar. Indonesia menduduki posisi penting di wilayah regional ASEAN dengan penerapan Undang-Undang tentang Larangan Praktek Monopoli
dan Persaingan Usaha Tidak Sehat UU Nomor 5 Tahun 1999 pada tahun 1999 serta pembentukan Komisi Pengawas Persaingan Usaha KPPU pada tahun 2000.
GTZ bekerjasama erat dengan dua partner utama, yaitu Komisi Pengawas Persaingan Usaha KPPU dan Mahkamah Agung Republik Indonesia MARI dalam
kerangka proyek “Implementation of Competition Law” ICL yang dimulai pada tahun
2005 dan bertujuan untuk meningkatkan pemahaman, kesadaran dan kemampuan berbagai kelompok pemangku kepentingan terkait penerapan hukum dan kebijakan
persaingan usaha.
Di beberapa tahun terakhir, banyak kemajuan telah dicapai dalam rangka penerapan hukum persaingan usaha di Indonesia secara efektif dan eisien. Koordinasi
dan kerjasama antar lembaga dan pemangku kepentingan lainnya telah meningkat sejalan dengan pemahaman di kalangan pelaku usaha dan konsumen akan manfaat
dari persaingan usaha dan kaedah-kaedah ekonomi yang mendasarinya. Demikian juga di kalangan akademisi telah lama dirasakan adanya kebutuhan akan sebuah
kodiikasi materi perkuliahan yang komprehensif dan memenuhi standar pemahaman internasional.
Oleh karena itu, mengacu pada prinsip pendekatan holistik guna mendorong partisipasi dari semua kalangan, GTZ menyambut baik prakarsa KPPU untuk menjawab
kebutuhan akademisi dan mendukung pendidikan akademis dalam penyebaran dan pengembangan prinsip-prinsip hukum dan kebijakan persaingan usaha. Sebagai
tindak lanjut dari seminar nasional yang diselenggarakan pada bulan Oktober 2008, proyek ini berkolaborasi dengan KPPU dan para pengajar ahli dari berbagai
universitas untuk menyusun sebuah buku ajar hukum persaingan usaha yang dapat digunakan dalam proses ajar mengajar pada pendidikan tinggi lanjutan. Publikasi
yang diberi judul “Hukum Persaingan Usaha – Antara Teks dan Konteks” ini adalah hasil dari kolaborasi tersebut.
Dengan memperhatikan konteks khusus kelembagaan dan peraturan hukum Indonesia, buku ajar ini tak pelak merupakan sumber materi yang berharga dan
dapat menjadi titik tolak baik bagi para mahasiswa strata lanjutan maupun juga para dosen untuk mempelajari dan mengajarkan hukum persaingan usaha. Buku ini
adalah buku ajar komprehensif di bidang hukum persaingan usaha yang pertama disusun di Indonesia dan menandai peringatan satu dasawarsa Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1999, serta merupakan sebuah pencapaian utama dalam seri studi khusus bidang hukum ini.
GTZ bangga telah menjadi bagian dari buku yang sangat penting ini dan dengan senang hati menyampaikan penghargaan kepada berbagai ahli yang telah
menyumbangkan buah pemikiran dan publikasi mereka. Dengan berkembangnya hukum persaingan usaha menjadi salah satu pilar penting dalam hukum
perekonomian, kami berharap bahwa publikasi ini akan berguna bagi mereka yang belajar maupun mengajarkan hukum persaingan usaha di universitas dan perguruan
tinggi di Indonesia.
Dr. Soendoro Soepringgo, S.H. Sita Zimpel, M.A.
Team Leader ICL Technical Advisor ICL